Cerita Pak Minto tentang Ekspor Ikan Mas Koki Capai 60 Ribu Ekor di DSA Wajak Lor Tulungagung
- Viva Jatim/Madchan Jazuli
Tulungagung, VIVA Jatim-Desa Sejahtera Astra (DSA) Wajak Lor Kecamatan Boyolangu Kabupaten Tulungagung menyimpan potensi perikanan besar. Pasalnya, salah satu pembudidaya telah menjadi langganan bagi eksportir untuk menyuplai Ikan Mas Koki sebanyak puluhan ribu ekor setiap bulan.
Jumlah tersebut menurut pembudidaya Ikan Mas Koki, Minto (46) masih jauh dari kurang. Dirinya hanya menyuplai dan belum bisa ekspor sendiri karena berbagai faktor regulasi hingga kekurangan fasilitas serta jauh dari karantina untuk ekspor.
"Sementara ini cuma sanggup 30 sampai 40 ribu ekor perbulan. Sedangkan permintaan eksportir perbulan bisa 50 sampai 60 ribu ekor perbulan," ujar Minto kepada VIVA Jatim, Jum'at 8 November 2024.
Suara air menyambut satu demi satu langkah kaki. Hamparan kolam dipenuhi ikan mas koki juga akuarium besar dengan ikan-ikan berwana warni menarik.
Lokasi kolam yang berada di balik tembok tinggi menjulang ini berada di RT 05 RW 01 Dusun Banayan, Desa Wajak Lor Kecamatan Boyolangu, Kabupaten Tulungagung Jawa Timur. Lokasi ini adalah tempat pembudidaya Ikan Mas Koki yang diambil oleh eksportir dan masuk ke beberapa negara.
Minto mempersilakan VIVA Jatim mengelilingi kolam, baik kolam besar, maupun aquarium besar dari kaca yang berukuran 3x1,5 meter. Ada juga kolam yang dilengkapi sinar ultraviolet (UV) untuk membunuh kuman di dalam air.
Tak lama berselang ditemani secangkir kopi, Minto mulai bercerita perihal awal mula membudidayakan ikan mas koki. Sambil memandangi ikan yang berada di aquarium besar, ia mengawali ceritanya dengan menyebut bahwa budidaya ikan mas sudah berjalan sejak 1986.
Alasan budidaya ikan hias untuk meneruskan apa yang dilakukan sang ayah. Ikan Mas Koki yang ia budidaya ada empat jenis, yaitu Oranda, Ranchu, Ryukin, Demekin. Ia membudidaya Ikan tersebut bersama 20 warga sekitar. Ada yang diperuntukkan kontes, dan memang dipasarkan ke seluruh daerah.
"Sudah masuk ke eksportir. Untuk ekspornya ke Australia, Inggris, sama Jepang. Ini coba masuk lagi ke daerah Kanada sama Afrika," terang Minto kepada awak media.
Ia lalu menceritakan tentang tantangan sebagai pembudidaya ikan emas saat musim pancaroba yakni peralihan dari musim hunan ke kemarau. Ia mengungkapkan biasanya tidak sedikit ikan yang sakit. Maka salah satu cara yang dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut dengan mengurangi air dan porsi makan ikan.
"Soalnya sampai saat ini belum ada obat ya. Tapi cara kita mengatasinya seperti itu," bebernya sambil menyeruput kopi.
Pria dengan spesialis pemasaran ikan ini menjelaskan tentang angka permintaan per bulannya. Rata-rata per bulan di kisaran 40 ribu. Namun memasuki pancaroba, permintaan mengalami penurunan.
Minto juga menjelaskan tentang perbedaan pemeliharaan ikan mas dengan jenis ikan lainnya. Minto mengaku Ikan Mas Koki lebih mudah untuk perawatan dan lebih kuat dalam menghadapi suhu. Rata-rata usia nol sampai mulai pembibitan 2 bulan sudah mulai bisa dijual untuk memenuhi pasar.
Sambil menatap ikan-ikan yang sedang asyik bergerak ke sana kemari, Minto melanjutkan ceritanya. Menurutnya, ikan usai dua bulan harganya di kisaran Rp 1.500. Namun jika untuk bibit kualitas kontes akan tergantung pada perawatan, mulai pola makan, dan asupan gizi.
Sedangkan untuk ikan berumur tiga bulan seharga 10 ribu per ekor dengan calon pembeli bisa memilih. Berangkat dari situ, Minto mengatakan petani yang mengambil untuk kontes sudah bisa memilih kualitas kontes dari bentuk ikan hingga warna yang muncul.
"Usia dua bulan bisa dipilih dan sudah kelihatan. Nanti petani ingin yang dibesarkan artinya diambil yang bagus-bagus. Satu indukan ukuran besar bisa 5 ribu ekor bisa sampai 150 sampai 200 ribu," bebernya.
Perihal perubahan signifikan ketika ikan dewasa dengan dua bulan terkadang bisa berubah warna maupun bentuk. Jika bentuk semakin bagus juga semakin besar. Hal tersebut tergantung pada pola perawatan.
Pria yang tergabung dalam kelompok pembudidaya ikan 'Tirto Mulyo Asri' kategori madya ini menerangkan banyak anak kampus yang berdatangan untuk meneliti penyakit yang dialami ikan. Akan tetapi hinga saat ini belum ada obat yang bisa menyembuhkan ikan seperti penyakit kutu dan seterusnya.
Oleh sebab itu, ia bersama pembudidaya yang lain selalu mengawasi tingkat kadar pH air agar selalu stabil di angka 7. Di musim kemarau, perubahan cuaca ekstrem antara siang hari yang panas dengan malam hari yang dingin, membuat pH air turun drastis, sehingga ikan tidak kuat.
Berbeda jika berada di akuarium yang memiliki filter penghangat ketika malam hari. Namun jika berada di kolam besar, Minto hanya mengandalkan secara manual pengaturan air dan pemberian pakan.
Ia mengaku ika hias milik kelompoknya dijual ke eksportir di Tangerang, Banten. Tak hanya pasar ekspor, ikan hias budidaya Tulungagung juga memiliki pasar lokal tersendiri di Jawa mulai daerah Jakarta, Jawa Tengah, hingga Surabaya.
Ikan Mas Koki yang memiliki great di bawah ekspor tak kalah menjanjikan bagi pecinta ikan hias. Banyak bibit maupun indukan yang telah dibesarkan di kelompok pembudidaya ikan 'Tirto Mulyo Asri'. Kendati demikian, cara mengawinkan indukan, Minto mengaku melakukan silang peranakan untuk menjaga kualitas.
"Kalau ini disetel satu indukan tidak bagus, kalau tidak begitu anakan pertama disetel dengan silang ke anakan kedua. Kalau satu induk genetik kurang bagus, gampang sakit," paparnya.
Pria yang mulai belajar pengiriman ikan ke Jakarta dengan kerabatnya sejak tahun 1993 ini mengaku omzet ikan eksportir bisa menyentuh 30 sampai 40 ribu ekor. Ke depan, kelompoknya ingin sekali memperoleh izin ekspor supaya bisa mengirim sendiri ke luar negeri, lantaran kualitas ikan sudah masuk ke beberapa negara.
Minto yang mulai mengawali budidaya mandiri sejak 2004 silam mengalami jatuh bangun. Jatuh bangun usaha yang ia bangun saat mengirim sendiri di pasar kios Jakarta. Menurutnya harga di Jakarta lebih tinggi bila dibandingkan di Gunungsari, Surabaya.
Pernah suatu ketika pengiriman pada 2008, total harga ikan hias Rp 100 juta, namun saat ditagih tidak keluar. Akhirnya, ia menyerah dan mengalah.
Proses pengiriman sendiri menyesuaikan jumlah ikan yang berada di dalam plastik. Semakin sedikit ikan di dalam air yang dibungkus dengan plastik besar akan semakin tahan lama.
Dirinya mengaku pernah mengirim ke Palembang yang ditempuh selama 36 jam melalui jalur darat menggunakan kendaraan bus. Sampai sana, ikan masih hidup dan tidal mengalami mabuk. Ia mengungkapkan satu kantong plastik hanya diisi ikan 15 sampai 20 ekor.
"Kalau jarak tempuh pendek, isi ikan bisa ditambahi," imbuhnya.
Kelompoknya lalu mengeluhkan harga pelet ikan hias. Sehari bisa menghabiskan beberapa Kg untuk pembibitan hingga pembesaran. Alternatif lain yang dipilih yaitu dengan membuat pakan secara mandiri.
Pakan mandiri yang kelompoknya buat dengan menggunakan tepung jagung, tepung ikan dengan diberi tambahan makanan bergizi lainnha. Cara tersebut dirasa Minto lebih bisa mengurangi coast harga selama pembesaran, tanpa mengurangi kualitas ikan hias dengan pakan pelet ikan.
"Dana yang dikeluarkan akan lebih ringan. Bila pelet 1 karung seharga Rp 400 ribu habis dalam seminggu. Tapi seharga Rp 400 ribu bisa dibelikan bahan tepung ikan, tepung jagung, daun kelor itu bagus bisa jadi 3 minggu. Kualitasnya tak kalah dengan pabrikan," ulasnya.
Sementara saat sedang ramai-ramainya permintaan ikan, ia mengaku terjadi pada pandemi Covid-19. Pasalnya, kala itu banyak orang yang Work From Home (WFH) merasa jenuh, sehingga sebagian besar memilih memelihara ikan sebagai obat kesuntukan selama di rumah.
Pun juga imbas pandemi, banyak pemuda yang setelah lulus menekuni budidaya ikan mas koki. Sementara untuk pasar ikan mas koki sendiri, katanya masih terbuka lebar.
Termasuk juga saat kontes, bibit asal Tulungagung banyak yang mencari dari pecinta ikan hias. Sedangkan penikmat Mas Koki berasal dari luar daerah yang kebanyakan dari Jakarta, Bandung dan Surabaya. Jika telah meraih juara, per ekor ikan hias akan melambung tinggi.
"Pernah ada yang juara kontes, per ekor bisa seharga Rp 7 juta," urainya.
Dalam kesempatan tersebut, Minto mengajak untuk mengelilingi kolam ikan pembibitan hingga pembesaran. Dengan membawa pakan hasil buatan kelompoknya menebar ke kolam. Ikan-ikan saling berebut.
Lantas ia mengambil serok alias jaring kecil untuk menangkap ikan. Minto memperlihatkan Ikan Mas Koki yang berukuran besar. Menurutnya kualitas ikan hias dipengaruhi banyak faktor, mulai pakan hingga perawatan.
Masih menurut salah satu pembudidaya Ikan Mas Koki, Minto merasa terbantukan oleh pendampingan yang dilakukan Cah Angon Foundation berkolaborasi dengan PT Astra Internasional melalui program Desa Sejahtera Astra (DSA). Ia mendapat pendampingan dan ditetapkan DSA sejak 2022.
Kelompok budidaya ikan mas koki di wilayahnya menjadi mengetahui banyak hal. Mulai pengembangan ikan sampai pemasaran, sehingga berdampak pada kesejahteraan masyarakat untuk terus menjaga kualitas ikan hias yang saat ini menjadi icon Tulungagung.
"Saat 2022 ada pendampingan dari Astra perihal pengembangan. Soalnya sebenarnya belum banyak petani tahu, dengan pengetahuan kualitas ekspor semua pembudidaya menjadi mengetahui," pungkasnya.
Peresmian Ekosistem Ikan Hias Terintegrasi
Sebagai informasi, di awal tahun 2023 kelompok pembudidaya ikan 'Tirto Mulyo Asri' mendapat kujungan dari Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Abdul Halim Iskandar. Sekaligus meresmikan meresmikan 'Ekosistem Desa Ikan Hias Teruntegrasi, Pelepasan Espor Ikan Mas Koki ke Tiga Negara'.
Halim Iskandar dengan penuh semangat mengelilingi kolam ikan dan akuarium besar. Melihat ikan kualitas ekspor membuat Halim Iskandar terpesona dengan potensi di Tulungagung. Ia menggarisbawahi, masalah klasik dari dahulu terletak dalam hal pemasaran. Banyak produk yang dihasilkan, namun sulit untuk menjual dan menembus pasar luar negeri.
"Permasalahannya ada di market atau pasar. Orang desa apa saja bisa, dilatih sebentar bagus-bagus produknya. Kemendes memiliki tanggung jawab untuk akselerasi ekspor," ulas Halim Iskandar, Minggu 12 Maret 2023.
Menurutnya ekosistem pemberdayaan klaster perikanan Cah Angon Foundation adalah salah satu yang perlu didorong supaya menciptakan produktivitas budi daya ikan.
Mendes-PDTT kala itu menaruh harapan besar budidaya ikan hias ini tidak hanya menyasar negara-negara seperti Australia, Inggris, dan Jepang. Namun juga ke berbagai negara lainnya seperti pasar Eropa bahkan pasar Afrika