Gapoktan Tebu Tulungagung-Blitar-Trenggalek Pakai Urea-NPK Pelangi, 1 Ha Hasilkan 100 Ton
- Madchan Jazuli/Viva Jatim
Tulungagung, VIVA Jatim –Hamparan persawahan menjadi pemandangan sejauh mata memandang, di salah satu penampung hasil panen Gabungan Kelompok Petani Tebu (Gapoktanteb) Inti Rosan.
Tepat di Desa Tanen Kecamatan Rejotangan Kabupaten Tulungagung, siapa sangka bisa memproduksi brown sugar (gula merah) dengan kapasitas 500 tcd atau setara 500 ton per hari.
Disini hasil tebu menjadi produk turunan komoditas potensial yang dikembangkan oleh Gapoktanteb Inti Rosan. Selain model pola tanam berbeda, penggunaan pupuk non subsidi tepat guna mampu membuat panen hanya 6 bulan sekali yang sebelumnya musiman 1 tahun sekali.
Keberhasilan itu tak semudah membalikkan telapak tangan. Merubah paradigma mindset para petani di desa cukup alot. Namun pembuktian hasil panen dan juga pemberian bibit gratis sekaligus pendampingan langsung lewat ahli pertanian, guna mengetahui kandungan unsur lahan membuat petani luluh.
"Disitu kita ada pembelajaran, teknik, pendampingan dari teman-teman agronomi dari PT Pupuk Kaltim Pupuk Indonesia. Kita langsung start merubah paradigma yang mana kita panen setahun sekali. Namanya tanaman semusim tebu, menjadi tanaman setahun dua kali," ungkap Muhammad Setiadi.
Diketahui gula merah berasal dari dari sukrosa 95 persen dan molase 5 persen. Sukrosa terdiri dari 50 persen fruktosa dan 50 persen glukosa.
Gula ini memiliki tekstur sedikit lembab. Pasalnya, penambahan molase. Bila dibandingkan gula putih, ukuran butirannya halus dan seragam. Brown sugar akan mudah larut di dalam cairan seperti mentega yang mudah leleh.
Dengan mengadopsi tebu-tebu yang jangka pendek, bisa mempercepat 6 bulan sudah bisa panen dan kualitas gula didalamnya jauh lebih tinggi. Bibit yang dicari tinggi, sementara ini kita di pertebuan nasional tata kelola untuk pola tanam 2 tidak pas.
Ia mencoba menggunakan pola panjang untuk mengubah paradigma seperti di Thailand. Yaitu membuat 6 bulan bisa panen dengan Bibit Kunken atau Cening dan sudah mulai beroperasi musim tanam tahun ini.
Bibit yang ditanam, menurutnya sistem penangkaran yang ini menjadi permasalahan pokok. Pasalnya, petani tebu untuk pola tanam tebu giling tidak memakai bibit yang dari penangkaran.
Sebab, untuk memperoleh hasil yang maksimal, tanam tebu harus ada penangkaran bibit yang jelas. Hal itu yang menjadi kesalahan fatal yang ada di petani Indonesia.
Sehingga ia membuat edukasi dan membuat contoh yang mana untuk meningkatkan produktivitas tebu yang dari dulu rata-rata per hektarnya 70 Ton dengan mendongkrak 100 ton atau lebih.
"Kalau sudah diatas 100 ton, kita edukasi dengan Pupuk Indonesia Pupuk Kalimantan. Kita sudah mempunyai klaster di Blitar selatan bisa keluar 150 ton, 130 ton," ujarnya.
Setiadi memang hanya mambil angka 100 ton, karena petani sendiri di lapangan itu produktivitas hanya dibawah 100 ton. Pihaknya maksimalisasi yang kemudian mengintensifikasi tata kelola yang benar dengan program bersama Pupuk Indonesia dan PT Inti Rosan, sebagai awal menajemen teknologi bersamaan dan kesejahteraan.
"Kita punya teknologi tepat guna yang berkesinambungan. Bagaimana teknologi pupuk yang benar, pola tanam yang benar perawatan yang benar, panen yang benar, itu yang menjadi kunci pokok untuk tanaman tebu," bebernya.
Perihal peningkatan hasil panen, Setiadi menjelaskan ada kenaikan 30 sampai 40 persen dengan metode tersebut. Para petani menggunakan pupuk non subsidi sebab dari budidaya diarahkan ke pengusaha. Ia menjelaskan tidak ada namanya pupuk subsidi petani untuk tanaman tebu
Dirinya mengedukasi ke petani yang masih awam dengan pembelajaran bahwa pupuk ada subsidi hanya untuk tanaman pangan. Mulai padi, jagung, kedelai dan seterusnya sesuai peraturan pemerintah yang ditentukan di hortikultura.
Kendati petani tebu harus merogoh kocek lebih mahal, namun pupuk yang non subsidi mendapat pola pendampingan, langsung dari PT Pupuk Indonesia secara cuma-cuma.
Pendampingan yang dilakukan hingga tingkat bawah yaitu bagaimana cara pemupukan, berapa banyak yang dimasukkan pupuk hingga treatment pengolahan lahan.
"Seperti apa tanah yang ada apa sih organiknya, kurang atau ph-nya kurang atau hara makro dan mikronya kurang. Merubah paradigma tanaman semusim tebu, menjadi tanaman setahun dua kali," ulasnya.
Gapoktan Tebu telah melakukan study banding ke Negara Kuba. Pola tanam di sana seperti membuatkan danau di dalam tanah. Dimana mencekam air di dalam tanah itu setiap 1 kilo tanah bisa menyimpan 4 liter air.
"Itu cukup untuk perkembangan tebu. air yang kedua kita buatkan topsoil tanah itu kedalaman tanah yang subur. Kita tahu tebu mempunyai dua musim, kemarau dan hujan," ulasnya.
Dikatakannya, saat kemarau ada cekaman air, tanah tetap lembab membuat tanaman akan berkembang sesuai dengan perkembangan akar dan perkembangan batang daun.
Sedangkan model penanaman jarak tanam yang dari pusat ke pusat (PKP) jarak tanam minimal tebu milik Gapoktan 150 cm. Padahal kalau orang Indonesia berbicara petani-petani kota tabu hanya 120 sampai 110 cm.
PT Inti Rosan Makmur Sejahtera mengarah akan membuat skala tanam berkelanjutan. Yaitu pola tanam berkelanjutan dengan pola tanam 1 tanam 2 dan membuat satu sistem teknologi baru. Setiadi mengatakan bahwa kita nanti dalam proses membuat tata kelola tanaman tebu yang standar baku teknis yang benar.
Sehingga harga ini mengikuti harga gula standar baku, rendemen yang ada di air nira. Semakin manis, semakin tinggi untuk rendemen. Dengan Pupuk Non Subsidi, keuntungan petani menuju Protas (produksi dan kualitas) tebu yang standar teknis dan tebu yang standar teknis dan baku giling semakin besar.
"Itu yang kita cita-citakan menuju swasembada 2028, kita bekerjasama dengan petani pengrajin gula di wilayah 100 tadi. Kita petani kita ajak edukasi kita sama-sama untuk bergiling selama 12 bulan dan 24 jam," ujarnya.
Pria asal Blitar ini mengaku anggota yang berada di pengolahan brown sugar yang sudah masuk di bagian atas 180 orang dan di dalam 80 orang. Sedangkan yang masuk verifikasi dalam Gapoktanteb ada 2.000.
Jumlah tersebut tersebar di 3 kabupaten yaitu Blitar, Trenggalek dan Tulungagung. Hal ini dilaukan karena sistem pengelolaan petani untung dan pabrik juga untung. Pun memang membangun kluster di bidang edukasi untuk memenuhi kebutuhan lokal, baru akan merampah ekspor jika sudah tercukupi kebutuhan.
"Kita baru memenuhi kebutuhan nasional kita benahi dulu terutama di Bali di kota-kota yang banyak hotel berbintang," akuinya.
Terpisah, Koordinator Agronomis PT Pupuk Kaltim Wilayah Jawa Timur, Akwan mengungapkan dalam mengejar kualitas tebu sebenarnya segala sesuatu harus tepat guna. Kesuksesan budidaya kenapa di Indonesia ini produktivitasn dan kompetisi selalu kalah dari negara-negara lain seperti Thailand, Vietnam sebab belum terukur.
Ia mencontoh yang mendasar dari segi bibit, banyak petani bibit asal membeli. Padahal dalam menanam seperti budidaya sawit atau tebu harus mengetahui asal penangkar serta dengan konsep menanam yang benar.
"Kedua bahan pupuk yang digunakan adalah bahan pupuk yang benar. Sehingga pemberian asupan gizi ke tebu atau sawit sesuai, dan formula untuk lain kita yang harus tahu," terang Akwan saat dikonfirmasi, Rabu, 1 November 2023.
Ia mengatakan posisi saat ini membuat mekanisme atau kemitraan yang berkesinambungan. Mulai budidaya, kebutuhan petani pihaknya akan mendampingi, termasuk untuk mendapatkan pupuk non subsidi, ada mitra integrator.
Sehingga program budidaya terencanakan kedepan. Lalu, untuk analisa tanah itu petani secara langsung mendapat dampingan dan sealigus mengajak serta mengecek kondisi lahan-lahan. Petani-petani mitra oleh PT Pupuk Kaltim dikumpulkan calon petani calon lahan untuk didata.
Jadi menurut Akwan, petani tinggal bekerja berbudidaya dengan pendampingan budidaya yang benar. Bibit juga begitu, memberikan edukasi bibit yang bagus demikian, ada penangkar, penangkar dari mana untuk mendapatkan kualitas tebu siap giling dan memiliki rendemen tinggi.
"Karena offfeker atau PT Inti Rosan sebagai pembeli tebu yang dihasilan petani juga nanti mendpaatkan nira yang berkualitas, sehingga ini sebuah elemen yang berkesinambungan," imbuhnya.
Pria yang sudah berusia 50 tahun lebih ini menjelaskan melalui konsep pabrik berproduksi 360 hari atau selama 1 tahun, tidak modal musim giling musim tutup giling akan semakin menyejahterakan petani tebu karena tidak ada permainan harga.
Pabrik tebu akan terus produksi, karena petani menggunakan teknik tanam disesuaikan dengan kemampuan tonase giling dari pabrik. Misal sehari katakan sekian ratus ton akan berkorelasi dengan sekian hetare.
"Itu nanti petani terus bergantian panennya. Terus berputar seperti itu, jadi petani itu tanam sekian, waktunya ini berikutnya petani ini terus. Jadi akan berputar terus," ulasnya.
Perihal pupuk yang dipakai, Akwan mengatakan untuk tanaman tebu mengingat umur masa panjang, pihaknya pilihkan pupuk berjenis melelehnya lama, berjenisn blending. Karena pupuk itu bermacam-macam material disini, kebetulan tim agronomis langsung memperlihatkan kepada petani.
Ia mengaku, sekarang petani rata-rata per hektar mengambil di 400 Kg urea dan NPK 1616 serta menduung melalui mikroba. Jadi dalam berbudidaya tidak hanya pupuk, tetapi mikroba. Pihaknya juga melalukan pembinaan pembuatan kompos yang ada mikroba.
Pupuk NPK non subsidi dipasarkan dan dijual dengan merek dagang NPK Pelangi dengan variasi kemasan 2 kg, 5 kg, 10 kg, 20 kg, dan 50 kg. Produk pupuk NPK Pelangi memiliki beberapa keunggulan antara lain dapat diformulasikan dengan sangat fleksibel sesuai kebutuhan pelanggan dan terbukti dapat meningkatkan hasil panen.
Pada 2022 Pupuk Kaltim memproduksi pupuk NPK subsidi formula 14-12-16-4 dengan kemasan 50 kg dan disalurkan khusus tanaman kakao. Pupuk ini sangat tepat untuk meningkatkan kualitas dan hasil tanaman kakao dan tebu.
"Kita lakukan pendampingan. Sehingga petani ini mengembalikan dan merawat tanahnya itu dengan kotoran ayam atau sapi yang ada di sekitarnya," terangnya.
Hal itu cukup ampuh dalam membersihkan pencemaran lingkungan sekaligus bermanfaat di lahan dengan cara membuat kompos.Tim agronomis bersama petani menghasilkan produk biodex dengan proses 40 hari menjadi kompos. Serta menginjeksi dengan mikroba dengan produk ecoped.
Sehingga kompos itu mujarab, baru pupuk kimia itu hanya sebagai booster. Lantaran, Akwan mengaku di sini nanti muncul ada analisa usaha petani. Petani saat ini hanya hajar pupuk tetapi petani tidak paham. Justru dengan mikroba itu diangkat penurunan pupuk kimia bisa di 20 persen.
"Contoh 400 kg dikurangi 20% itu produknya sama-sama 100 ton (per hektare)," jelasnya.
Pria yang pernah menjadi pendamping agronomis wilayah Kalimantan Timur ini menjelaskan petani harus merubah mindset kearah tersebut. Bisa mendorong di sektor-sektor yang lain, sebab potensi di Jawa Timur besar sekali.
Akwan berharap akan semakin banyak sosialiasi ke kelompok tani di Jawa Timur Untuk mendampingi petani. Pun pengolahan pupuk hayati kompos seperti di Magetan, sudah bisa produksi yang menjadi dampingan tim agronomis. Mereka memproduksi dan punya pupuk organik untuk konsumsi sendiri, sehingga pupuk yang non subsidi dosisnya bisa berkuang kurang lebih 30 persen.
Edukasi-edukasi terus dilakukan sejalan dengan program Pupuk Indonesia dan Pupuk Kaltim pada khsusnya. Akwan bersama tim agronomis tetap menjalankan amanah dari negara untuk mendapingi petani sesuai permintaan dari pemerintah, bahwa petani harus selalu didampingi didalam berbudidaya.
"Kita jembatani untuk mendapatkan informasi pasca panennya, offtaker ini offtaker padi, jagung, horti maupun tebu. Sehingga budidaya ini akan menjadi klaster-klaster baru, termsuk offtaker bawang merah," tutupnya.
Melansir dari data 'Lompatan menuju masa depan' atau Leap Toward The Future yang dikeluarkan PT Pupuk Kaltim sebagai laporan tahunan atau Annual Report tahun 2022 menunjukkan besaran angka produksi pupuk.
Produksi Pupuk Urea untuk domestik non subsidi pada 2018 sebesar 1,17 juta ton, 2019 sebanyak 796 ribu ton. Lalu, disusul 2020 sebanyak 928 ribu ton, di 2021 memproduksi sebesar 1,2 juta ton. Serta di 2022 PT Pupuk Kaltim memproduksi sebesar 1,07 juta ton.
Sedangkan untuk Pupuk Non Urea, Pupuk NPK di 2018 memproduksi sebanyak 231 ribu ton, 2019 ada 119 ribu ton. Berlanjut di 2020 memproduksi 221 ribu ton, disusul 2021 216 ribu ton, serta di 2022 sebanyak 251 ton.