Akhir Suram Moerachman, Wali Kota Surabaya yang Hilang di Tahun Jahanam
- Mokhamad Dofir/Viva Jatim
Surabaya, VIVA Jatim – Moerachman menjabat sebagai Wali Kota Surabaya sejak tahun 1963. Akhir hidupnya suram. Politikus kelahiran Banyuwangi itu ditangkap tentara kala huru-hura Gerakan 30 September (G30S) menggelayuti Indonesia pada tahun 1965, masa yang saking mencekamnya juga disebut dengan tahun jahanam. Jasadnya hingga kini tak diketahui pasti di mana.
Sedikit dokumen dan keterangan bisa digali dari sosok Moerachman. Pun ketika VIVA Jatim coba mencari ke Pemerintah Kota Surabaya. Kepala Dinas Kominfo Surabaya, M Fikser, mengarahkan ke Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Dispusip). Kepala Dispusip Surabaya, Mia Santi Dewi, juga menyampaikan dokumen tentang Moerachman sedikit sekali.
Mia hanya mengirimkan buku Sejarah Pemerintah Kota Surabaya karya Purnawam Basundoro berbentuk PDF. Berdasarkan buku itu, Moerachman disebut pernah menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya. Ia juga aktif di Consentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI) dan menjadi delegasi mahasiswa pada Konferensi Asia Afrika di Bandung tahun 1955.
Moerachman diangkat sebagai Wali Kota Surabaya pada November 1963, menggantikan Dr Satrio yang terpilih sebagai Wakil Gubernur Jawa Timur. Moerachman ditunjuk oleh Presiden Soekarno untuk memimpin Surabaya berdasarkan usulan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI)
Itu sebabnya ketika tragedi berdarah G30S meletus pada tahun 1965, Moerachman masuk dalam daftar pejabat yang ditangkap oleh operasi tentara karena partai dan organisasinya dituduh sebagai biang peristiwa berdarah itu. Sebagian banyak buku sejarah menyebutkan, Moerachman ditahan dan dieksekusi di penjara Kalisosok, namun hingga kini jasadnya tak diketahui dikubur di mana.
Versi berbeda disampaikan Handoko, Ketua Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan (YPKP) 65 Jawa Timur. Berdasarkan cerita dari saksi sejarah yang juga ditangkap aparat saat itu, Handoko menduga kuat Moerachman beserta sejumlah pejabat lainnya saat itu dieksekusi di sekitar Kali Jagir. Jasadnya juga diduga dibuang di sungai tersebut.
Handoko adalah anak dari seorang anggota DPRD setempat dari Fraksi PKI bernama Sarkawi. Selain di dewan, ayahnya juga biasa bekerja di lingkungan Pemkot Surabaya. Saat tragedi G30S terjadi, Handoko masih duduk di bangku SMA. "Saya baru dua bulanan sekolah kelas satu di SMA Negeri I Surabaya. Di Jalan Wijaya Kusuma," kata Handoko kepada VIVA Jatim, Jumat 29 September 2023.