Pahami Dalil Musik agar Tak Mudah Mengusik

Kelompok hadrah memainkan alat musik rebana.
Sumber :
  • Viva.co.id

Surabaya, VIVA Jatim – Baru-baru ini masyarakat dihebohkan oleh aksi seorang pria yang mengamuk dan marah-marah di Masjid Al Ikhlas kompleks Perumahan Palm Spring, Kecamatan Jambangan, Kota Surabaya. Pria itu mengamuk karena di dalam masjid ada kegiatan shalawatan dengan diiringi alat musik rebana

Klarifikasi MUI yang Disebut-Sebut Dukung Pemakzulan Wapres Gibran

Pria dengan busana koko dan celana cingkrang itu marah karena menganggap bahwa bermain musik di dalam masjid haram dan merupakan perbuatan munkar. Akibat kegaduhan itu, pengelola masjid dan warga perumahan setempat sepakat menghentikan sementara segala kegiatan masjid, kecuali shalat berjemaah.

Lantas apa sebenarnya hukum bermain musik di dalam masjid menurut Islam? “Jadi begini, di masa Nabi (Nabi Muhammad SAW) sudah ada alat musik,” kata Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur, KH Ma’ruf Khozin, Kepada VIVA Jatim, Minggu, 8 Oktober 2023.

Bolehkah Beribadah Haji dengan Uang Utang? Ini Pendapat Kiai Ma'ruf Khozin

Satu waktu di masa Nabi, lanjut Kiai Ma’ruf, ada seorang perempuan sahabat Nabi melontarkan nazar akan menabuh rebana jika Nabi pulang dari perang dalam keadaan selamat. Nabi menanggapi itu nazar tersebut menyilakan si sahabat perempuan untuk menabuh rebana nanti.

Ketika Nabi pulang dari perang dalam kondisi selamat, sahabat perempuan tersebut kemudian melakoni nazarnya dengan menabuh rebana di depan Nabi. “(Cerita itu) Riwayat Tirmidzi dan para ulama sepakat [menyatakan bahwa] hadis ini sahih. Itu ada di dalam Kitab Attirmidzi,” ujar Kiai Ma’ruf.

Kritik Sosial Rhoma dan Jamrud dalam Lagu, dari Rok Mini hingga Kemiskinan

Sementara untuk dalil menabuh alat musik di dalam masjid, itu diriwayatkan dalam hadis yang lain. “Yakni ketika Nabi memerintahkan agar menyemarakkan dan jadikan pernikahan kalian di masjid, lalu tabuhlah rebana. Kalau kita menyebut sekarang hadrah, terbangan,” tandas Direktur Aswaja Center NU Jatim itu.

Hadis yang dimaksud Kiai Ma’ruf Khozin ialah: A’linuu an-nikaaha waj’aluuhu fii al-masaajid wadlribuu ‘alaihi bi al-duffi (Ramaikanlah pernikahan, jadikan pernikahan di masjid, dan tabuhkanlah dengan terbang). (Hadis riwayat Attirmidzi)

Kiai Ma’ruf menerangkan, di dalam kitab Fatawa al-Fiqhiyah al-Kubra 10/298, Ibnu Hajar menjelaskan: Hadis ini mengisyaratkan dibolehkannya menabuh terbang di masjid. Hal tersebut disampaikan oleh ulama Salaf seperti Abu Zur’ah, Ibnu Abdi Salam, Ibnu Daqiq al-Id, Asy-Syairazi dan sebagainya.

Nah, berdasarkan hadis dan pendapat ulama di atas, Kiai Ma’ruf menyampaikan bahwa pada prinsipnya alat musik di masa Nabi sudah ada dan di antaranya dimainkan di masjid, kendati masih ada perbedaan apakah itu dimainkan di dalam atau di halaman masjid.

“Nah, teman-teman kita, misalnya dari remaja masjid atau Ishari, itu mereka memilih pendapat yang boleh [memainkan musik di dalam masjid untuk mengiringi shalawat atau puji-pujian mengandung zikir],” ujar Kiai Ma’ruf.

Kiai Ma’ruf berpendapat, kejadian pria marah-marah karena ada kegiatan shalawatan dengan iringan musik rebana yang terjadi di Masjid Al Ikhlas Jambangan, Surabaya, beberapa hari lalu itu adalah korban dari doktrin yang menyatakan bahwa semua musik adalah haram. “Saya rasa itu termakan fatwa dari ulama salafi,” ucapnya.

Padahal, lanjut dia, tak semua alat dan permainan musik itu haram. “Padahal perlu dipilah, mana alat musik yang tidak membawa kemunkaran. Seperti shalawatan, kan, tidak ada kemunkaran itu. Beda dengan yang koplo yang sampai joget dan jingkrak berdesak-desakan dengan perempuan. Itu beda lagi. Kalau ini [musik yang menimbulkan maksiat] kita sepakat [hukumnya haram],” kata Kiai Ma’ruf.