Pentingnya Peran NU dalam Pemberdayaan Sosial Menurut Gus Rijal Mumazziq

Gus Rijal Mumazziq dalam Halal Bihalal PCNU Sumenep
Sumber :
  • Ibnu Abbas/Viva Jatim

Jatim –Rektor Universitas Al-Falah As-Sunniyah, Kencong, Jember, Gus Rijal Mumazziq Z menjelaskan sebagai organisasi sosial keagamaan dengan basis massa yang besar, Nahdlatul Ulama (NU) perlu hadir memberikan perhatian serius dalam pemberdayaan sosial.

Ansor Jatim Respons Polemik Warung Madura: Itu Konsep Nyata Ekonomi Kerakyatan

Hal itu ia sampaikan saat mengisi acara Halal Bihalal Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Sumenep, Kamis, 18 Mei 2023.

"Tidak perlu uang banyak untuk membahagiakan warga NU. Cukup perhatikan mereka," kata Gus Rijal, sapaan lekatnya.

Minta Nasihat, Ketua TKD KIM Gresik Silaturahmi ke Ketua PCNU

Ia lantas menyebut, bahwa selama ini tak dapat dipungkiri, lebih sibuk mengurus organisasi secara administratif daripada mengurusi warganya. Sehingga, menurut Gus Rijal, perlu diselaraskan misi besar Nahdlatul Ulama dalam mewujudkan kesejahteraan sosial.

"Anomali di antara kita, tak dapat dipungkiri, manakala sebagian dari kita lebih sibuk ngurusi organisasi, daripada sibuk mengurusi warga. Artinya di sini perlu diselaraskan, misi kita dan sebagainya," lanjutnya.

Didatangi Pemda dan BKKBN, Ini Alasan Bocah 4 Tahun di Sampang Madura Tunangan

Gur Rijal menambahkan, Nahdlatul Ulama yang sejak awal memiliki kaitan erat dengan warga di akar rumput, baik secara amaliah maupun jam'iyah, tentu sering menjumpai ragam persoalan yang dihadapi warganya sendiri. Hal ini, menurut Gus Rijal, perlu mendapatkan perhatian serius.

Ia lantas menceritakan satu fakta yang terjadi di kalangan warga NU. Ada salah seorang warga pejuang NU sejak kecil. Mulai dari aktif di IPNU, GP Ansor, Ranting NU, MWCNU hingga PCNU. Tiba-tiba ketika di usia tua, orang tersebut menderita penyakit stroke.

"Lantas apakah kita akan peduli dengan orang itu? Sekadar membelikan kursi roda melalui LAZISNU? Tapi ini jarang sekali terpikirkan oleh kita. Ini pejuang NU sejak muda, tapi ketika dia stroke tidak kita perhatikan," jelasnya.

Gus Rijal meyakini bahwa NU sebenarnya memiliki potensi besar untuk saling bersinergi meski dengan modal gratisan. Salah satu yang paling konkret diwujudkan adalah dengan semangat gotong-royong dan urunan untuk mewujudkan ide bersama dalam mendorong kesejahteraan sosial.

"Kita semua memiliki kekuatan untuk bersinergi, dg modal gratisan. Yang penting saling memiliki visi untuk mewujudkan ide bersama," lanjutnya.

Tak sampai di situ, Gus Rijal juga menyebut ada kasus lain yang selama ini luput dari perhatian bersama. Yakni adanya warga NU yang tiba-tiba berubah menjadi Wahabi atau aliran-aliran lain yang berseberangan. Bila diselami motif kepindahannya, ternyata tidak hanya soal ideologi. Melainkan karena faktor ekonomi.

Ia pun menceritakan salah satu kejadian di Kabupaten Lumajang. Ada salah seorang warga NU yang keluarganya wafat. Selama dirawat di rumah sakit telah menghabiskan banyak biaya. Sebagai orang yang memegang teguh amaliyah NU, tentu menyelenggarakan tahlilan adalah kewajiban.

"Sehingga Ia memutuskan untuk berutang agar bisa menyelenggarakan tahlilan keluarganya yang meninggal itu. Habiskan jutaan rupiah," terangnya.

Bagi sebagian warga NU yang taraf ekonominya menengah ke atas, tahlilan mungkin bukan persoalan yang sulit. Tapi bagi mereka yang miskin, tidak mampu, menyelenggarakan tahlilan adalah satu hal yang memberatkan. Karena harus mengeluarkan biaya jutaan rupiah.

"Dalam situasi yang sulit seperti ini, kemudian datang orang dari kalangan minhum (aliran sebelah yang bersebrangan dengan ajaran NU) untuk membantu membayar segala utang-utangnya. Orang itu sangat dipedulikan oleh kalangan sebelah itu," ujarnya.

Hingga akhirnya, lanjut Gus Rijal, orang itu yang semula NU tulen, malah pindah haluan menjadi bagian dari kalangan sebelah. Bahkan lama-kelamaan menghujat dan menggugat tahlilan sebagai ajaran NU.

Kenyataan semacam ini, menurut Gus Rijal sangat disayangkan bila dibiarkan. Tentu perlu ada upaya-upaya khusus untuk setidaknya memberikan atensi dan perhatian kepada warga-warga NU yang tengah mengalami kesulitan.

Ia pun menyarankan, bagi warga NU yang kondisi ekonominya sulit, boleh untuk tidak melaksanakan tahlil. Kalau pun ingin, tentu dengan hidangan dan bingkisan seadanya. Tidak perlu dipaksakan mewah hingga akhirnya menimbulkan madharat di kemudian hari.

"Kemudian juga di setiap kali ada keluarga NU yang wafat, Banserlah yang harus datang pertama kali. Tidak cukup sekadar datang, melainkan juga membawa bantuan air mineral dan rokok atau lainnya untuk kebutuhan suguhan tahlilan," tegasnya.

Saran ini pun tidak serta-merta disampaikan saja. Gus Rijal menyebut bahwa apa yang ia sampaikan juga telah dilakukan di daerahnya sendiri. Dengan menjadikan GP Ansor sebagai laboratorium pemberdayaan masyarakat.

"Haul keluarga saya tidak pernah dilaksanakan meriah. Untuk bingkisan saya kasih dua macam. Pertama berupa bahan mentah dan kedua buku hujjah nahdliyah untuk ideologisasi. Jadi datang ke haul pulang bawa oleh-oleh dan buku," pungkasnya.