Dipecat Kak Pem

Editor VIVA Jatim Almarhum Syaifullah Ibnu Nawawi (tengah).
Sumber :
  • Istimewa

Kak Pem juga ahli silaturrahim. Ia punya kebiasaan keliling kabupaten/kota di Jawa Timur hanya untuk menyambangi kontributor NU Online Jatim di daerah-daerah. Tiap bulan ia gilir seakan sudah terjadwal. Tak lupa ia menyiapkan buku sebagai oleh-oleh. Karena itu semangat kontributor NU Online Jatim di daerah tetap terjaga. Semua itu Kak Pem jalani dengan duit pribadi. Tidak ada uang operasional dari kantor.

Setiap menyambangi kontributor di daerah, Kak Pem biasanya menyempatkan diri berkunjung ke sahabat-sahabatnya semasa kuliah, di pondok, atau siapa pun yang ia kenal. Kak Pem tak pernah melihat latar belakang orang yang ia silaturrahimi. Yunior pun itu. Bagi Kak Pem, siapa pun bisa dijadikan tempat untuk belajar. Dari mereka ia mengikuti perkembangan dalam segala hal.

Maka ketika Kak Pem mengirim pesan mendadak agar saya tidak mengedit lagi di NU Online Jatim, saya tak marah. Apalagi, setelah melakoni setahun, saya menyadari kurang maksimal menjalankan tugas rutin mengedit. Beberapa bulan setelah itu, ia juga meminta saya berhenti dari Aula. Saya tak sakit hati. Saya tak merasa dipecat. Saya sadar tak bisa mengikuti ritme pengabdian Kak Pem di dunia literasi NU. Saya sadar Kak Pem tak mau sistem yang sudah ia bangun di dua media yang ia pimpin itu kacau-balau karena ketidakbecusan saya. Saya juga tak dongkol karena, mungkin, Kak Pem mengeluarkan keputusan itu dengan ikhlas untuk kemaslahatan.

"Tapi tetap ngopi-ngopi lo, Kak," tambah saya di pesan.

Kak Pem mengiyakan. Ia bilang masih banyak ruang bisa dijadikan alasan untuk silaturrahim. Tak hanya di NU Online Jatim atau Aula. Karena itu, beberapa hari kemudian saya tetap ngopi bareng Kak Pem di kantin PWNU. Ia juga saya mintai nasihat ketika tempat saya bekerja di VIVA.co.id berencana membuat subdomain VIVA Jatim dan saya ditawari untuk mengelola.

"Itu tantangan sekaligus peluang. Ambil saja," kata Kak Pem.

Dan Kak Pem tak gengsi menerima tawaran saya menjadi editor di VIVA Jatim kendati saya sebagai managernya. Saya pikir dia menerima pinangan itu untuk menyemangati saya yang pemula dan baru belajar mengelola media. Saya meminta dia mengisi konten keislaman. Bukan karena butuh kerja dan tambahan penghasilan.