Batik Bantengan, Lestarikan Kebudayaan-Gerakkan Kesejahteraan

Motif Batik Bantengan karya Anjani asal Kota Batu
Sumber :
  • Madchan Jazuli/Viva Jatim

Malang, VIVA Jatim – Basic seniman melekat pada diri Anjani Sekar Arum. Ayahnya yang seorang penggerak budaya, Kesenian 'Bantengan' —sebuah tarian dengan menggunakan alat peraga mirip banteng dan tarian seperti banteng— berkembang di wilayah Mojokerto, Kota Batu dan Malang.

Masif Indikasi Kecurangan, KPU Sumenep Ingatkan KPPS: Awas Jangan Curang!

Berbekal kentalnya kesenian di Kota Batu Jawa Timur, membuat Anjani terbesit untuk menggali potensi dari sisi lain. Dengan potensi pariwisata yang ada di Kota Batu, saat itu tahun 2014, ia melihat masih minim sekali pembatik-pembatik asli Kota Apel.

"Batik Banteng Agung mengambil tema kebudayaan Jawa Timur yang memang sejak tahun 2008 sudah trend di Kota Batu. Bahkan masyarakat hampir 60 persen mereka sebagai pelaku Kesenian Budaya Bantengan," ujarnya kepada VIVA Jatim, Senin, 11 September 2023.

Sebelum Nyoblos, Khofifah Ziarah ke Makam Orang Tua dan Suaminya

Lalu, menurutnya yang kedua saya sudah terbiasa dengan kehidupan berkesenian. Dulu, ia mengisahkan suka melukis, tetapi sewaktu kuliah melanjutkan pendidikan S1 mengambil Jurusan Seni Rupa khususnya Kriya Batik. Ada ketertarikan Anjani, sehingga di akhir masa kuliah, ia mencoba memperkenalkan hasil karya penciptaan motif Batik Bantengan.

"Kemudian disahkan oleh Walikota menjadi motif batiknya khas kota Batu. Itu motifnya batik kita itu motifnya Batik Banteng Agung," jelasnya.

Usai Nyoblos, Saatnya Berburu Promo Makan dan Minum Spesial Pilkada 2024 di Berbagai Gerai

Alumnus Universitas Negeri Malang (UM) menjelaskan tantangan Batik Bantengan kita jadikan sebagai motif ciri khas Kota Batu. Untuk pemasaran batik, yang ia lakukan masih dalam tahap pengenalan motif, walaupun sudah berdiri sejak 2014.

Ia mengakui belum banyak masyarakat yang tahu makna motif batik seperti apa, sehingga batiknya masih enggan dan belum berani untuk menjual via online. Kalau berjualan online, Anjani menuturkan hanya berupa produk turunan dari batik, seperti baju yang kita kombinasi antara batik dengan jeans.

"Jadi bukan murni dari batiknya sendiri kenapa? karena kita baru menghack patenkan 3 tahun yang lalu dan motif kita masih dibilang di Indonesia yang hanya kita saja yang punya," ujarnya.

Sehingga lebih banyak kita melakukan pemasaran secara offline melalui kegiatan kegiatan pameran yang diadakan oleh pemerintah maupun swasta. Termasuk juga ia memiliki galeri batik serta wisata edukasi tentang batik, sekaligus memperkenalkan motif batik yang sudah ia ciptakan.

Ditanya perihal tantangan awal-awal, ia masih kesulitan dalam memperkenalkan ke warga dan memberikan ilmu baru kepada masyarakat yang melihat. Masyarakat sudah terframing dan memberi kesan image dari Batik Banteng, di masa-masa politik seperti tahun ini akan sama seperti di saat awal menciptakan motif tersebut.

"Ini karena image orang banteng itu adalah salah satu motif dari partai. Nah banyak orang yang tidak mau membeli saat itu karena apa wah ini berkaitan dengan partai kayak gitu," paparnya.

Sehingga, ia harus memberikan pencerahan serta memberikan wawasan ke masyarakat bahwa batik batang ini adalah budaya. Kemudian Anjani lestarikan ke dalam sebuah lembaran kain batik.

Kesan Bertahun-tahun Lestarikan Budaya hingga Jadi Pebisnis

Perempuan yang sudah delapan tahun lebih menggeluti Batik Banteng ini mengaku selama perjalanan yang panjang, ia mengatakan bukan seorang pebisnis. Bukan tidak ada inisiatif untuk membuka usaha, istilah yang ia gunakan, membuat batik adalah sebuah karya tidak lebih.

Kemudian Anjani dituntut konsumen dengan banyak yang minat dengan karya batik. Sehingga akhirnya merubah mindset dari yang membuat karya dengan ego Anjani menjadi seniman yang menciptakan satu karya saja, tidak untuk diproduksi secara berulang-ulang.

Kemudian berubah menjadi seorang pembisnis, entrepeuner. Baginya, sampai detik ini pun masih belajar. Masih meraba-raba dunia usaha, walaupun usaha yang kita bangun sudah besar, tetapi ya masih tetap bersikukuh dengan apa kebiasaan dalam membuat karya.

"Itu ya cukup untuk di ciptakan kemudian dipamerkan begitu.

Tidak untuk dijualbelikan. Jadi memang tantangan-tantangan yang seperti itu yang membuat kami harus merubah mindset yang pertama," jelasnya.

Tantangan selanjutnya, ia menambahkan soal awal Kota Batu bukan sebagai Kota Batik, alhasil mencari perajin batik sangat susah. Lalu, ia mengajari ke masyarakat untuk bisa menjadi perajin secara mandiri.

Anjani benar-benar dari nol, tidak sekadar mencomot pengrajin dari daerah Pekalongan atau Madura untuk memenuhi kebutuhan pembatik. Akhirnya jerih payahnya membuahkan pembatik-pembatik Kota Batu.

Benar-benar masyarakat batu yang kita berdayakan, jumlah karyawan ada 42 orang. Dari Malang Raya ada yang memproduksi batik, mencanting atau pembatik ada 28. Sisanya mereka di produk turunannya. Ada yang menjahit baju, menjahit tas dan memproduksi sepatu," ulasnya.

Perihal omzet, Batik Bantengan yang ia geluti masih di kisaran antara Rp 60 juta sampai Rp 90 juta perbulan. Sementara jika di akhir tahun seperti ini, bisa sampai Rp 150 juta juga. 

Dengan puluhan karyawan, ia bisa memproduksinya batik tulis di angka 200-an. Sedangkan batik cap bisa sampai ribuan pcs memproduksi dalam satu bulan.

Tak hanya terpaku pada kain batik, Anjani

berkontemplasi dari batik tersebut menambah produksi menjadi dijadikan produk turunan. Mulai seperti tas, sepatu, baju trendy dengan perpaduan Batik Bantengan.

"Sementara untuk pesanan sendiri 

pemasaran masih banyak di daerah Jakarta Surabaya dan kota-kota besar lainnya," imbuhnya.

Ditanya perihal optimisme di tahun mendatang, ia mengaku karena pascapandemi banyak sekali perubahan-perubahan yang tadi batik itu sangat mudah dipasarkan. Sekarang orang lebih mencari produk yang langsung dipakai.

Dari situ, ia mengakui di 2024 pascapandemi mencoba memberikan perubahan warna yang di galeri miliknya. Salah satu cara yaitu Anjani berkolaborasi dengan para desainer-desainer Malang Raya.

Tujuan dari kolaborasi ini untuk menjadikan produk Batik Bantengan sebagai produk yang memang bisa dipasarkan di seluruh dunia dengan berupa produk jadi yang siap pakai.

"Kalau hanya berupa kain itu menjadi PR besar kepada mereka yang mungkin di luar negeri. Dijadikan apa dan di harus diolah jadi apa di negara mereka. Insyaallah kolaborasi itu menjadikan produk baru dari galeri batik Anjani kita pasarkan go internasional," harapnya.

Ia bersyukur di tahun 2017 mendapatkan apresiasi dari Astra. Buka karena ia mensubmit, melainkan ada orang mendaftarkan dirinya. Dari sini ia mengaku memang murni pure untuk masyarakat, dampak untuk masyarakat cukup kentara bagi perkembangan pelestarian budaya.

Tak hanya itu, produk karya yang telah ia buat bersama patner menjadi banyak yang melihat. Termasuk dari media ikut memberitakan dan sehingga bisa dipantau oleh seluruh orang dimanapun berada.

"Plus juga pelestarian budaya, kita semakin dikenal oleh masyarakat tidak hanya di Kota Batu, melainkan nasional. Berdasarkan dengan berita-berita yang memang berkaitan dengan program saya buat dan juga beberapa program yang berkolaborasi dengan Astra," tandasnya.