Daniel Rohi Minta Menteri KP Tinjau Ulang Surat Edaran Hal Penangkapan Ikan
- Nur Faishal/Viva Jatim
Surabaya, VIVA Jatim –Anggota DPRD Jawa Timur, Dr Daniel Rohi meminta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KP) meninjau ulang Surat Edaran (SE) Nomor B.701/MEN-KP/VI/2023 tentang Migrasi Perizinan Berusaha Subsektor Penangkapan Ikan dan Perizinan Berusaha Subsektor Pengangkutan Ikan.
Anggota Fraksi PDI Perjuangan itu menilai, SE tersebut membebani para nelayan kecil. Ia menyoroti poin (a) dan (b) yang menjadi kewenangan Menteri KP seperti tertuang dalam surat edaran.
Poin (a) menyebutkan, kapal penangkap ikan berukuran sampai dengan kumulatif 5 (lima) gross tonnage dan beroperasi di Wilayah Kawasan Konservasi Nasional.
Sementara poin (b), kapal penangkap ikan berukuran di atas 5 (lima) gross tonnage sampai dengan 30 (tiga puluh) gross tonnage dan beroperasi di atas 12 mil laut dan atau laut lepas.
“Dua poin itu memberatkan nelayan kecil dan menengah. Mereka juga kesulitan menentukan wilayah penangkapan ikan sesuai kapasitas kapal (GT),“ kata Daniel Rohi, pada Senin, 3 Juli 2023.
Sebab, lanjut dia, jika mengacu ketentuan tersebut, maka nelayan harus mengurus perijinan penangkapan ikan di Kementerian KP.
Daniel Rohi juga menampung keberatan dari para nelayan di kawasan Sendang Biru Kabupaten Malang. Di tempat ini, ada sekira 3 ribu orang nelayan kecil, anak buah kapal (ABK) dan pemilik kapal. Sementara kapasitas kapal yang ada sekitar 3 sampai 30 gross tonnage.
Para pengusaha perikanan dan nelayan mengeluhkan besarnya pungutan berupa PNBP (Pendapatan Negara Bukan Pajak) sebesar 5% dari harga total tangkapan. Selain dinilai cukup tinggi, juga tidak ada pengaturan yang jelas ihwal pembagian persentasenya.
Selama ini, nelayan membayar retribusi kepada Pemkab Malang melalui Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Besarannya 3% dari total hasil tangkapan, dengan pembagian masing-masing sebesar 1,5% oleh nelayan dan pembeli. Hasil retribusi ini mampu mendulang pendapatan asli daerah berkisar Rp 5 miliar per tahun.
Keluhan lainnya yakni perihal peralatan pemantau posisi yang akan dipasang di tiap kapal. Peralatan tersebut seharga Rp 4 juta per unit.
Berdasarkan keluhan dari nelayan, Daniel Rohi meminta pemerintah pusat dalam hal ini kementerian kelautan dan perikanan untuk meninjau ulang pemberlakukan surat edaran tersebut.
"Sembari mengkaji ulang sesuai regulasi yang ada dan berkoordinasi dengan pemerintah daerah. Dan yang terpenting, mempertimbangkan kondisi perekonomian nelayan akibat hasil tangkapan yang tak menentu karena perubahan iklim,“ pungkasnya.