Warga Mojokerto Meraup Untung Jutaan Rupiah dari Meracik Gitar Elektri
- Viva Jatim/M Lutfi Hermansyah
Jatim – Di bengkel produksi yang sederhana, Frandi dan tiga pegawainya sibuk meracik gitar elektrik kustom pesan pelangganya. Siapa sangka, bengkel tidak begitu besar yang terletak di Dusun/Desa Pungging, Kecamatan Pungging, Kabupaten Mojokerto itu dapat menghasilkan puluhan gitar setiap bulannya.
Sekilas, tempat itu tidak berbeda dengan tempat usaha mebel pada umumnya. Tumpukan dan debu serbuk kayu di mana-mana. Beberapa bahan kayu setengah jadi dengan pola desain gitar terlihat di beberapa sudut ruangan. Bengkel gitar elektrik ini telah didirikan Frandi sejak tahun 2014 silam.
Awalnya, selain hobi bermain gitar, pria alumnus kampus Universitas Negeri Surabaya itu bergelut dalam jual beli gitar. Bahkan, ia kerap kali menerima jasa service berkat keuletannya mengotak-atik alat musik itu.
Pada suatu ketika, ada teman mempercayakan dirinya mengkustom gitar. Tanpa berfikir panjang, Frandi menyepakati dan mencoba peruntungannya. Padahal, dirinya tidak memiliki keahlian dibidang pengolahan kayu.
Karena merasa tertantang, Frandi mulai belajar mengamplas, mengemal atau membentuk pola kayu, hingga mengecat. Semua ia pelajari dengan otodidak. Tak jarang rakitannya gagal.
"Saya mulai (belajar membuat gitar) semuanya dari nol. Gagal juga sering," katanya saat berbincang dengan Viva Jatim.co.id, Jum'at, 16 Desember 2022.
Namun ia tak pernah menyerah, berbagai cara dan inovasi ia ciptakan sendiri. Akhirnya ia berhasil meracik gitar elektrik kustom. Tak pernah terbayangkan, gitar elektrik hasil tangan terampilnya itu banyak peminat dengan jangka waktu singkat.
"Tidak lama sudah mengusai. Tiga bulan sudah mulai banyak pesanan sampai hari ini," ujarnya.
Sejak itu Frandi mulai serius menekuni usaha pengrajin gitar elektrik. Tahun 2015, ia mengajak temannya untuk membantu menggosok kayu yang sudah didesain pola bodi gitar. Empat tahun kemudian, ia merekrut dua orang pegawai lagi.
"Tahun 2019 baru ada pegawai," sambungnya.
Satu unit gitar, dapat diselesaikan dalam waktu tiga hari. Mulai dari proses pembentukan kayu mengikuti pola yang sudah dibuat sampai perakitan. Bahan baku yang digunakan Frandi merupakan limbah kayu salah satu pabrik gitar di Mojokerto.
"Di sini kan banyak limbah dari pabrik gitar. Jadi kayunya enak sudah kering, sudah siap buat gitar. Jenis kayunya meple, berupa potongan-potongan dari pabrik," terangnya.
Karateristik dan jenis kayu yang ia gunakan menyesuaikan pesanan konsumen. Apabila konsumen menginginkan jenis kayu seperti mahoni, Frandi siap melayani. Hanya saja, tarifnya lebih tinggi. Kendati demikian, menurutnya, jenis kayu tidak mempengaruhi suara petikan gitar.
"Perbedannya dari segi harga saja. Tapi kualitas suara sama saja," tandasnya.
Menariknya, bengkel gitar ini memproduksi gitar brand lokal bernama ESA. Sayangnya, brand lokal tersebut bukan milik Frandi pribadi, melainkan milik rekannya. Ia dan karyawannya hanya bertugas memproduksi. Melihat hal ini, Frandi mengaku menyesal belum sempat memberi nama brand untuk gitar buatan bengkelnya.
"Saya pengen buat brand sendiri. Tapi sampai sekarang belum menemukan nama, pola, dan motif ukirannya. Selama ini kita memang kustom," katanya.
Dalam sebulan, bengkel milik Frandi ini mampu memproduksi sekitar 50 gitar elektrik kustom dan meraup cuan Rp 40 juta. Satu unit gitar dibanderol paling murah Rp 1,3 juta dan paling mahal Rp 3,5 juta.
Selama ini, ia melayani pembeli dari berbagai daerah, baik dalam maupun luar jawa. Seperti Kalimantan, Sulawesi, dan Sumatera. Mayoritas pemasannya melalui jaringan seles yang ada di beberapa daerah. Selin itu, ia juga menyupalai salah satu toko alat musik di Surabaya.
"Orang mojokerto ada yang pesan, kebanyakan pemain-pemain. Kalau toko di surabaya pesan setiap bulan paling sedikit 10 gitar. Pemasaran lewat sales dan online," bebernya.
Ia bermimpi bisa menyasar pasar luar negeri. Sebenarnya ia sempat beberapa kali menerima pesanan dari negara Malaysia dan Singapura. Akan tetapi, ia masih terkendala dengan ongkos kirim. Ongkos kirim lebih mahal daripada harga satu unit gitar. Ditambah, ia awam mekanisme pengiriman ke luar negeri.
Oleh sebab itu, ia berharap Pemerintah berperan mendampingi usahanya itu dalam segi pemasaran dan pengirimam ke luar negeri. Disamping itu, bantuan berupa permodalan juga ia butuhkan untuk peningkatan produksi.
"Saya tidak mengerti pemasaran terutama pengiriman ke luar negeri. Kalau produksi sudah bisa, tinggal pemasaran. Barang kali bisa kirim keluar negeri. Banyak orang Malaysia dan Singapura yang tanya cuma terkendala pengiriman. Kami Juga butuh bantuan permodalan. Permintaan banya tapi modal sedikit, sehingga tidak bisa buat banyak," Frandi memungkasi.