Kampung Onggoboyo: Melahirkan Dalam Kegelapan Tak Lagi Dirasakan
- Madchan Jazuli/Viva Jatim
Kediri, VIVA Jatim –"Saya merasakan sewaktu lahiran anak terakhir masih menggunakan lampu teplok 2002. Listrik baru masuk 2023 kemarin mas," keluh Juwarti.
Ungkapan tersebut ia ungkapkan dengan penuh penghayatan. Sembari menerka-nerka ingatan, sekaligus menatap lampu di ruang tamu telah menyala.
Juwarti adalah sekian belas keluarga penduduk Kampung Onggoboyo Desa Babadan Kecamatan Ngancar Kabupaten Kediri yang baru setahun merasakan listrik bisa masuk ke wilayahnya.
Menuju lokasi Kampung Onggoboyo membutuhkan effort. Kendati menjadi jalur utama ke arah Wisata Gunung Kelud dengan beraspal hotmik. Namun harus masuk gang area perkebunan tebu yang luas.
Roda sepeda motor tidak sedikit yang menyelip diantara debu pasir khas Gunung Kelud. Hampir 2 kilometer medan lahan tebu milik PT Perkebunan Nusantara (PTPN) X ini penuh kehati-hatian agar tidak terjatuh.
Juwarti merupakan salah satu warga RT 7 RW 3 Desa Babadan Kecamatan Ngancar Kediri atau yang lebih dikenal Kampung Onggoboyo.
Tahun kemarin alias di 2023 baru mendapat bantuan listik, sebelumnya untuk kebutuhan listrik sehari-hari memakai genset.
"Sebelum ada listrik masuk ya bagaimana memang keadaannya seperti ini. Kami sudah menerima dengan keadaan pertama lalu kita minta kapan ya ada listrik bisa masuk," ujar Juwarti kepada VIVA Jatim di awal November 2024 kemarin.
Dirinya mengaku dahulu masih menggunakan penerangan lampu teplok atau ublik. Beralih menggunakan solar cell, namun hanya bertahan 1 tahun. Gegara aki atau baterainya tidak kuat sehinhga mengalami penurunan daya dan berakhir rusak.
"Lalu berganti penerangan genset, genset setiap hari habis 1 liter. Hanya kuat selama 3 jam. Diatas itu sudah gelap gulita," bebernya.
Selama listrik belum masuk ke Onggoboyo, perempuan berusia 44 tahun ini mengisahkan dirinya sendiri yang mengalami proses persalinan di tengah-tengah kegelapan.
"Ada saja, posisi di saya sendiri sewaktu melahirkan anak yang nomor 2 itu belum ada listrik belum ada genset hanya dimar ublik. Lahirnya tahun 2002 anak yang kedua bernama Rizki," kenangnya lirih.
Ia tetap bersyukur melahirkan dengan lancar di rumah kendati pun belum bertemu bidan, namun persalinan berjalan lancar.
"Alhamdulillah bisa lahir sendiri," akuinya.
Ibu tiga anak ini bersama belasan KK yang lain amat senang ketika ada bantuan listrik. Warga tidak merasa kesepian di malam hari, pun juga anak-anak yang bisa belajar nyaman serta riang gembira dalam bermain.
"Apalagi anak-anak senang banget. Bisa belajar nyaman, melihat TV. Pokonya alhamdulillah," imbuhnya.
Lain Juwarti lain Suwantik. Pria warga Kampung Onggoboyo ini membeberkan dahulu penerangan cuma menggunakan lampu teplok minyak tanah. Setelah lampu minyak langka terus ada usulan ke peemerintah Desa disampaikan Pemerintah Kabupaten Kediri hingga mendapatkan bantuan solar cell.
Lalu, tahun 2014 akan tetapi solar cell itu hanya untuk penerangan saja, jadi untuk TV itu tidak bisa, cuma aktif menyala itu sekitar 1 tahun setelah itu mulai redup sehingga warga beralih menggunakan genset.
"Setiap warga memiliki genset sendiri sendiri. Waktu sore menjelang malam semua rumah ll suaranya genset semua. Ya, seperti pasar malam," selorohnya.
Pak Tik, sapaan akrab beliau menjelaskan satu liter solar hanya kuat selama 3 jam. Yaitu mulai pukul 18.00 WIB sampai 21.00 WIB sudah habis
"Ya cuma 3 jam untuk menonton televisi yang hobinya nonton bola, bola mau masuk lekas teriak gol. Itu sudah habis mati," kenangnya.
Meski dirinya bukan kelahiran Kampung Onggoboyo, istrinya asli kelahiran kampung yang dikelilingi Perkebunan Tebu. Kalau dirinya sudah lama sejak tahun 1985 silam.
Penggunaan minyak untuk lampu teplok lebih efektif, selain bisa untuk semalam suntuk juga biaya lebih murah dan di p. hitam hitam," guraunya sembari tertawa kecil.
Jadi mau apalagi, adanya cuma itu lama-lama ada genset cuma genset bisa menonton televisi untuk cas handphone tetapi pembiayaannya cukup besar
Pak Tik mengaku bila menggunakan genset harus menghabiskan bahan bakar paling tidak 10 ribu setiap malam. Sehingga bila sebulan penuh, sudah ratusan ribu rupiah yang harus dikeluarkan.
Baginya, uang ratusan ribu cukup banyak untuk warga desa. Selain itu, genset yang digunakan setiap hari juga akan cepat rusak.
"Kalau dikalikan 10 hari saja sudah berapa. Genset itu saya setiap tahun ganti. Total sudah habis 5, karena setiap tahun saya ganti alias rusak," ujarnya.
Dengan adanya bantuan listrik masuk dari PLN dan juga Pemerintah Kabupaten Kediri ini sangat membantu warga. Yang dulunya gelap diatas jam 9 malam, sekarang sudah terang benderang sampai pagi datang.
"Perasaannya kalau bantuan listrik itu ya bagaimana ya Ya senang sekali dan setengah tidak percaya," tandasnya.
Setelah berpuluh-puluh tahun, tepat pada 28 Maret 2023, PTPN X melaksanakan pemasangan aliran listrik PLN ke Kampung Onggoboyo Desa Babadan, Kecamatan Ngancar Kabupaten Kediri.
Sementara, Manager PLN UP3 Kediri Edi Cahyono pada waktu setahun silam mengaku pihaknya telah memberikan suport. Pun begitu, pihaknya sebelumnya tetap memastikan kondisi di lapangan.
Hal itu lantaran, setelah pembangunan jaringan di Kampung Onggoboyo tidak memunculkan persoalan gegara menempati lahan perkebunan. Sehingga, perlu adanya pertemuan dengan pihak perkebunan yang difasilitasi Pemkab Kediri.
Manager PLN UP3 Kediri Edi Cahyono menyebutkan, untuk melayani jaringan listrik di perkampungan baru di Dusun Ngolakan itu, dilakukan penanaman 22 tiang listrik yang pengerjaannya dimulai pada Juni 2022.
"Alhamdulilah sekarang ini telah terwujud, ini bentuk kolaborasi bersama, dan kami PLN bisa memberikan layanan terbaik kami atas suport PTPN X, pemerintah daerah, serta DPRD," urainya.
Sejalan dengan semangat PLN 'Salurkan Energi Bersih, Wujudkan Kolaborasi' untuk terus melayani masyarakat.