Enam Langkah Strategis Pemprov Jatim Memutus Rantai Penularan TBC
- Nur Faishal/Viva Jatim
Jatim – Tingginya kasus Tuberculosis atau TBC di Jawa Timur masih menjadi tantangan bersama dalam memutus rantai penularannya dari tahun ke tahun. Target eliminasi TBC tahun 2030 mendatang juga menjadi tantangan bagi pemerintah untuk dicapai.
Tentu bukan perkara mudah memutus rantai penularan penyakit yang mematikan itu. Butuh langkah-langkah strategis yang perlu dilakukan bersama, baik dalam bentuk komitmen maupun sinergi, sehingga tahap demi tahap target eliminasi tersebut bisa dicapai.
Di Jawa Timur sendiri, menurut mantan Kepala Dinas Kesehatan Jatim, Herlin Herliana, 11 persen kasus TBC di Indonesia ada di Jawa Timur. Angka tersebut menempatkan Jawa Timur di posisi kedua setelah Jawa Barat.
Pernyataan itu disampaikan Herlin saat mengisi webinar bertajuk Implementasi TOSS TBC dalam Berbagai Sektor sebagai Upaya Percepatan Eliminasi TBC yang diselenggarakan Bakrie Center Foundation bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan dan Unair. Senin, 20 Maret 2022.
“Kalau dilihat situasi TBC [di Indonesia], 11 persen kasus TBC di Indonesia itu ada di Jawa Timur,” kata Herlin saat hadir mewakil Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa.
“Itu juga merupakan tantangan yang berat di mana Jatim dengan jumlah [kasus TBC] yang sangat besar, nomor dua setelah Jawa Barat, di mana terdapat kabupaten/kota terbanyak di Indonesia, butuh koordinasi dan kerja sama lebih ekstra sehingga kita bisa mewujudkan TBC tereliminasi,” imbuh Dirut RSUD Haji Surabaya itu.
Herlin menambahkan, selama tahun 2022, persentase cakupan penemuan terduga TBC di Jatim mencapai 117 persen. Sedangkan temuan dan pengobatan sebanyak 63 persen dan pasien yang berhasil diobati sebanyak 89 persen.
“Sedangkan untuk kasus TBC anak ialah 97 persen temuan,” ujarnya.
Untuk itu, Pemerintah Provinsi Jawa Timur, kata Herlin, telah menyiapkan enam langkah strategis guna mengeliminasi angka penyebaran TBC. Tentu dengan berdasar kepada kerjasama dan perhatian dari berbagai pihak terkait.
“Pertama, penguatan komitmen dan kepemimpinan pemerintah daerah,” kata Herlin.
Kedua, menciptakan akses pelayanan kesehatan yang bermutu dan bisa dijangkau oleh semua pasien TBC, baik di tempat pelayanan kesehatan milik pemerintah maupun swasta, baik di kota maupun di pelosok desa.
Ketiga, intensifikasi pelayanan TBC. Keempat, peningkatan penelitian yang melahirkan terobosan-terobosan penanganan TBC. Kelimat, peningkatan peran serta komunitas, pemangku kepentingan, dan sektor lain.
“Keenam, penguatan manajemen program,” ujar Herlin.
Dengan langkah seperti itu, diharapkan Jatim mampu mencapai target eliminasi TBC seperti ditetapkan pemerintah. Mengacu pada peta eliminasi TBC di Jatim, Herlin menyebutkan bahwa pada tahun 2023 ditargetkan ditemukan kasus yang diobati sebanyak 90 persen.
“Begitu juga dengan keberhasilan pengobatan 90 persen, lalu pencegahan kontak 58 persen,” ujarnya.
Sementara tahun 2025, diharapkan insiden TBC turun 50 persen, kasus yang ditemukan dan diobati 90 persen, keberhasilan pengobatan 90 persen, dan pencegahan kontak penularan 90 persen.
Diharapkan pula kematian akibat TBC bisa turun 75 persen. Upaya tersebut akan ditingkatkan di tahun berikutnya hingga tercapai eliminasi TBC di tahun 2030.
Selain Herlin, hadir pula di webinar sesi ketiga itu pendiri Koalisi Organisasi Profesi Indonesia untuk Penanggulangan TBC, Erlina Burhan; Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Unair, Catharina; dan Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Jatim, Maria Vincentia Seminar Mahanani.
Sebagai informasi, webinar sesi ketiga yang dilaksanakan secara daring ini bertopik Wujud Nyata Implementasi TOSS TBC di Jawa Timur.