Eko Kuntadhi dan Etika Bermedsos Menurut Islam

Ilustrasi kegiatan media sosial.
Sumber :
  • U-Report via Viva.co.id

Jatim – Pegiat media sosial Eko Kuntadhi meminta maaf secara langsung kepada Ustazah Pondok Pesantren Lirboyo, Kota Kediri, Imaz Fatimatuz Zahra atau Ning Imaz, Kamis kemarin. Kegaduhan akibat ulah Eko Kuntadhi yang mengunggah potongan video Ning Imaz yang dinilai kasar itu bisa dijadikan pelajaran betapa media sosial (medsos), kendati dunia maya, bisa berdampak buruk dalam kehidupan nyata bila tidak bijak. Padahal, Islam tak mengajarkan seperti itu.

Carry Merah Dihantam Kereta Api di Madiun, Videonya Bikin Merinding

Media sosial bukan lagi sesuatu yang asing bagi manusia zaman sekarang, ia bagaikan dunia kedua setelah dunia nyata. Maka tidak heran jika media sosial kerap disebut dunia Maya. Sejarah media sosial bisa dibilang sejak tahun 1970-an, yakni pada saat ditemukan buletin yang menghubungkan satu orang dengan lainnya melalui surat elektronik serta mengunggah dan mengunduh perangkat lunak. Aktivitas ini menggunakan media telepon yang terhubung dengan modem. 

Tahun 1980-an komputer sudah menjadi hal umum dan media sosial sebagai media yang digemari masyarakat.  Tahun 1990-an kemudian hadir Google, serta menyusul Facebook dan Twitter dan belakangan Instagram pada era 2000-an. Perkembangan ini sangat cepat dan dunia digital berkembang di semua lini masyarakat, ekonomi, pendidikan, serta otomatis budaya baru terbentuk dari fenomena itu semua.

Aksinya Sempat Viral di Medsos, Polda Jatim Akhirnya Ringkus 9 Pelaku Beragam Jenis Pencurian

Masyarakat sadar, digitalisasi perlu peraturan yang harus disepakati, karena tidak jarang terdapat kejahatan di dalamnya. Termasuk dalam media sosial, seperti Twitter, Facebook dan Instagram. Ketiga ruang medsos tersebut menjadi ikon bagaimana kehidupan sosial di dunia maya. Kejahatan sering kali timbul, seperti penipuan, hal yang menyinggung sara, ujaran kebencian, bahkan dijadikan alat untuk menggiring opini masyarakat. Jika tidak cerdas, maka masyarakat akan gampang terkena imbas.

Gaduh Eko Kuntadhi dan Ning Imaz bisa jadi contoh. Seharusnya, Eko Kuntadhi menggunakan etika dalam bermedsos sehingga ia tidak mendapatkan respons negatif dari pecinta Ning Imaz atau pun warga Nahdliyin. 

GP Ansor Surabaya Ancam Tolak Semua Pengajian Ustaz Syafiq Basalamah, Begini Alasannya

Etika bermedsos mengacu kepada etika bersosial dalam dunia nyata, khususnya dalam berbicara serta bersikap kepada orang lain. Di antaranya, dalam Islam diajarkan untuk mengatakan kedamaian. Rasulullah shalallahu 'alaihi wa salam bersabda: “Takutilah hubungan yang tidak baik. Sesungguhnya hubungan yang  tidak baik adalah bencana yang mematikan.” (Al-Hufi, Min Akhlak an-Nabi, 223-224)

Hubungan yang tidak baik biasanya ditimbulkan dari pernyataan, sikap serta akhlak kita kepada orang lain. Di dalam konteks bermedia sosial, kita dilarang melakukan hujatan, sara, pornografi, bodyshaming atau hate speech karena merugikan orang lain. Maka, apabila ada ketidaksetujuan dalam berpendapat disampaikan dengan cara yang santun dan penuh kedamaian. 

Sebagaimana dalam Al-Qur'an dijelaskan: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar." (QS. Al-Ahzab Ayat 70) 

Kata sadidan dalam ayat di atas ditafsirkan oleh M Quraish Shihab sebagai perintah untuk berkata yang benar serta tepat sasaran, serta bermakna secara bahasa, meruntuhkan lalu memperbaikinya. Sebagaimana dikutip dari pakar bahasa, Ibnu Faris. (M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, vol 10 (Jakarta: Lentera Hati, 2012) hlm 547.

Dengan ini, etika bersosial, khususnya berbicara kepada orang lain, harus dilakukan dengan benar, tepat sasaran, tidak mengucapkan suatu hal yang bukan tempatnya, serta jika ingin mengkritik dilakukan dengan metode kritik membangun, bukan meruntuhkan, sebagaimana arti secara bahasa di atas. 

Maka, sebaiknya kita harus berhati-hati dalam bermedia sosial. Harus mengutamakan akhlak kepada siapapun, tidak juga harus kepada orang yang lebih tinggi derajatnya. Jika terjadi demikian langkah cepat yang harus dilakukan adalah meminta maaf, mengakui dan menyesali kesalahannya. 

Sebagaimana sabda Nabi Muhammad, bahwa kita harus memperbaiki hubungan buruk. “Sedekah yang utama adalah memperbaiki hubungan buruk.” (Al-Hufi, Min Akhlak an-Nabi, 223-224)

 

Penulis: Ahmad Fatoni, Mahasiswa S2 Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir UIN Sunan Ampel Surabaya.