Beratkan Masyarakat, Legislator PKB Jatim Kritik Harga BBM Naik

Ahmad Athoillah Fraksi PKB DPRD Jatim.
Sumber :
  • A Toriq A/Viva Jatim

Jatim – Anggota Komisi B DPRD Jawa Timur Ahmad Athoillah atau Gus Atho’ mengaku kecewa dengan keputusan pemerintah menaikkan harga BBM subsidi jenis Pertalite dan solar akhir pekan lalu. Menurutnya, dampak keputusan itu memberatkan masyarakat.

Deny Widyanarko Siap Lawan Petahana di Pilkada Kediri 2024: Demi Marwah Demokrasi!

Seperti diketahui, Presiden Jokowi secara resmi mengumumkan kenaikan harga BBM jenis pertalite dari harga dari Rp7.650 per liter jadi Rp10.000 ribu per liter. Sedangkan harga solar subsidi dari Rp5.150 per liter jadi Rp6.800 per liter.

Gus Atho’ mengatakan, kenaikan BBM subsidi oleh pemerintah merupakan kebijakan yang begitu sulit. Sebab kenaikan tersebut akan menyetuh langsung serta berdampak signifikan bagi perekonomian masyarakat, apalagi geliat ekonomi pasca Pandemi COVID-19 baru terjadi.

Daftar Calon yang Pasti Diusung PKB pada Pilkada di Jatim, untuk Pilgub?

"Kenaikan harga BBM utamanya untuk jenis Pertalite dan solar memang sangat berdampak signifikan di masyarakat, banyak dari kalangan masyarakat menengah ke bawah saat ini merasa kecewa dengan keputusan pemerintah. Dari kalangan teman-teman mahasiswa juga banyak yang aksi turun ke jalan untuk menanggapi kenaikan BBM tersebut," kata Gus Atho', Senin, 5 September 2022.

Anggota Fraksi PKB itu menuturkan, kondisi keuangan nasional memang tidak sedang baik-baik saja. Apalagi anggaran untuk mensubsidi kebutuhan masyarakat ini diperkirakan tidak sampai satu tahun. Namun ia menilai lambungan harga BBM yang kini ditetapkan pemerintah terlalu berlebihan. Karena dapat merusak perputaran ekonomi di akar rumput, khususnya para pedagang kecil. 

Pilkada Lamongan 2024: Yuhronur Efendi Daftar di PDIP, Ketua PKB Daftar di NasDem

"Memang kenaikan BBM bagi Pemerintah merupakan pilihan yang sulit apalagi ditengah lonjakan harga minyak mentah Dunia. Dengan kondisi pelemahan kurs rupiah, diperkirakan anggaran subsidi sebesar Rp502,4 triliun diperkirakan tidak cukup sampai akhir tahun. Tapi, pemerintah juga tidak harus menaikkan sebesar itu," tandas Gus Atho'. 

"Banyak UMKM di pelosok desa yang sedang recovery pasca pandemi COVID-19. kalau dibebankan sebegitu besarnya akan berdampak hancurnya perputaran ekonomi di tengah masyarakat," imbuhnya. 

Politisi Dapil Mojokerto-Jombang itu mengatakan, pemerintah harus merubah pola pembelian masyarakat terhadap konsumsi BBM. Harus ada pembatasan siapa saja yang dapat menggunakan BBM subsidi ini. Jika hal tersebut dilakukan, maka kouta terhadap BBM subsidi melebihi terhadap apa yang sudah disediakan pemerintah. 

"Pertalite boleh naik, tapi kalau nilainya 10 ribu akan melemahkan ruang gerak masyarakat kecil. Seharusnya pemerintah lebih menekankan untuk masyarakat kalangan menengah keatas untuk tidak membeli BBM bersubsidi. Lebih ditekankan regulasi mobil jenis tertentu untuk tidak membeli pertalite dan solar," katanya. 

Di lapangan, ia sering melihat banyak pengguna mobil mewah mengambil kesempatan dengan masih menggunakan BBM bersubsidi, bahkan hal itu juga terjadi kepada mobil plat merah. Ketidak sadaran masyarakat pengguna mobil mewah ini seharusnya menjadi perhatian khusus bagi pemerintah, dengan memberikan regulasi yang berbeda dengan rakyat menengah kebawah. 

"Prediksi konsumsi Pertalite dan Solar akan melebihi kuota yang ditetapkan itu tidak dikarenakan masyarakat menengah kebawah. Tapi lebih dikarenakan beberapa jenis mobil seperti innova reborn, pajero sport masih parkir di BBM Solar, mobil mewah lainnya juga masih membeli Pertalite. Atau bisa juga dengan cara ASN golongan paling atas serta pejabat lainnya tidak diperbolehkan membeli BBM bersubsidi," ujarnya.