Lembaga Pangan Diminta segera Kendalikan Harga, Bambang Haryo: Tak Ada Istilah Kiamat Beras
- Istimewa
Padahal, lanjut dia, Malaysia hanya mempunyai lahan produktif untuk pertanian padi sebesar 648 ribu hektare atau hanya sekitar 0,9 persen dari lahan produktif di Indonesia yang seluas sekitar 70 juta hektare. “Adapun penduduk Malaysia jumlahnya sekitar 33 juta jiwa atau sekitar 12 persen dari total penduduk di Indonesia,” imbuh BHS.
Malaysia, tambah BHS, masih mengimpor beras dari India, Pakistan, Vietnam, dan Thailand sampai dengan September 2023 dan target tahun ini impor 1,2 juta ton. Kondisi ini tidak berbeda jauh dengan Indonesia.
Kenapa Malaysia bisa menjamin kecukupan beras kepada rakyatnya? dan menjamin harga beras premium sebesar 9.000 rupiah berlaku di seluruh wilayah Malaysia, sedangkan Indonesia kesulitan, padahal Indonesia memiliki lahan produktif pertanian terluas di Asia, kenapa tidak bisa?,” tanya BHS.
Nah, soal itulah kata di yang perlu dikaji dan dianalisa secara maksimal oleh Kementerian Pertanian bersama Kementerian Perdagangan dan lembaga-lembaga yang bertanggung jawab terhadap pangan.
"Sedangkan, saat saya hadir di Vietnam yang merupakan penghasil beras terbesar urutan ke-5 di dunia sebesar 27,1 juta ton setelah Indonesia sebesar 34,4 juta ton, kenapa harga beras di Vietnam jauh lebih murah dari Indonesia, yaitu sebesar 11.250 Dong atau sekitar 7.000 rupiah per kilogram, padahal lahan pertanian di Vietnam dari 33 juta hektare lahan produktif, hanya 3,8 juta hektare yang dipergunakan secara hukum untuk pertanian beras saja," tandas BHS.
Itupun, tambah dia, Vietnam mempunyai penduduk 97,33 juta jiwa, tetapi negara bisa menjamin kecukupan kebutuhan berasnya dan Vietnam bisa swasembada beras, bahkan sekaligus masih meningkatkan ekspor berasnya ke negara lain. Bahkan, di tahun 2023 sudah meningkatkan produksi berasnya 10 persen dari tahun 2022 atau saat ini ekspornya sebesar 7,8 juta sampai dengan Agustus 2023.
“Jadi, tidak benar ada berita kiamat beras bagi Vietnam, termasuk berita Vietnam menyetop atau melarang ekspor beras. Sudahlah, bicara yang realistis berdasarkan data yang ada saja,” ujar BHS.