Tradisi Kupatan di Durenan Trenggalek Berjalan Sejak 2 Abad Silam
- Madchan Jazuli/Viva Jatim
Jatim – Tradisi Kupatan atau Hari Raya Ketupat di Desa Durenan Kecamatan Durenan Kabupaten Trenggalek siapa sangka sudah berjalan 2 abad lebih. Yang kini diperingati setiap selesai menjalankan Puasa Syawal selama enam hari.
Viva Jatim mencoba sowan ke salah satu dzurriyah atau keturunan KH Mahyin yang merupakan penggagas Tradisi Kupatan. Memasuki pelataran Pondok Pesantren Babul Ulum disambut bangunan tua seperti surau. Menara masjid di sebelah barat jalan masuk menjulang sekira 10an meter. Masjid lawas tak terlalu luas, namun menyimpan historis panjang peradaban islam di abad ke 16.
"Kupatan ini sudah berjalan lebih dari 200 tahun. Lantas setelah mbah saya (KH Imam Mahyin) meninggal tahun 10 atau 1910 sekitar itu, lalu diteruskan oleh ayah saya," ungkap Pengasuh Pondok Pesantren Babul Ulum, Durenan, KH Abdul Fattah Mu'in, Kamis 27 April 2023.
SesuI penanggalan, Tradisi Kupatan jatuh pada H+8 hari Sabtu, 29 April 2023 atau tanggal 8 Syawwal 1444 H. Kiai Fattah menuturkan, Tradisi Kupatan di Durenan memang sebagI ajang silaturahim sanak family sekaligus reuni bersama teman, kolega kantor dan siapapun yang datang kenal atau tidak pasti mendapat ketupat.
Kiai sepuh generasi keempat dari Kiai Abdul Masyir atau yang lebih dikenal dengan sebutan Mbah Mesir ini mulai menceritakan awal tradisi tersebut. Hal itu berawal dari KH Imam Mahyin pada hari raya kedua dijemput oleh Adipati yang memerintah di Kadipaten Trenggalek.
Kadipaten Trenggalek meminta KH Mahyin untuk mendampingi open house selama enam hari. Selama disana, kiai kharismatik tersebut tidak makan di pagi hingga sore hari. Ternyata Kiai Mahyin menjalankan sunnah dengan berpuasa saat tanggal 2 hingga 7 Syawal. Termasuk keluarga yang ditinggalkan di rumah juga menjalankan Puasa Syawal.
Kiai Fattah menerangkan, pedoman yang digunakan kakeknya adalah sesuai dalam hadist, yaitu "Siapa saja yang berpuasa Ramadhan, kemudian dilanjutkan dengan enam hari di bulan Syawal, maka seperti pahala berpuasa setahun" (HR Muslim).
"Puasa Syawal lipat 10 kali, kalau 1 bulan (Ramadhan) berarti 10 bulan. Sedangkan 6 berlipat menjadi 2 bulan, berarti genap 1 tahun. Sementara, masyarakat umumnya di sini itu tidak ada yang berani bakdan (silaturrahmi lebaran) kesini sebelum hari kupatan," bebernya.
Selama enam hari berada di pendopo kadipaten, hingga waktunya tiba akhirnya diantar pulang ke rumah Kiai Mahyin. Kepulangan kakeknya, langsung masyarakat berduyun-duyun sowan ke Kiai Mahyin. Adat tersebut terus berjalan sampai beberapa puluh tahun.
Perihal awal mulai menyebar, Kiai Fattah mengungkapkan sekitar tahun 1950-an, saudara-saudara ayah atau saudara kandung atau misanan ikut-ikut membuka open house H+8. Banyak rumah berkisar antara 10 sampai 15 rumah.
Pasca ayahnya wafat pada 1982 sampai sekarang, Kiai Fattah lah yang meneruskan. Barulah mulai tahun 1990-an, masyarakat mulai ikut-ikutan juga. Karena kalau tidak open house dan menyediakan ketupat, kasihan orang yang berasal dari luar daerah.
"Baru masyarakat sekitar sini ikut kupatan sekitar tahun 1995 sudah melebar ke 2 sampai 3 desa. ada wartawan kesini yang tanya Pak Yai tidak tersinggung semua ikut-ikut. Tidak. Saya malah Terima kasih, berarti perjuangan mbah saya diterima di masyarakat," ujar kiai sepuh berusia 75 tahun ini.
Terpisah, salah satu warga Desa Durenan,
Mochamad Cholid Huda mengungkapkan, Tradisi Kupatan mulai ia rasakan sejak kecil. Baru menginjak usia SMP mulai ramai. Puncaknya saat dirinya di jenjang SMA. Pasalnya, teman-teman sekolah banyak yang berkunjung saat H+8, termasuk sanak family.
Huda berharap, tradisi tersebut tetap lestari di teruskan anak cucu kelak. Pasalnya, Kupatan di Durenan berbeda dengan di daerah lain. Dimana memiliki nilai sejarah panjang, yang bisa digunakan sebagai edukasi dan syiar Islam.
"Ada kebanggaan tersendiri mas. Memiliki ciri khas yang tidak dimiliki daerah lain. Semoga tetap lestari dan intinya sebagai ajang silaturrahmi," ujar Huda yang jika diruntut masih Bani Mesir.
Saat ke rumah Huda, pewarta mendapati istri dan anaknya membuat ketupat yang berasal dari janur. Tahun ini, keluarganya membuat sebanyak 100 ketupat, dan menurut pengakuannya, berapapun ketupat yang dibuat pasti habis dengan syarat membuat dengan ikhlas.