Kata MUI Jatim soal Kitab Mbah Hasyim yang Disalahpahami Ingkari Maulid
- Madchan Jazuli/Viva Jatim
Gus Zahro menambahkan, sesuai dalam muqaddimah Kitab Tanbihat al-Wajibat li Man Yashna' al-Maulid bi al-Munkarat penulisan kitab di tahun 1355 Hijriyah atau 1936 Masehi. Pada Bulan Maulid atau Rabiu'ul Awal pada saat KH Hasyim Asy'ari melihat banyak masyarakat dan sebagian santri di pondok pesantren itu di dalam memperingati Maulid Nabi mengundang orkes musik dan sejenisnya.
Kendati ada pembacaan ayat Al-Qur'an, beberapa hadis Rasulullah SAW yang berkaitan dengan sejarah Rasulullah mulai lahir sampai perjuangan nabi juga dibaca. Akan tetapi, yang membuat beliau prihatin terhadap perayaan atau peringatan maulid nabi itu masyarakat dan santri ini mencampur dengan kegiatan-kegiatan kerusuhan, pukul-pukulan, pencak, tinju.
Dosen Ma'had Aly Lirboyo Kediri ini mengaku, memukul terbang yang sesungguhnya mubah tetapi pelaksanaannya lebih munkar, sebab antara laki-laki dan perempuan campur. Sehingga tidak ada bedanya peringatan Maulid Nabi dengan orang yang menyaksikan konser konser musik.
"Ini yang beliau (Mbah Hasyim) prihatin. Padahal ikhtilat antara perempuan dan laki-laki tidak dipisah ini tentu menjadi haram. Karena terjadi istilah antara laki-laki dan perempuan, ada pertunjukan pagelaran musiknya, drama, sandiwara, ada judi, pacaran laki-laki dan perempuan joget. Lalu mungkin minuman-minuman keras, tertawa terbahak-bahak, mengeraskan suara menjerit-jerit padahal terkadang dilakukan di masjid atau di sekitarnya," terangnya.
Gus Zahro menukil dalam muqaddimah kitab tersebut bahwa KH Hasyim As'ary prihatin melihat kemunkarannya. Beliau kemudian mengingkari dan mencegah pelaksanaan peringatan tersebut.
"Beliau melarang itu bukan peringatan Maulid Nabinya, tetapi terhadap tidak setuju atau menolak munkarat," pungkasnya.