Rasa Nasionalisme dalam Fiqih Peradaban Menurut KH Fafabihi Mahrus Lirboyo
- M. Lutfi Hermansyah/Viva Jatim
Jatim –Fiqih Peradaban merupakan salah satu upaya mempertahankan kalimat-kalimat yang diajarkan oleh guru-guru ataupun para pendahulu. Salah satunya dalam upaya mengarahkan supaya memperkuat rasa nasionalisme.
Pernyataan ini disampaikan oleh Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Abdullah Kafabihi Mahrus dalam Fiqih Peradaban di Pondok Pesantren Lirboyo, Sabtu 21 Januari 2023.
"Kalau fiqih peradaban ini sudah di laksanakan dengan baik. Maka diharapkan yang muncul rasa nasionalisme, sehingga NKRI tidak tergoyak-koyak," ujarnya.
Kiai yang pernah mencari ilmu di Pondok Pesantren Al-Fadllu Kaliwungu, Kendal yang diasuh oleh KH Dimyathi Ro'is ini mengungkapkan bahwa fiqih peradaban yang diusung menjadi agenda besar dalam rangkaian peringatan satu abad Nahdlatul Ulama.
Sebab, menurut KH Kafabihu Mahrus, yang berkewajiban menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah semua. Menjaga negara, baik dari rong-rongan luar negeri atau dalam negeri merupakan kewajiban bersama.
Kiai Mahrus melanjutkan fiqih peradaban supaya adanya ta'awun saling tolong-menolong dilakukan oleh rakyat Indonesia. Secara umum, bawasanya bangsa Indonesia sangat luar biasa dalam menjaga negara dan tidak lepas dari ajaran-ajaran para nabi dan ulama-ulama zaman dahulu.
"Acara halaqah fiqih peradaban yang merupakan arahnya supaya kita semuanya bangsa Indonesia sesuai dengan jargon kita Hubbul Wathon Minal Iman," katanya.
Kiai yang juga menjabat sebagai Rektor Institut Agama Islam Tribakti (IAIT) Kediri ini menyebutkan, Indonesia mempunyai ciri khas yang sangat luar biasa. Ciri khas tersebut diakui oleh dunia internasional dan Timur Tengah.
"Yaitu akhlakul karimah seperti hadist Nabi Muhammad yang diperintah untuk menyempurnakan akhlak," terangnya.
Kiai Kafabihi menggaris bawahi akhlakul karimah inilah merupakan visi dan misi Rasulullah. Sehingga, seseorang yang dinilai adalah akhlak dan adab. Walaupun agama dan ilmu luas, namun ketika akhlak bejat, maka tidak ada nilainya.
"Bahkan orang yang bodoh yang berakhlakul karimah ini lebih utama daripada orang alim yang tidak berakhlakul karimah. Banyak Orang Arab mengatakan ilmu di Arab berkembang, kalau berbicara akhlak Rasulilllah, ini ada di Indonesia, ada di Jawa. Wabil khusus di pesantren-pesantren yang demikian tidak lepas pemimpin-pemimpin kita," pungkasnya.
Sebagai informasi, puncak gelaran Fiqih Peradaban PBNU dijadwalkan pada awal Februari 2023 mendatang. Setidaknya telah menyampaikan undangan kepada 200 ulama dunia dari 50 negara untuk menghadiri Muktamar Internasional Fiqih Peradaban di Surabaya, Jawa Timur.