Dianggap Sebagai Aib Keluarga, Masih Ada Pemasungan Sebanyak 68 ODGJ di Tulungagung

Ilustrasi ODGJ sedang dipasung
Sumber :
  • Viva Jatim/Madchan Jazuli

Jatim – Siapa sangka orang dalam gangguan jiwa (ODGJ) di Tulungagung masih mendapat perlakuan yang tidak semestinya. Puluhan orang gangguan jiwa di Kota Marmer ini dalam kondisi memprihatinkan karena dipasung.

Viral, Pria Diduga ODGJ di Mojokerto Lecehkan Karyawati Toko Kosmetik

Pejabat Fungsional Sub Koordinator Penyakit Tidak Menular dan Kesehatan Jiwa, Dinas Kesehatan (Dinkes) Tulungagung, Heru Santoso mengungkapkan telah membebaskan sebanyak 68 ODGJ yang dipasung oleh anggota keluarganya sendiri. 

"Masih ada empat ODGJ yang masih dipasung dan belum dibebaskan. Beragam alasan yang dilontarkan oleh keluarga yang anggota keluarganya ada yang menderita," ungkap Heru Santoso, Sabtu 31 Desember 2022.

Komitmen GISLI Tulungagung Bantu Program Pemerintah Jadi Poros Maritim Dunia

Menurutnya, pihak keluarga masih malu dan merasa jika itu merupakan aib, sehingga perlu disembunyikan dari masyarakat setempat. Alasan lain, penderita ODGJ pernah berbuat kekerasan, yang mana demi alasan keamanan, penderita ODGJ perlu lantas dipasung.

"Padahal dengan melakukan pemasungan kondisi kejiwaan orang tersebut akan semakin parah dan akan sulit diobati," jelasnya.

Baru 72,14 Persen Capaian UHC di Tulungagung

Heru menambahkan, sesuai catatan milik Dinkes Tulungagung, ada sebanyak 2.613 orang di Kabupaten Tulungagung mengalami gangguan kejiwaan. Kendati banyak, ribuan ODGJ sudah mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar guna memulihkan kondisi yang dialami.

Dirinya menyebutkan ada 5 persen total ODGJ yang sudah mendapat penanganan kesehatan kejiwaan dan belum bisa mandiri. Sementara, gangguan kejiwaan yang dialami ribuan orang disebabkan karena depresi.

"Dari 32 puskesmas yang menangani ODGJ, total ada 2.613 orang. Rata-rata karena depresi," terang Heru.

Dinkes Tulungagung tidak menampik, kondisi diperparah masih adanya stigma sebagian masyarakat yang mengganggap penderita ODGJ merupakan sebuah aib. Alhasil, berujung pada tindakan disembunyikan ODGJ supaya tidak diketahui oleh masyarakat serta pada akhirnya terjadi pemasungan.

Heru menegaskan, pemasungan bukan sebuah solusi atas penderita ODGJ, akan tetapi, akan memperparah kondisi kejiwaan dari penderita ODGJ sendiri. Sehingga membuat pengobatan penderita ODGJ semakin terhambat penanganannya.

"Sebab disembunyikan, Dinkes menjadi sulit untuk mendeteksi, termasuk dalam penanganan juga terlambat," jelasnya.

Disinggung soal apakah penderita ODGJ bisa disembuhkan, Heru menyebut sebenarnya  enam bulan setelah seseorang didiagnosis menderita ODGJ, orang tersebut seharusnya segera mendapatkan penanganan yang tepat sesuai standar. Disaat itu, masih ada kemungkinan penderita ODGJ masih bisa disembuhkan. Namun apabila penanganan maupun pengobatan melebihi waktu tersebut, penderita ODGJ akan sulit diobati.

Tidak dipungkiri, menurut Heru pengobatan penderita ODGJ bukanlah perkara yang mudah. Kendati demikian, tetap saja kemungkinan untuk sembuh masih ada, mengingat sudah ada ODGJ yang bisa mandiri dan mulai hidup normal.

"Ada beberapa ODGJ saat ini sudah mandiri, bahkan bisa mendapatkan beasiswa untuk sekolah ke luar negeri," tutupnya.