MUI Jatim Sebut Aksi Bom Bunuh Diri Bukan Mati Syahid, tapi Sia-sia

Dewan Pimpinan MUI Provinsi Jawa Timur
Sumber :
  • Istimewa

Jatim – Aksi bom bunuh diri yang terjadi di Polsek Astana Anyar, Kabupaten Bandung pada Rabu kemarin, 7 Desember 2022 membuat geger pihak kepolisan dan seluruh masyarakat. Aksi itu disinyalir dilakukan oleh teroris berkedok agama. Lantaran di motor milik pelaku terdapat lambing ISIS dan tulisan yang mengkafir-kafirkan undang-undang. 

ISIS Ancam Bunuh Presiden Rusia Putin gegara Marah Anggotanya Disiksa

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur, Agus H Zahri Wardi menyoroti aksi tersebut. Ia menyebut bahwa aksi bom bunuh menyalahi aturan Fikih Islam. Karena itu, pelaku yang tewas tidak termasuk mati syahid, melainkan justru mati sia-sia.

Gus Zahro, sapaan lekatnya menjelaskan bahwa masih banyak yang menyalahpahami penafsiran tentang ayat jihad yang termaktub dalam surah Al-Baqarah ayat 190. Pada Lafadz ‘qital’ yang memiliki makna membunuh tidaklah dimaknai secara tekstual sehingga memicu aksi pengeboman dan pembunuhan. Ada beberapa syarat yang perlu dipenuhi, pertama ketika ada kafir harbi atau kafir yang membahayakan umat Islam, sedangkan di Indonesia tidak ada kafir yang menyerang. Kemudian juga tidak ada kebijakan maupun keputusan pemerintah yang bertentangan dan menyerang agama Islam maupun umatnya.

Aksi Heroik Bocah Muslim Selamatkan Ratusan Orang dari Serangan Teroris di Rusia

"Tentu dalam fiqih kita sangat-sangat diharamkan. Matinya juga juga bukan mati syahid, tetapi mati sia-sia," ungkap Gus Zahro saat dikonfirmasi, Kamis 8 Desember 2022.

Ia juga menjelaskan bahwa memerangi bangsa sendiri yang berstatus kafir ini bertentangan dengan fikih. Terlebih yang terjadi pada bom bunuh diri dan yang disasar adalah sesama muslim. Lalu juga menyasar simbol-simbol negara seperti kantor polisi dan lain sebagainya tentu sangat menyalahi fikih Islam.

Aksi Terorisme di Rusia Ulah ISIS-K, Kelompok Ekstrem Sempalan Al-Qaeda dan Taliban

Dosen S-2 Ma'had Ali Lirboyo Kota Kediri ini menambahkan, cara menanggulangi terorisme radikalisme melalui program deradikalisasi. Di Indonesia soal deradikalisasi sampai saat ini, menurutnya belum maksimal dan belum efektif. Terbukti ini masih ada kejadian-kejadian tentang bom bunuh diri yang niatnya salah serta sasarannya salah.

Langkah kedua untuk menanggulangi radikalisme, Gus Zahro menjelaskan harus menanamkan pikiran-pikiran yang mempunyai sifat toleransi. Mengantisipasi jangan sampai masyarakat yang terpapar ideologi radikal terus menebarkan kebencian terhadap pemerintah.

"Teman-teman yang terpapar ini mempunyai sifat terlalu tertutup, sehingga mereka sulit untuk dikembalikan jiwa nasionalisme," bebernya.

Tak berhenti disitu, pemahaman tentang jihad yang sebenarnya harus dikawal oleh negara. Menghindarkan masyarakat dari provokasi-provokasi yang hoax, terutama menertibkan para ustaz atau penceramah yang masih banyak berpaham radikalisme.

"Sehingga di dalam pemaknaan fiqih, hadis dan pemaknaan Al-Quran cenderung radikal. Nah, dari sinilah peran besar sesungguhnya radikalisme berkembang di Indonesia karena ustad-ustad yang radikal inilah. Kita harapkan pemerintah tegas," ulasnya.

Kiai yang juga Pengurus Wilayah LBMNU Jatim ini berharap, pemerintah harus memotong jaringan-jaringan tersebut. Sehingga terduga pelaku yang terpapar ini kemudian ketika di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) benar-benar sudah insyaf dan pemahaman Islam yang benar.

Tak hanya mengkritisi perihal deradikalisasi, disisi lain juga mendukung soal KUHP yang terbaru. Salah satu pasal yang menjelaskan soal pemahaman yang anti pancasila dapat dikenai pasal, salah satunya faham radikalisme.

"Aparat pemerintah kedepan harus tegas, yakni ormas-ormas atau perorangan yang mempunyai ideologi bertentangan dengan pancasila, ini harus lebih keras lagi dilarang dan dibubarkan barangkali itu," pungkasnya.