Polemik Dualisme Kampus Swasta di Mojokerto, Polisi Tetapkan Tersangka

Polemik dualisme kampus swasta di Mojokerto
Sumber :
  • M Lutfi Hermansyah/Viva Jatim

Menurut Ibad, atas perbuatan haris dan kawan-kawan pihaknya mengalami kerugian sekitar Rp 1 miliar. Bahkan, citra lembaga juga ikut tercoreng.

"Kerugian yang kami alami sekitar Rp 1 miliar. Kami menghitung berdasarkan tarif biaya kuliah dikalikan jumlah mahasiswa tahun 2020-2021 saat itu 500 orang lebih. Pendapatan dari itu, kami kurangi perkiraan pengeluaran rutin," ungkapnya.

Lantaran aset STIT Raden Wijaya ketika itu dikuasai Hariris dkk, pihaknya memindahkan perkuliahan di SMAI Brawijaya di Jalan Raya Surodinawan. Namun, hanya sekitar 130 mahasiswa yang melanjutkan pendidikan. Sedangkan sisanya ada yang mutasi ke perguruan tinggi lain, ada pula yang setop kuliah. Ibad menegaskan pihaknya tidak pernah menerbitkan SK mutasi mahasiswa.

Dualisme kepengurusan pun membuat bingung para mahasiswa. Sebab tahun itu, kedua kubu yang berkonflik sama-sama menerbitkan ijazah untuk 94 mahasiswa yang dinyatakan lulus. Ibad menyebut ijazah yang diterbitkan kubu Hariris tidak berlaku sebab tanpa disahkan Kopertais Wilayah IV Jatim.

"Dampak lainnya animo masyarakat otomatis turun drastis. Tahun 2021 hanya dapat 22 mahasiswa. Biasanya per angkatan dapat 130-an mahasiswa," ujarnya.

Ibad menuturkan proses hukum di Polres Mojokerto Kota terus berjalan. Polisi menaikkan status perkara ke tahap penyidikan sejak 6 Januari 2023. Berikutnya polisi menetapkan Hariris sebagai tersangka pada 9 Februari lalu. Namun, eks Wakil Ketua 2 STIT Raden Wijaya itu tidak ditahan. Ia berharap polisi juga mengusut keterlibatan pihak lain dalam kasus ini.

"Lembaga itu tidak bisa satu orang karena satu sama lain saling membutuhkan. Sebenarnya kami berharap penyidik bisa mengembangkan kasus ini. Sehingga pihak-pihak yang terlibat bisa mempertanggungjawabkan perbuatan mereka," pungkasnya Ibad.