Kiai Mutawakkil Ulas Pentingnya Literasi Fikih Politik bagi Generasi Z

KH Mutawakkil Alallah saat halaqah fikih peradaban
Sumber :
  • Media Center PWNU Jawa Timur

Jatim – Pengasuh Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong KH Moh Hasan Mutawakkil Alallah mendorong pentingnya literasi fikih politik bagi generasi Z. Hal itu sebagai bekal menuju era keemasan Indonesia di masa mendatang. 

Gaet Generasi Muda, Luluk Optimis Menang 57 Persen di Pilgub Jatim

"Saya mengusulkan, sepertinya sudah waktunya PBNU memiliki literasi kenegaraan berbasis agama, untuk milenial dan generasi Z. Sehingga, fikih kewarganegaraan mampu diserap bagi generasi terkini dalam memahami kehidupan masyarakat dan negara kita," ujarnya saat menyampaikan sambutan dalan acara Halaqah Fikih Politik, di Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong, Probolinggo, Rabu, 7 Desember 2022.

Menurut Kiai Mutawakkil, sapaan lekatnya, ada banyak tokoh-tokoh politik yang dalam sejarah perjalanan bangsa memiliki kontribusi besar. Melalui penguatan literasi fikih politik itu, diharapkan bisa menjadi inspirasi dan keteladanan bagi generasi Z. 

Pemkab Kediri Berikan Edukasi Gizi Cegah Anemia

"Generasi Z yang harus disentuh. Mereka juga disebut generasi internet. Maka literasi yang dimaksud tentang kewarganegaraan berbasis kegamaan, ini sangat diperlukan. Mereka generasi emas Indonesia di masa depan, yang akan mengharumkan Islam Nusantara, Islam ala Ahlissunnah waljamaah," kata putra KH Hasan Saifourridzal itu.

Menurut Kiai Mutawakkil, dalam Islam, hukum fikih selalu mengiringi perubahan di tengah masyarakat, khususnya umat Islam. Karenanya, PBNU yang sekarang telah mendunia segera mengantipasi kebutuhan zaman dimaksud. Termasuk menyiapkan generasi Z dan milenial yang tidak gagap politik, yang nantinya akan menjadi figur di era keemasan sebagaimana yang dimaksud di awal. 

Musaffa Safril Ketua Ansor Jatim Terpilih 2024-2028

Generasi Z dan millennial, lanjut Kiai Mutawakkil juga perlu mengetahui dan memahami narasi-narasi politik di masa lalu yang tak dapat dipungkiri menjadi catatan sejarah dalam berdirinya Indonesia. Dimana sejarah mencatat bahwa sejak awal berdirinya negara, terdapat dua perbedaan kelompok yang memiliki pandangan bertolak, yakni kelompok Islam dan nasionalis.  

“Sejak awal berdiriya negara, terdapat perbedaan pandangan soal bentuk negara. Ada kelompok Islam politik menginginkan agar agama tidak dipisahkan dengan negara. Sedangkan kelompok nasionalis berpihak pada agagasan pemisahan agama dari negara. Urusan-urusan agama hanya mengurusi masalah ukhrawi atau akhirat. Sedangkan negara mengurusi masalah duniawi atau sekuler," tutur Kiai Mutawakkil, yang juga Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur.

Tetapi kemudian, kata mantan Ketua PWNU Jawa Timur itu, terjadi perubahan-perubahan dalam Piagam Jakarta yang diupayakan oleh kelompok Islam pada masa-masa sulit di awal berdirinya negara. Upaya itu dilakukan tentu sebagai bentuk pengorbanan dari kelompok Islam untuk mewujudkan negara dengan persatuan dan keutuhan bangsa.

"Kini, semua permasalah yang muncul, berangkat dari dua pemikiran tersebut. Hingga pada saat Pemilu 1955, merupakan pesta demokrasi paling jujur dan adil dalam perjalanan bangsa Indonesia," kata Kiai Mutawakkil, yang mantan Ketua PWNU Jawa Timur.

Khazanah fikih atau hukum Islam selalu mampu mengantisipasi adanya perubahan di masyarakat, yang tetap berpedoman pada nilai-nilai ajaran Islam. Seiring dengan perkembangan zaman, para ulama dan ahli fikih semestinya mengantisipasi perubahan yang ada di masyarakat. Terutama hadirnya "generasi Z" yang akan mengukir zaman keemasan bagi Indonesia di masa mendatang.