Pemerintah Turunkan Tiket Pesawat Jelang Lebaran 2025, Gapasdap: Transportasi Laut Juga Perlu Perhatian
- Mokhamad Dofir/Viva Jatim
Surabaya, VIVA Jatim –Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (Gapasdap) mendesak agar pemerintah tidak hanya fokus pada transportasi udara, tetapi juga memberi perhatian pada nasib angkutan penyeberangan dan transportasi laut menjelang musim mudik Lebaran 2025.
Permintaan itu disampaikan seiring turunnya harga tiket pesawat domestik kelas ekonomi berkisar 13 hingga 14 persen selama angkutan Lebaran 2025. Penurunan terjadi setelah pemerintah memutuskan menekan biaya avtur, menurunkan ongkos layanan bandara di 37 bandara serta mengucurkan insentif dengan menanggung PPN tiket sebesar 6 persen.
Kepala Bidang Usaha dan Pentarifan DPP Gapasdap, Rachmatika Ardiyanto mengatakan, angkutan penyeberangan memiliki fungsi rangkap. Selain sebagai sarana angkut juga sekaligus infrastruktur untuk mengangkut berbagai alat transportrasi yang sangat berkaitan dengan keselamatan transportasi sebagai pertaruhannya.
"Jika pemerintah saat ini menurunkan tarif angkutan udara, dengan memotong beberapa biaya-biaya seperti pajak penjualan, pajak bahan bakar, biaya-biaya terkait dengan jasa bandara. Maka angkutan penyeberangan juga mengharapkan perhatian yang sama dari pemerintah. Saat ini tarif yang berlaku pada angkutan penyeberangan sangat rendah dan mengalami kekurangan dari perhitungan HPP sebesar 31,8 persen, yang dihitung bersama-sama antara Kemenhub, PT ASDP, Asosiasi Gapasdap, Asuransi Jasa Raharja dan Jasa Raharja Putra, perwakilan konsumen, serta diketahui oleh Kemenko Marvest pada tahun 2019," bebernya, Selasa, 4 Maret 2025.
Menurutnya, hal ini yang seharusnya menjadi perhatian pemerintah, ketika tarif belum sesuai dengan perhitungan biaya pokok maka seharusnya juga diberikan insentif dari biaya-biaya yang ada. Baik biaya kepelabuhanan, perpajakan, PNBP, bunga perbankan serta subsidi BBM yang seharusnya berbeda dibandingkan moda transportasi lain.
"Bahkan kendaraan pribadi sekalipun, karena adanya fungsi rangkap sebagai infrastruktur [jembatan] di negara maritim," tegasnya.
Pihaknya mengaku khawatir apabila kondisi ini diabaikan, maka perusahaan transportasi laut akan makin kesulitan mengoperasikan kapal. Terutama dalam rangka memenuhi standar keselamatan maupun kenyamanan yang ditetapkan pemerintah.
Ia menyebut, tarif angkutan penyeberangan saat ini seharusnya mengalami penyesuaian per tanggal 1 November 2024 sebesar 5 persen sesuai KM 131 tahun 2024.
Namun pada 18 Oktober 2024 kata dia, dilakukan penundaan oleh Dirjen Darat Kemenhub secara sepihak tanpa melibatkan stakeholder dan hingga kini tak kunjung diberlakukan.
"Kami memandang bahwa penundaan yang tidak ada batas waktu tersebut bertentangan dengan PM 66 tahun 2019 tentang Formulasi Perhitungan Tarif Angkutan Penyeberangan, bahwa yang menetapkan tarif adalah Menteri Perhubungan RI, dan ketika menunda atau membatalkan hendaknya melalui tahapan dan juga dengan menggunakan Peraturan Menteri yang baru," sebutnya.
Oleh sebab itu, Gapasdap meminta pemerintah agar juga memperhatikan sektor angkutan penyeberangan. Meskipun tarif yang berlaku masih belum sesuai dengan perhitungan.
"Kami mohon agar diberikan insentif-insentif baik biaya kepelabuhanan, PNBP, perpajakan, bunga perbankan, dan juga harga BBM subsidi yang berbeda dibandingkan dengan moda transportasi lain. Kami juga berharap agar tarif yang kemarin dilakukan penundaan pemberlakuan, dapat segera diberlakukan setelah masa angkutan lebaran selesai," tutupnya.