10 Rekomendasi Wisata Religi di Surabaya, Cocok untuk Mengisi Libur Akhir Pekan

Jalan menuju makam Sunan Ampel Surabaya.
Sumber :
  • ANTARA

Surabaya, VIVA JatimAkhir pekan adalah momen yang tepat untuk membahagiakan keluarga. Liburan akhir pekan tentu menjadi hal yang sangat ditunggu-tunggu.

Jika kalian merencanakan liburan akhir pekan di Surabaya, wisata religi bisa menjadi alternatif kegiatan.

Sebagai salah satu kota metropolitan terbesar di Indonesia, Kota Pahlawan menjadi saksi berbagai peristiwa bersejarah penyebaran agama di Pulau Jawa. Dirangkum dari berbagai sumber, berikut rekomendasi tempat wisata religi di Surabaya.

1. Makam Sunan Ampel

Sunan Ampel atau Raden Rahmat merupakan satu dari sembilan wali yang berperan dalam penyebaran agama Islam di Pulau Jawa pada abad ke-15. 

Makam Sunan Ampel yang berada di kawasan Ampel, Surabaya ini menjadi tempat sakral bagi umat Muslim dan salah satu tujuan ziarah paling populer di Indonesia. 

2. Kampung Santri Ndresmo

Berlokasi di Jalan Sidosermo II Nomor 18, Kelurahan Sidosermo, Kecamatan Wonocolo, Surabaya, Kampung Santri Ndresmo menjadi kawasan bagi sekitar 30 pondok pesantren (ponpes). 

Istilah Ndresmo sendiri dikenalkan pertama kali oleh KH Mas Sayyid Ali Akbar yang merupakan kependekan dari “sing nderes wong limo” (yang membaca Al Quran sebanyak lima santri). 

3. Klenteng Boen Bio

Klenteng Boen Bio berdiri pada 1883 di Jalan Kapasan 131, Surabaya. Klenteng yang awalnya diberi nama Boen Tjhiang Soe ini masih digunakan sebagai tempat ibadah umat Konghucu hingga sekarang. 

Bangunan yang tercatat sebagai cagar budaya sejak 2012 ini dibangun oleh Go Tiek Lie dan Co Toe Siong. 

4. Klenteng Hok An Kiong

Konon, berdirinya Klenteng Hok An Kiong atau Klenteng Suka Loka berkaitan erat dengan peran dewa Mak Co Po. Bangunan yang beralamat di Jalan Coklat Nomor 2, Kelurahan Bongkaran, Kecamatan Pabean Cantian ini didirikan oleh seorang insinyur asal Tiongkok bernama Hok Kian Kong Tik pada 1830. 

5. Langgar Dhuwur

Langgar Dhuwur merupakan sebuah masjid yang berada di tengah-tengah perkampungan Lawang Seketeng, Kelurahan Peneleh, Surabaya. 

Salah satu destinasi wisata religi di Surabaya yang menjadi tempat beribadah umat Islam ini konon didirikan oleh beberapa ulama pada 1893 dengan luas 39 meter. 

6. Gereja Katolik Kelahiran Santa Perawan Maria

Gereja Katolik Kelahiran Santa Perawan Maria pada awalnya didirikan oleh dua orang pastor asal Belanda, yakni Hendricus Waanders dan Phillipus Wedding pada 12 Juli 1810 di pojok Jalan Kepanjen dan Kebonrojo, Surabaya. 

Namun, belakangan gereja ini dipindah ke gedung baru di sebelah utaranya, di Jalan Kepanjen, Kelurahan Krembangan Selatan karena bangunan yang lama rusak dan dibangun kembali pada 4 April 1899. 

7. Makam Sunan Bungkul

Ki Ageng Mahmuddin atau lebih dikenal dengan nama Mbah Bungkul diyakini menjadi salah satu penguasa Muslim di Surabaya pada abad ke-14 Masehi. 

Dikutip dari situs Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Provinsi Jawa Timur, Dosen Departemen Ilmu Sejarah Universitas Airlangga (Unair), Adrian Perkasa, mengatakan bahwa Mbah Bungkul memiliki peran istimewa untuk menyebarkan agama Islam pada masa kejayaan Majapahit. 

8. Masjid Muhammad Cheng Hoo Surabaya

Masjid Muhammad Cheng Hoo Surabaya merupakan masjid pertama yang menggunakan nama Muslim Tionghoa di Indonesia. 

Nama tempat peribadatan umat Islam yang berada di Jalan Gading Nomor 2, Kelurahan Ketabang, Kecamatan Genteng ini dipilih untuk menghormati kedatangan Cheng Hoo yang saat itu disambut baik. 

9. Masjid Nasional Al Akbar Surabaya

Dibangun sejak 4 Agustus 1995, Masjid Nasional Al Akbar Surabaya berdiri atas gagasan Wali Kota Surabaya kala itu, Soenarto Soemopawiro. Masjid yang diresmikan pada 10 November 2000 ini terletak di Jalan Raya Wisma Pagesangan, Kelurahan Pagesangan, Kecamatan Jambangan. 

10. Masjid Sunan Ampel

Masjid Sunan Ampel termasuk salah satu wisata religi di Surabaya, tepatnya di Jalan Petukangan I, Kelurahan Ampel, Kecamatan Semampir. Masjid ini didirikan oleh Sunan Ampel bersama sahabat karibnya, Mbah Sholeh dan Mbah Sonhaji di atas tanah seluas 120 meter x 180 meter pada 1421.