Menu Wajib saat Lebaran, Ini Sejarah dan Filosofi Ketupat
- Viva.co.id
Jatim – Ragam hidangan selalu tersaji dengan baik kala Hari Raya Idul Fitri tiba. Ragam makanan maupun cemilan hadir di hadapan para tamu, sebagai wujud syukur atas hari kemenangan yang telah diraih.
Meski ada banyak ragam makanan yang tersaji, namun pada umumnya, lebaran selalu identik dengan ketupat. Ia menjadi menu dasar sekaligus andalan saat lebaran. Terbuat dari beras dan dibungkus dengan daun Siwalan, membuatnya cocok disantap dengan jenis lauk apa saja.
Biasanya, opor ayam hingga sayur daun pepaya menjadi pelengkap bagi siapa saja yang ingin menikmati sajian lebaran. Terlepas dari itu, pernahkah kita berpikir soal bagaimana asal usul, sejarah serta makna filosofi ketupat di hari lebaran itu?
Dilansir dari VIVA, pada Minggu, 23 April 2023, berikut ini sejarah asal usul dari Ketupat. Ketupat pertama kali muncul di Tanah Jawa sejak abad ke-15, pada masa pemerintahan Kerajaan Demak.
Kala itu, Sunan Kalijaga yang memperkenalkan ketupat pertama kali. Sunan Kalijaga memperkenalkan ketupat kepada masyarakat dalam rangka untuk berdakwah menyebarkan agama Islam ke Tanah Jawa.
Dalam menyebarkan agama Islam, Sunan Kalijaga menggunakan pendekatan budaya. Ketupat merupakan salah satunya yang dipilih karena dianggap bisa dekat dengan kebudayaan masyarakat Jawa saat itu.
Dalam penyebarannya, Sunan Kalijaga memperkenalkan istilah yang dikenal dengan Bakda. Bakda memiliki arti setelah. Ada dua buah Bakda yang dibudayakan, yaitu Bakda Lebaran dan Bakda Kupat.
Bakda Lebaran adalah saat Hari Raya Idul Fitri, di mana seluruh umat Islam diharamkan untuk berpuasa. Sedangkan Bakda Kupat adalah hari raya bagi orang yang melaksanakan puasa syawal selama enam hari. Biasanya, Bakda Kupat dilaksanakan satu minggu setelah Lebaran.
Seiring dengan berjalannya, waktu tradisi ketupat (kupat) lebaran menurut cerita adalah simbolisasi ungkapan dari bahasa Jawa ku = ngaku (mengakui) dan pat = lepat (kesalahan). Atau secara kata berarti mengakui kesalahan.
Adapun mengakui kesalahan ditandai dengan adanya tradisi sungkeman (bersimpuh di hadapan orangtua sambil meminta maaf atas kesalahan yang mungkin pernah dilakukan).
Selain itu, Ketupat juga merupakan simbolisasi ungkapan Bahasa Jawa Laku Papat yang berarti empat tindakan yaitu lebaran, luberan, leburan, dan laburan.
Lebaran yang berasal dari kata lebar yang berarti bahwa adanya pintu pengampunan yang terbuka lebar. Kemudian, Luberan artinya melimpah yang dijadikan sebagai simbol ajaran sedekah yang diidentikan dengan membayar zakat fitrah.
Lalu leburan itu artinya habis atau melebur yang bermakna bahwa perayaan Idul Fitri adalah kesempatan di mana manusia kembali menjadi fitrah. Kemudian, laburan yang mengandung makna, manusia sebaiknya senantiasa menjaga kesucian lahir dan batinnya.