Candu Validasi Online: Ketika Harga Diri Ditentukan Jumlah Like

Ilustrasi kegiatan media sosial.
Ilustrasi kegiatan media sosial.
Sumber :
  • U-Report via Viva.co.id

Surabaya, VIVA Jatim – Di era digital seperti sekarang, "like", komentar, dan jumlah pengikut bukan sekadar fitur—mereka telah menjadi simbol sosial, bahkan penentu nilai diri bagi sebagian orang.

Apa jadinya ketika validasi online menjadi candu, dan harga diri bergantung pada seberapa banyak orang lain menyukai unggahan kita?

Selamat datang di zaman di mana jempol dan emoji senyum bisa membuat hari seseorang terasa berarti, atau sebaliknya, membuatnya merasa tidak cukup berharga.

Ketika Dunia Maya Menjadi Cermin Diri

Media sosial awalnya diciptakan untuk menghubungkan orang, membagikan kabar, atau sekadar bersenang-senang. Namun seiring waktu, muncul dinamika baru: orang mulai mengukur nilai dirinya berdasarkan interaksi digital.

Satu unggahan tanpa like bisa terasa seperti penolakan. Sebuah komentar negatif bisa merobek rasa percaya diri. Banyak orang mulai memoles kehidupannya secara berlebihan—mengedit foto, membentuk citra, hingga menyembunyikan kesedihan—demi tetap terlihat menarik di mata publik.

Tanpa disadari, kita mulai mengalihkan pusat kendali harga diri dari dalam ke luar.