Jalan Panjang Doudo dari Tertinggal Menjadi Desa Mandiri

Aktivitas penggorengan mete
Sumber :
  • Rahmat Fajar

Gresik, Viva Jatim-Desa Doudo, Gresik, Jawa Timur, dulunya kesulitan mendapatkan air bersih karena di daerah ini tidak mengandung sumber air tanah dalam jarak 20 meter dari permukaan laut. Sulitnya mendapatkan air berdampak pula terhadap kehidupan dan lingkungan masyarakatnya.

Forum Improvement & Innovation Award Surabaya : Ajang Inovasi Dorong Ketahanan Energi

Bagaimana tidak, orang memerlukan air untuk kebutuhan masak, minum, mandi dan mencuci. Sementara air bersih yang ada tak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari masyarakat Doudo.

Sulitnya air di Desa Doudo merupakan gambaran sebuah desa miskin. Perilaku masyarakat yang tidak sehat dan lingkungan yang kumuh. Itulah yang diceritakan oleh Kepala Desa Doudo Sutomo tentang perjalanan Doudo sebelum bangkit menjadi desa mandiri.

Risma Juga Kunjungi PW Muhammadiyah Jatim Setelah Khofifah

Berkesempatan melihat langsung Desa Doudo, Viva Jatim bersama rombongan Pertamina EP menempuh perjalanan sekitar 1,5 jam dari Surabaya menggunakan mobil lewat tol. Keluar tol Manyar, mata langsung disuguhi oleh jalanan berdebu, truk-truk tronton dan suhu yang sangat panas. Mungkin karena daerah ini dekat dengan laut dan bertumpuk pabrik-pabrik.

Desa ini terletak di Kecamatan Panceng, Kabupaten Gresik, memiliki luas wilayah 102 Ha terdiri dari 2 RW dan 6 RT dengan jumlah penduduk 1.530 jiwa. Wilayahnya didominasi oleh lahan pertanian, perkebunan, dan perbukitan.

Jatim Fest 2024 Beri Ruang UMKM Pasarkan Produknya

Menurut Sutomo, pada tahun 2002, Doudo berstatus sebagai desa tertinggal. Infrastruktur yang kurang dan fasilitas kesehatan yang kumuh. Sulitnya air, kata Sutomo merupakan persoalan serius yang dihadapi masyarakat Doudo.

Pencarian Air

Demi memenuhi kebutuhan air, proses pencarian air dilakukan terus menerus. Sutomo mengatakan, pencarian air dimulai sejak 2002 melalui pendalaman telaga Rena yang ada di Doudo. Telaga tersebut dulunya menjadi tempat aktivitas warga dalam hal mencuci, mandi, buang air hingga memandikan hewan.

Usaha mencari air melalui pendalaman telaga tak berhasil. Pemerintah desa mencoba dengan cara menggunakan sumur resapan di setiap RT namun itu pun gagal. Karena ketika air telaga habis maka air di sumur resapannya pun ikutan habis.

Kegagalan demi kegagalan dalam proses pencarian air tak menyurutkan Sutomo dan kawan-kawannya menemukan air. Sampai suatu ketika, pada tahun 2007, ada seorang tokoh masyarakat menyampaikan tentang arti dari Doudo. Menurut tokoh masyarakat tersebut, Doudo sendiri berasal dari kata Kawi yakni "Doh" yang artinya jauh dan "Uda" yang artinya air. Dengan demikian maka Doudo berarti jauh dari air.

"Dari pemikiran itu la maka kita oh berarti adoh. Berarti ada di batasnya. Sehingga saat itu mencari air di perbatasan desa. Alhamdulillah semua tujuh sumur di perbatasan desa ada," kata Sutomo.

Dari tujuh sumur tersebut, hanya empat yang digunakan. Sementara tiga sumur lainnya dijadikan cadangan. Keberadaan air tersebut seperti sebuah anugerah yang diberikan Tuhan kepada masyarakat Doudo. Dari adanya air itu pula Desa Doudo tumbuh menjadi desa mandiri.

Tumbuh Menjadi Desa Mandiri

Perjalanan Desa Doudo mengubah citranya sebagai desa tertinggal menjadi desa mandiri membutuhkan waktu dan kreativitas. Desa Doudo mulanya tidak memiliki pendapatan asli desa hingga kini sudah berpendapatan lewat berbagai program pemberdayaan. Berbagai penghargaan tingkat nasional pun telah berhasil Doudo raih.

Desa Doudo disulap menjadi desa wisata yang menawarkan berbagai wisata edukasi agro. Cocok untuk mengenalkan anak-anak tentang pertanian. Masyarakat Doudo di setiap RT juga memiliki produk-produk unggulan yang ditawarkan kepada wisatawan, salah satunya mete goreng.

Di Desa Doudo, juga terdapat kolam renang khusus anak-anak. Telaga Rena yang dulunya kumuh, kini disulap lebih indah dan instagramable. Cocok untuk bersantai-santai dengan keluarga di akhir pekan.

Sutomo mengatakan keberhasilan pemberdayaan ini tak lepas dari pendampingan yang dilakukan oleh Pertamina EP. Dari pendampingan yang dilakukan Pertamina EP maka, pemerintah desa kemudian mencari produk-produk atau hal-hal yang bisa dibranding sehingga masyarakat tertarik datang ke Desa Doudo.

"Yang dilakukan Pertamina bahwa kita harus punya sesuatu yang beda. Maka harus branding. Masing-masing RT harus punya produk unggulan," kata Sutomo.

Dorongan Pertamina itu yang menggerakkan pemerintah desa dan masyarakat Desa Doudo memikirkan produk unggulan apa yang akan dibranding. Selain kacang mete, ada juga pembuatan biopori di antaranya.

Desa Doudo kini memang tak tampak seperti desa tertinggal ketika Viva Jatim memasuki kawasan Desa Doudo. Gapuranya terlihat indah yang bertuliskan "Doudo Agro Edu Green Village". Itu menambah kesan pengunjung bahwa desa ini memiliki daya tarik untuk dikunjungi.

Sutomo menjelaskan memang tiga tahapan pertama yang dilakukan agar desanya menarik. Pertama adalah memperindah wajah desa melalui Gapura. Kedua, akses jalan yang bagus. Kemudian yang ketiga adalah membangun pendopo serta bangunan pemerintahan yang bagus. Tiga hal tersebut yang dikerjakan pemerintah desa dalam membranding Doudo di awal perjalanannya.

Kini Desa Doudo telah memiliki pendapatan setiap bulannya. Menurut Sutomo Desa Doudo kini mempunyai pendapatan asli desa sekitar Rp 60 juta per tahun.

Kholila, warga setempat bercerita tentang penghasilannya dari kacang mete. Ia mengaku pendampingan dari Pertamina EP membantu masyarakat dalam memasarkan produk-produknya. Kholila mengaku setiap harinya minimal bisa menjual satu kilogram kacang mete goreng.

"Kalau lebaran biasanya pesanan banyak dari luar daerah," ujar Kholila.

Kehadiran Pertamina EP

Manager Field Poleng Kuwat Riyanto mengatakan program pemberdayaan masyarakat ini merupakan upaya PEP Poleng Field untuk memandirikan masyarakat di wilayah ring 1 perusahaan. Upaya ini juga mendukung agenda internasional Sustainable Development Goals utamanya tujuan 8 Pekerjaan yang Layak dan Pertumbuhan Ekonomi.

“Kami ingin keberadaan kami juga memberikan manfaat sebesar-besarnya untuk pemangku kepentingan, termasuk warga desa di ring 1 sebagai tetangga terdekat kami," ujarnya.

Menurut Kuwat, perjalanan Desa Doudo menjadi desa mandiri memang butuh proses. Hal awal yang dilakukan Pertamina EP adalah memberikan edukasi kepada masyarakat tentang potensi Desa Doudo bisa menjadi desa mandiri.

"Edukasi awal step by step yaitu menjadi yakin dulu bahwa daerah ini bisa berubah," kata Kuwat.

Baru setelah itu, lanjut Kuwat, langkah selanjutnya dilakukan mulai dari menentukan produk unggulan hingga pemasaran. Pertamina EP mendampingi masyarakat Desa Doudo dari hulu hingga hilir.

"Kita juga membina masyarakat di sini tidak gaptek. Cara Pemasarannya lewat online," katanya.

Kini masyarakat Desa Doudo bisa berbangga diri karena tak lagi berstatus sebagai desa tertinggal. Mereka bisa menunjukkan penghargaan-penghargaan yang telah diraihnya sebagai bukti bahwa desa ini bisa bangkit dan mandiri.

Hingga 2024, Desa Doudo telah berhasil mendapatkan 18 penghargaan tingkat kabupaten, sembilan penghargaan tingkat provinsi dan 13 penghargaan tingkat nasional. Selain itu Desa Doudo ditetapkan sebagai 500 Desa Wisata Terbaik oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dalam acara Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) di Jakarta pada 14 April 2024.