Mengenal Prof Maskuri, Kader PMII yang Kembali Pimpin Unisma

Prof. Dr. H. Maskuri, M.Si., Rektor Unisma periode 2022-2026
Sumber :
  • unisma.ac.id

Dari Tukang Cari Rumput hingga Rektor Unisma

Hilal Tak Terlihat di Indonesia, PBNU Tetapkan 1 Ramadhan 1445 Hijriyah Selasa

Dilansir dari laman resmi unisma.ac.id, Capaian Prof Maskuri hingga saat ini tak lepas dari didikan orangtuanya. Yakni, H. Abu syukur dan Hj. Shofiyah. Ia lahir di Tuban, 10 September 1967 dalam kondisi hidup yang sangat sederhana. Sang ayah merupakan petani ulung yang hanya menggarap sekitar empat petak sawah. Sedangkan sang ibu hanyalah sebagai ibu rumah tangga biasa. 

”Ayah saya petani sederhana, cuma punya mungkin empat petak sawah, sedangkan ibu adalah ibu rumah tangga biasa,” kata pria yang pernah menyandang sebagai Guru Besar termuda di Unisma ini.

Penjelasan GP Ansor Surabaya soal Banser Ricuh dengan Jemaah Ustaz Syafiq Riza Basalamah

Namun kesederhanaan itu justru membangkitkan semangat Prof Maskuri untuk membanggakan kedua orangtuanya. Bahkan ia mengaku sejak kecil di waktu masih duduk di bangku sekolah dasar hingga menengah pertama, yakni MI dan MTs., Maskuri muda sudah terbiasa mencari rumput untuk pakan ternak. Dari hasil ternak itulah ia bisa mendapatkan tambahan uang saku sekolah. 

Ia tetap memupuk semangat kemandiriannya dalam menimba ilmu hingga dewasa. Terbukti ketika duduk di bangku kuliah di Fakultas Tarbiyah, Unisma tahun 1992. Ia pernah berjualan majalah Anak Saleh secara door to door ke sejumlah kantor LP Ma’arif di sekitar Lamongan-Tuban-Bojonegoro.

Alasan Ansor dan Banser Tolak Pengajian Ustaz Riza Basalamah di Surabaya hingga Ricuh

Meski ia disibukkan mencari uang dengan berjualan, namun ia tetap menyempatkan waktu untuk sungguh-sungguh dan disiplin dalam belajar. Sehingga tak ayal bila di akhir-akhir masa kuliahnya, Maskuri turut membantu mengajar Kitab Nawawi di salah satu yang berada di Kota Batu. Kegiatan tersebut ia lakukan rutin setiap habis maghrib hingga isya tanpa imbalan sepeserpun.

“Imbalannya hanya setahun sekali dikasih imbalan baju, tapi kalau uang transport dan sebagainya saya sendiri. Padahal, waktu itu ongkosnya dari Dinoyo ke Batu naik bemo itu ya lumayan. Tapi tetap saya lakukan selama beberapa tahun sampai wisuda ,” kenangnya.

Halaman Selanjutnya
img_title