Mewujudkan Adil Makmur tak Cukup dengan Hafal Pancasila, BPIP: bukan Mantra!

Ilustrasi Pancasila
Sumber :
  • Istimewa

Menurutnya, fakta kemajemukan bangsa Indonesia harus disadari sebagai hal yang sangat rawan terhadap perpecahan. Dia mengingatkan percakapan Presiden I RI, Soekarno, dan Presiden Yugoslavia, Josip Broz Tito, yang saling bertanya tentang apa yang terjadi terhadap negara masing-masing jika keduanya wafat. Broz Tito menjawab dirinya mempersiapkan angkatan perang untuk menjaga keutuhan Yugoslavia, namun Bung Karno mengatakan dirinya mewariskan Pancasila.

Hari Lahir Pancasila, Mas Ipin Ajak Saling Menghargai dan Perkuat Toleransi

“Terbukti dalam sejarah, Yugoslavia terpecah belah, sedangkan Indonesia tetap ada sampai sekarang. Artinya, kesatuan suatu bangsa tidak bisa hanya mengandalkan kekuatan senjata atau ketokohan seseorang, tapi pada warisan yang bersifat ideologis yang kita kenal sebagai Pancasila,” ujar Yewangoe.

Kemajuan Indonesia

50 Advokat dan Akuntan Publik Jalani Pendidikan, Pimpinan AKPI: Penting Bekerja Profesional!

Senada dengan itu, Direktur Eksekutif Institut Leimena, Matius Ho, menegaskan bangsa Indonesia perlu merenungkan sejenak pentingnya Pancasila sebagai ideologi pemersatu bangsa yang diperingati kelahirannya pada 1 Juni. Menurutnya, upaya untuk memajukan Indonesia jangan sampai meninggalkan fondasi Pancasila sebagai nilai-nilai utama dalam masyarakat Indonesia.

“Terkadang saking semangatnya kita mengejar kemajuan, takut tertinggal negara-negara lain, kita lupa bahwa kemajuan hanya bisa terarah, membawa manfaat bagi bangsa dan manusia, serta langgeng, apabila kita selalu ingat dan berpijak pada nilai-nilai fondasi kita, dan Pancasila sebagai nilai-nilai utama fondasi ini,” ujar Matius Ho.

Program Deradikalisasi di Lapas Madiun Berhasil, 3 Narapidana Terorisme Ikrar Setia NKRI

Matius menegaskan Pancasila merupakan karya jenius bangsa Indonesia, karena merupakan hasil perenungan jati diri bangsa Indonesia, serta meletakkannya dalam nilai-nilai universal dunia. Ir. Soekarno, yang kemudian menjadi presiden pertama Indonesia, dalam pidatonya tanggal 1 Juni 1945 yang kemudian dikenal sebagai pidato 'Lahirnya Pancasila', mengatakan bahwa kalau 5 sila tersebut diperas menjadi 1 kata, maka diperoleh satu kata Indonesia yang tulen yaitu 'gotong-royong'. 

Menurut Matius, sila-sila dalam Pancasila sendiri merupakan kristalisasi nilai-nilai universal, misalnya seperti kemanusiaan, kebangsaan yang menjiwai sila persatuan, dan demokrasi yang menjiwai sila kerakyatan. Interaksi nilai-nilai lokal dan global ini, yang dilandasi nilai-nilai moral dan spiritual, merupakan proses penting dalam menjaga persatuan dan jati diri bangsa, seraya terus berinovasi untuk kemajuan dan kebaikan bersama.

Halaman Selanjutnya
img_title