YLKI Minta BPOM Cek Berkala Kandungan Bromat di Air Minum Kemasan

Ilustrasi air minum dalam kemasan atau AMDK.
Sumber :
  • wikimediacommons/viva.co.id

Salah satu zat yang digunakan dalam proses desinfeksi adalah ozon, sehingga prosesnya disebut ozonisasi. Ozonisasi yaitu ketika ozon (O3) bereaksi dengan bromida (Br-) dalam air, terutama dengan adanya konsentrasi bromida yang tinggi dan beberapa faktor lain seperti pH tinggi, suhu tinggi dan waktu kontak yang lama. 

Senyawa bromida yang berubah menjadi bromat bersifat karsinogenik atau beracun dan berpotensi dapat menyebabkan kanker, meski diperlukan penelitian lebih lanjut.

Nah, Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat (EPA) menyebutkan bahwa orang yang mengonsumsi bromat dalam jumlah besar mengalami gejala gastrointestinal seperti mual, muntah, diare, dan sakit perut. Konsentrasi bromat yang tinggi juga dapat berpengaruh pada ginjal, efek sistem saraf, dan gangguan pendengaran. 

Pemerintah melalui Permenkes nomer 492 tahun 2010 menetapkan dbp sebagai persyaratan tambahan. Begitu pula Peraturan SNI Nomer 3553 Tahun 2015 mensyaratkan batas maksimum dbp pada AMDK.  Kadar Bromat dalam AMDK juga sudah diatur oleh BPOM yaitu 0,01 ppm. Seluruh industri AMDK di Indonesia diwajibkan memberikan data analisis kandungan bromat di laboratorium kepada BPOM secara berkala.

Itu sebabnya, Sudartamo menegaskan agar BPOM melakukan tes berkala. Selain itu, uji laboratorium juga perlu dilakukan secara reguler untuk memastikan keamanan pangan dimaksud. "Regular inspection. Mengambil sampling dari produk yang sudah ada di pasar,” katanya.