Peradilan di Masa Nabi Muhammad (1)
- Viva.co.id
Peradilan di Masa Nabi Muhammad
Ayat tersebut dijadikan sebagai landasan oleh para ulama untuk melaksanakan peradilan di muka bumi ini. Diperkuat dengan bukti jika Nabi adalah sebagai hakim di tengah umat Islam. Tidak hanya ketika memimpin umat Islam di Madinah, akan tetapi ketika beliau hidup di tengah kafir Quraisy, bahka sebelum diangkat menjadi Rasul, beliau telah membuktikan menjadi seorang yang menegakkan keadilan sehingga tidak terjadi perselisihan.
Pernah suatu ketika terdapat perselisihan di antara mereka ketika bangsa Quraisy hendak membangun Kakbah karena terjadi banjir bandang dan kerusakan karena kebakaran sebelumnya, bangunan tersebut akan direstorasi. Mereka urunan dengan harta yang bersih. Setiap orang membawa batu di leher mereka, begitu juga orang yang ikut serta adalah Nabi Muhammad, yang mana pada saat itu umurnya masih 35 tahun.
Saat selesai menata, sampailah pada peletakkan batu hajar aswad. Mereka saling berselisih siapa yang pantas meletakkan batu dari surga itu. Mereka beranggapan jika begitu beruntungnya orang yang meletakkan batu itu. Namun mereka saling berselisih tentang siapa yang pantas meletakkan batu itu. Perselisihan itu hampir terjadi peperangan.
Perselisihan tersebut berlangsung hingga 4 empat malam. Sampai Abu Umayyah bin al-Mughirah berkata: Wahai kaum, janganlah kalian berselisih, putuskanlah siapa yang kalian relakan untuk menjadi menjadi perwakilan. Mereka kemudian bersepakat jika orang yang masuk terlebih dahulu di Kakbah adalah pemegang kendali perkara. Kebetulan, Nabi Muhammad adalah orang yang masuk pertama kali. Orang Quraisy merasa lega, karena tahu peringai Nabi Muhammad, sebagai sosok yang amanah dan jujur.
Ketika Mereka menyampaikan kabar tersebut kepada Nabi Muhammad, Maka ia merentangkan selendangnya dan berkata: “Ambillah setiap dari Kabilah satu sisi dari kain selendang”. Kemudian Rasul meletakkan batu pada kain dan memerintahkan kepada mereka mengangkatnya sampai tiba di tempat hajar aswad. Rasulullah kemudian mengambilnya dan meletakan di tempatnya. Perseteruan pun selesai.
Hal ini menjadi bukti jika Nabi adalah hakim yang adil di antara perselisihan yang tersejadi, ini bisa dikatakan sebagai awal benih peradilan dalam sejarah umat Islam. Pada saat pra-Islam juga terdapat anggota hilful fudhul yang beranggotakan para ketua bangsa Qurasy. Mereka membentuknya untuk melerai pertengkaran di antara para kabilah di arab. (Lihar selengkapnya di Muhammad Khadri Bik, Nurul Yaqin, (t.tp., Dar al-Iman, t.th.), hlm. 21)