Istana Tegaskan RUU TNI Tak Ada Unsur Hidupkan Dwifungsi Militer
- Pendam V/Brawijaya untuk VIVA Jatim.
Surabaya, VIVA Jatim – RUU TNI hingga kini terus menuai kontroversi. Sejumlah pihak menilai bahwa rancangan regulasi itu berpotensi menghidupkan dwifungsi militer yang dulu pernah terjadi di masa kepemimpinan Presiden Soeharto. Hal ini dinilai bakal mengancam keutuhan demokrasi di Indonesia.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, mengatakan dalam RUU TNI itu tidak memuat unsur yang menghidupkan dwifungsi militer. Dia pun menilai, kecurigaan maupun kekhawatiran para aktivis maupun Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), tak beralasan.
“Artinya kontroversi-kontroversi soal RUU TNI sudah mulai mereda karena apa yang disangkakan oleh teman-teman dari NGO, teman-teman aktivis, itu tidak ada,” kata Hasan kepada wartawan, Selasa, 18 Maret 2025.
“Jadi pasal yang dicurigai akan ada, ayat yang dicurigai akan ada, itu terbukti tidak ada,” sambungnya.
Hasan menjelaskan, anggota TNI yang akan menduduki jabatan sipil tentunya memiliki keahlian dan beririsan dengan tugas mereka di satuan.
“Karena posisi-posisi, enggak di-open posisi-posisi untuk TNI, enggak di-open, tapi dikunci. Dikunci ke-15 posisi yang memang memerlukan ekspertisnya mereka. Memerlukan keahliannya mereka dan beririsan ruang kerja dengan ekspertis mereka,” jelas Hasan.
Lebih lanjut, Hasan mengatakan terdapat beberapa jabatan yang bersinggungan dengan keahlian anggota TNI yang belum masuk dalam undang-undang. Jabatan tersebut, seperti Jaksa Agung Muda Pidana Militer, Kamar Peradilan Pidana Mahkamah Agung, Bakamla, serta Dewan Pertahanan Nasional.