Kecewa Vonis Hakim, Keluarga Siswi SMP di Mojokerto yang Dibunuh Teman Sekelas Kawal Proses Banding

Kuasa hukum korban dari LBH NU Kabupaten Mojokerto
Sumber :
  • M. Lutfi Hermansyah/Viva Jatim

Mojokerto, VIVA Jatim - Keluarga siswi SMP di Mojokerto, AE (15) yang tewas dibunuh teman sekelas mengaku kecewa terhadap vonis yang dijatuhkan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Mojokerto terhadap terdakwa AA (15). 

AA dijatuhi hukuman pidana penjara selama 7 tahun dan 4 bulan. Selain hukuman penjara, AA juga dihukum pelatihan kerja selama 3 bulan di Lembaga Pemasyarakatan Khusus Anak (LPKA) Kelas II-A Blitar. 

Vonis majelis hakim tersebut dinilai menciderai rasa keadilan dan mengecewakan keluarga korban. Vonis itu tidak sebanding dengan hilangnya nyawa korban. Tak puas dengan vonis tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Kota Mojokerto menempuh upaya banding. 

Langkah JPU tersebut mendapat dukungan penuh dari pihak keluarga korban. Untuk mengawal proses banding, keluarga korban menguasakan proses selanjutnya kepada Lembaga Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama (LBH-NU) PCNU Kabupaten Mojokerto. 

Sejumlah perwakilan LBH NU Kabupaten Mojokerto mendatangi Kejari Kota Mojokerto pada Selasa, 18 Juli 2023. Kedatangan mereka untuk memastikan JPU serius melakukan upaya banding. 

"Dan memang benar per hari ini Kejaksaan telah mengirim memori bandingnya ke Pengadilan Negeri Mojokerto," kata kuasa hukum korban dari LBH NU Kabupaten Mojokerto  Ahmad Muhlisin kepada wartawan.

Muhlis menjelaskan, dalam hal ini kedua orang tua korban tidak meminta banyak. Mereka hanya meminta keadilan atas perbuatan yang menewaskan siswi SMPN 1 Kemlagi itu. Sebab, pembunuhan yang dilakukan oleh terdakwa AA itu direncanakan. 

Namun, menurut dia, dalam upaya banding JPU tetap pada tuntutanya. Dimana JPU menginginkan terdakwa AA dihukum 7 tahun 6 bulan serta mengikuti pelatihan kerja selama 6 bulan di Lembaga Pemasyarakatan Khusus Anak (LPKA) Kelas II-A Blitar. 

JPU meyakini terbukti melakukan tindak pidana kekerasan terhadap anak yang mengakibatkan mati sebagaimana dakwaan alternatif pertama pasal 76C juncto pasal 80 ayat 3 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

Meski begitu, dalam pertemuan itu Muhlis sempat menyinggung mengenai penerapan pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana, sebagaimana dakwaan alternatif kedua. 

"(Pasal 340 KUHP) Tadi sempat saya singgung juga, kenapa tidak dimasukkan ke dalam dakwan alternatif pertama. Yang notabene itu pasal yang lebih berat (hukumanya) daripada pasal 76C," ungkap Muhlis. 

Pihaknya menyarankan JPU menggunakan pasal 340 KUHP untuk menuntut  remaja asal Kecamatan Kemlagi, Mojokerto itu. Namun, JPU tidak bisa menyanggupi lantaran perkara anak berkonflik dengan hukum menggunakan asas hukum lex spesialis. 

Ditanya apakah penerapan pasal 76C juncto pasal 80 ayat 3 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak sudah tepat?, Muhlis menjawab masih simpang siur. 

Ia berpendapat, apabila dalam persidangan terbukti terkait pembunuhan berenca, maka bisa menggunakan pasal 340 KUHP dengan catatan dijatuhi hukuman setengah dari ancaman orang dewasa. Dalam  pasal 340 KUHP ancaman hukumannya 20 tahun pidana penjara. 

"Karena walaupun anak juga melihat tingkat kriminalitasnya. Ketika sudah sadis seperti itu, ya  pasal 340 KUHP. Disitu sudah jelas, ketika anak hukumannya diperingan, bukan penuh, andaikan 340 maximalnya ya 10 tahun. Kalau dewasa 20 tahun," terangnya. 

Selain membunuh, AA juga mengambil sepeda motor Honda BeAT nopol S 2855 TL dan ponsel yang digunakan korban sebelum dibunuh. Karena niat awal terdakwa adala membegal korban. Terkait hal ini, Muhlis akan mempertimbangkan upaya hukum selanjutnya. 

"Kalau dari keterangan dari keluarga adalah niat awal adalah pembegalan. Setelah mendapat sepeda kemudian dipreteli lalu dijual. Untuk laporan lagi nanti kita koordinasi lagi dengan pihak keluarga , akan kami pertimbangkan," pungkas Muhlis.