Jalan Panjang Doudo dari Tertinggal Menjadi Desa Mandiri

Aktivitas penggorengan mete
Sumber :
  • Rahmat Fajar

Demi memenuhi kebutuhan air, proses pencarian air dilakukan terus menerus. Sutomo mengatakan, pencarian air dimulai sejak 2002 melalui pendalaman telaga Rena yang ada di Doudo. Telaga tersebut dulunya menjadi tempat aktivitas warga dalam hal mencuci, mandi, buang air hingga memandikan hewan.

Usaha mencari air melalui pendalaman telaga tak berhasil. Pemerintah desa mencoba dengan cara menggunakan sumur resapan di setiap RT namun itu pun gagal. Karena ketika air telaga habis maka air di sumur resapannya pun ikutan habis.

Kegagalan demi kegagalan dalam proses pencarian air tak menyurutkan Sutomo dan kawan-kawannya menemukan air. Sampai suatu ketika, pada tahun 2007, ada seorang tokoh masyarakat menyampaikan tentang arti dari Doudo. Menurut tokoh masyarakat tersebut, Doudo sendiri berasal dari kata Kawi yakni "Doh" yang artinya jauh dan "Uda" yang artinya air. Dengan demikian maka Doudo berarti jauh dari air.

"Dari pemikiran itu la maka kita oh berarti adoh. Berarti ada di batasnya. Sehingga saat itu mencari air di perbatasan desa. Alhamdulillah semua tujuh sumur di perbatasan desa ada," kata Sutomo.

Dari tujuh sumur tersebut, hanya empat yang digunakan. Sementara tiga sumur lainnya dijadikan cadangan. Keberadaan air tersebut seperti sebuah anugerah yang diberikan Tuhan kepada masyarakat Doudo. Dari adanya air itu pula Desa Doudo tumbuh menjadi desa mandiri.

Tumbuh Menjadi Desa Mandiri

Perjalanan Desa Doudo mengubah citranya sebagai desa tertinggal menjadi desa mandiri membutuhkan waktu dan kreativitas. Desa Doudo mulanya tidak memiliki pendapatan asli desa hingga kini sudah berpendapatan lewat berbagai program pemberdayaan. Berbagai penghargaan tingkat nasional pun telah berhasil Doudo raih.