Hari Pahlawan, Pesantren Al Muslimun Gelar Dialog tentang Memerangi Kebodohan
- Istimewa
Magetan, VIVA Jatim – Pondok Pesantren Al Muslimun menggelar dialog kebangsaan dalam rangka Hari Pahlawan pada Jumat, 10 November 2023. Dalam dialog tersebut, ditekankan peran santri dan masyarakat pesantren meneladani semangat kepahlawanan pendahulu dengan kreatifitas yang berkontribusi untuk bangsa dan negara.
Dialog kebangsaan tersebut bertemakan ‘Dengan Semangat Hari Pahlawan Mari Kita Tingkatkan Peran Pondok Pesantren dalam Memerangi Kemiskinan dan Kebodohan serta Meningkatkan Rasa Nasionalisme kebangsaan terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia’. Dialog ditekankan soal santri sebagai pahlawan bangsa.
Dialog menghadirkan tiga pemateri. Yakni Pengasuh Pondok Pesatren Al Muslimun, Lufti Haidar; Pengasuh Pondok Pesatren Ar Rohman Tegalrejo, Ridho Rifai; dan anggota Ikatan Keluarga Pahlawan Nasional Indonesia, Muries Subiyantoro. Dialog dihadiri ratusan santri, tokoh masyarakat, dan pejabat pemerintah setempat.
"Ulama dan santri memiliki peran dalam mempertahankan kemerdekaan. Kalau dilihat sejarahnya, Hari Santri itu diperingati karena fatwa jihad pada 22 Oktober 1945. Maka sangat wajar jika dikatakan bahwa ssantri itu adalah pahlawan," ungkap Gus Ridho.
Dia menambahkan, pondok pesantren dan santri harus kreatif sebagai cara untuk melanjutkan perjuangan ulama dan santri yang menjadi pahlawan. Menurut Gus Ridho, belajar di pondok ada dua pilar yang harus dimasukkan sekarang ini, yakni wirausaha dan teknologi.
“Sekarang tidak bisa di pondok belajar melulu agama. Harus dikolaborasikan dengan kurikulum wirausaha dan perkembangan teknologi agar santri bisa tetap jadi pahlawan,” ujar Ketua Forum Komunikasi Pondok Pesantren di Magetan itu.
Sementara itu, keluarga Pahlawan Nasional R.M.T.A. Soerjo, Muries Subiyantoro, mengatakan, sejarah kepahlawan ulama, santri, dan pondok pesantren sangat lekat dengan perjuangan bangsa Indonesia.
Sebagai contoh, pertempuran di Surabaya antara arek-arek laskar pejuang melawan tentara Inggris dan sekutunya tak lepas dari peran ulama.
“Dalam literasi yang saya ketahui, Gubernur Soerjo meminta fatwa ulama mengenai cinta Tanah Air dan membela kemerdekaan pada waktu itu. Sehingga, meletuslah perlawanan arek-arek Suroboyo dalam pertempuran 10 Nopember,” katanya.
Dia mengatakan, perjuangan pada masa lalu musuhnya jelas, yaitu penjajah yang ingin menguasai Indonesia. Sedangkan sekarang perjuangan yang harus dilakukan adalah memerangi kemiskinan dan kebodohan.
“Indonesia ini surga globalisasi, sehingga masuk juga paham terorisme dan radikalisme. Ini bisa diperangi salah satunya dengan peran pondok pesantren, ulama, dan santri yang mau belajar agar benar-benar menjadi harapan bangsa, yang menyelesaikan persoalan bangsa salah satunya, kemiskinan dan kebodohan,” papar Muries.