Bau Menyengat Ganggu Warga, DPRD Kabupaten Mojokerto Sidak PT Enero
- Viva Jatim/Luthfi
Mojokerto, VIVA Jatim – Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Mojokerto melalukan inspeksi mendadak (sidak) di PT Energi Agro Nusantara (Enero). Sebab, belakangan ini bau menyengat akibat akivitas produksi menggangu warga sekitar.
Sidak ini dipimpin Wakil Ketua DPRD Kabupaten Mojokerto Khoirul Amin bersama sejumlah anggota komisi III, Kamis, 6 Februari 2025. Mereka menemukan ada hasil produksi yang tidak ditangani dengan baik dan mengeluarkan bau tidak sedap.
Amin menyebut, bau menyengat dari pabrik bioetanol itu menganggu masyarakat di sekitar.
“Sidak ini soal bau yang dirasakan masyarakat. Kami ingin mengonfirmasi kepada pihak perusahaan,” katanya kepada wartawan usai sidak, Kamis, 6 Februari 2025.
Berdasarkan keterangan dari pihak PT Enero, lanjut Amin, bau menyengat berasal dari proses akhir produksi yang menghasilkan gas metana (CH4). Atas temuan ini, pihaknya meminta PT Enero untuk segera mengatasi.
“Tentunya, bau yang belum bisa dinetralkan harus segera diatasi. Karena memang dari proses pembuatan etanol itu yang akhir, perlu penanangan karena berdampak ke masayarakat,” ungkapnya.
Enero merupakan produsen ethanol fuel grade ethanol berbahan baku tetes tebu. Dalam produksinya, Enero mengolah tetes menjadi etanol.
Oleh PT Enero, kandungan biogas dari proses akhir harus dibakar untuk mengurangi bau menyengat. Namun, dewan menyanyangkan hal tersebut. Sebab, biogas dapat diolah menjadi sumber energi alternatif pengganti LPG.
Berangkat dari situ, Amin berharap PT Enero mengola kembali biogas untuk bisa disalurkan kepada masyarakat melalui program CSR.
“Kami berharap perusahaan ini dapat memeberikan kontribusi kepada masyarakat khususnya CSR nya. Yang mana hasil pembakaran ini bisa dimanfaatkan untuk bio gas. Ini yang saya dorong, agar perusahaan berkenan dan supaya terealisasi semuanya,” bebernya.
PT Enero juga menghasilkan produk Pupuk Hayati Enero yang menjadi alternatif petani. Pupuk tersebut mengeluarkan bau tak sedap. Ketika petani tidak segera menggunakannya setelah didistribusikan, maka akan berdampak kepada masyarakat luas.
“Mamang petani sering memanfaatkan itu, memang dampaknya bau ketika dipakai di sawah. Tetapi kalau langsung dipakai,,tidak ditimbun, bisa teratasi,” papar Amin.
Direktur PT Enero, Puji Setiawan, proses ferementasi tetes menjadi ethanol menghasilkan produk samping berupa spent wash. Spent wash selanjutnya diolah menjadi pupuk hayati.
Proses pengelohan speng wash inilah menghasilkan produk samping berupa biogas yang tidak mungkin dijadikan pupuk. Gas ini mengandung metana (CH4). Dimana, kandungan metana 54-60 persen. Ini dapat dibakar untuk mengurangi bau yang timbul.
“Baunya memang secara natural seperti bau lpg. Jadi sifat gasnya baunya begitu,” katanya.
Apabila api pembakaran mati dapat memicu bau tak sedap dari biogas. Bau inilah yang menyebar luas ke masyarakat.
Namun, Puji memastikan tidak ada unsur kesengaja melapas gas pada waktu tertentu ke pemukiman penduduk. Karena sistem kerja pembakaran menyala 24 jam.
“Kami secara teknis di purusahaan, policy kami kepada seluruh tim jangan sampai ada biogas tidak kebakar lepas ke lingkungan. Kalau bau itu sampai ke wilayah Batankrajan dan Berat, itu bisa jadi apinya mati,” ungkapnya.
Untuk mengatasi hal tersebut, pihaknya tengah mencari solusi untuk memonitor api pembakaran. Sehingga, jika api mati bisa segera teratasi, khususnya di waktu siang.
Perihal usulan DPRD Kabuoaten Mojokerto menyalurkan pupuk cair maupun biogas sebagai alternatif LPG, PT Enero menyambut baik.
“Secara teknis bisa. Kami akan menyiapkan surat paling lambat besok. Menindaklanjuti dari DRPD kabupaten Mojokerto, kami akan memohon kepada pemegang saham untuk diberikan paket budgeting (anggaran) untuk memberikan CSR kepada warga,” terangnya.