Menjanjikan! Menilik Budi Daya Lobster Keramba Bawah Laut
- Madchan Jazuli/Viva Jatim
Jatim – Pantai selatan menyimpan sejuta keindahan sekaligus potensi budi daya perairan. Subendi (40) salah satu pembudi daya lobster asal Desa Karanggandu, Kecamatan Watulimo, Kabupaten Trenggalek, sejak 2019 silam menekuni budi daya lobster yang cukup menjanjikan.
"Hidup di alam bebas berbeda dengan di kolam mas. Kalau di kolam saja bisa mempunyai perkembangan baik, apalagi di laut," beber Subendi, Jum'at 18 November 2022.
Di kediamannya, Viva Jatim mencoba mengulik peluh jatuh bangun yang kini membuahkan hasil. Tepat di depan rumah Bendi, sapaannya, nampak satu keramba lobster lengkap dengan rangka besi dan jaring.
Menurutnya, berbekal telaten, gigih dan terus belajar dari setiap kegagalan ataupun kondisi alam, Subendi bisa dibilang menghasilkan. Harga per kilogram untuk size 2 up sampai 5 kalau budi daya mencapai Rp400 sampai Rp450 ribu untuk harga ekspor.
"Kalau harga naik, naiknya sampai Rp500 ribu per kilo, kalau harga lokal Rp280 ribu," jelasnya.
Pria tiga anak ini dasarnya adalah seorang mekanik. Berawal sepulang dari perantauan Papua ia membuka bengkel untuk mengakomodir pemuda pasca lulus sekolah, hingga pernah dirinya juga ikut melaut. Beberapa minggu termenung di Pantai Cengkrong, tak jauh dari rumahnya.
Gejolak batinnya bergelut dengan realitas keadaan masyarakat setempat. Hari demi hari melaut, pulang dapat hasil tangkapan dan dijual. Lantas ia memikirkan bagaimana kelak nelayan tersebut ketika memasuki usia senja. Apakah akan terus melaut selamanya atau akan ada nasib baik yang akan menjumpainya.
"Ketika diajak cari udang sebagai basic saya perbaikan mesin. Dari situ saya tertarik dari harga lobster ketika di ekspor kok harganya ekonomis," bebernya.
Akhirnya saat itulah, dari dalam dirinya tertantang untuk membudidayakan hewan dengan nama ilmiah Nephropidae. Ia berusaha mencari tahu mencari benih lobster yang bernama jarong—lobster dengan ukuran dibawah 100 gram—hingga belajar cara pembesaran.
Ketika belum mendapat solusi, selama perjalanan 6 bulan Subendi mengamati dan mencermati bagaimana perkembangan-perkembangan lobster.
Sehingga dalam pengalaman 6 bulan itu juga menemukan titik pembudi daya di darat dan di laut.
"Ketika (budi daya) di darat bagaimana caranya untuk mengantisipasi airnya. Jangan sampai airnya mudah bau dan mengatasi air ketika ada virus," ungkap.
Pria 40 tahun ini mengaku, dari perjalanan itu, akhirnya menemukan solusi dari berbagai kendala teknis maupun nonteknis. Seperti halnya kadar air, bagaimana penanganannya supaya tidak kanibal dan seterusnya.
Ujicoba dilakukan di lokasi rumah yang ia sulap dengan sedemikian rupa menjadi kolam budi daya. Berhubung agak jauh bibir laut, sebelumnya Subendi mengatur bagaimana cara untuk mengolah air terlebih dulu.
"Murni air laut, tapi bagaimana caranya mengantisipasi masalah ammonia atau racun dari air tersebut ketika sudah dimasukkan bibit. Dari perkembangan itu sampai saya teliti, bagaimana caranya multing, makannya, kanibalnya selama 3 bulan," bebernya.
Setelah melihat perkembangannya bagus, dirinya mulai tertarik untuk mengembangka keramba di dasar laut. Hal tersebut sangat beralasan, pertama perkembangan lobster pasti jauh lebih cepat karena berada di alam.
Alasan kedua, sirkulasi air tidak menjadi beban. Dibandingkan di rumah harus menggunakan pengatur air supaya selalu bersih. Alasan ketiga, tidak mudah terserang penyakit ketika berada di laut.
Dirinya mengujicoba selama 3 bulan di rumah. Ketika 3 bulan ada perkembangan di rumah, maka Subendi punya pemikiran lagi bagaimana caranya untuk membikin kerambah di laut.
"Kalau di kolam saja dengan dasar yang bisa mempunyai perkembangan baik apalagi di laut. Saya mengamati di kolam rumah, saya bikin kerambah kecil-kecilan dengan dasar modal yang kurang," urainya.
Disinggung perihal kendala, ia mengaku kesulitan budi daya lobster tidak terlalu banyak. Hanya saja, media keramba di dasar laut terletak pada cuaca ekstrem. Ombak besar yang menerjang membuat keramba akan rusak, jika besi yang digunakan tidak kuat.
"Karena posisi besi yang saya rakit di laut tidak sesuai dengan kekuatan yang ada di gelombang tahun ini. Karena tahun ini tidak seperti tahun kemarin, sangat ekstrem sekali tahun ini," imbuhnya.
Kendala selanjutnya adalah tingkat stress dan kanibal sangat besar. Maka dari itu, banyak pembudi daya yang bangkrut dan jebol dan kurang ketelitian.
Saat Viva Jatim tengah asyik mengobrol dengan Subendi, ada dua pengepul yang siap membeli lobster. Ada beberapa lobster yang berukuran besar tengah ditimbang untuk dijual ke restoran atau rumah makan.
Selepas pengepul memberi ongkos, dirinya menunjukkan sebidang kolam yang dibagi menjadi dua di dalam rumahnya. Tak besar memang, namun cukup menampung puluhan hewan yang memiliki kulit agak keras ini.
Subendi menunjukkan ada tiga jenis lobster yang telah dibudidaya sendiri. Diantaranya
Lobster Pasir (Panulirus homarus), Lobster batik (Panulirus longipes longipes) atau coral spiny lobster dan Lobster batu (Panulirus penicillatus).
Dari ketiga jenis lobster tersebut, dirinya mengaku pertumbuhan yang paling cepat adalah Lobster Pasir. Lobster hasil budi dayanya seharusnya diberi makan sehari dua kali.
Tapi, Subendi hanya memberikan makan satu kali di sore hari menggunajan ikan segar atau teri. Tidak hanya itu, untuk menambah gizi, lobster juga diberikan nutrisi berupa keong atau seafood lainnya.
Diketahui, jarak keramba dari bibir pantai sekitar 2 kilometer. Sedangkan kedalaman keramba berada di kedalaman 17 hingga 20 meter dari permukaan air laut.
Keramba dasar yang berada di laut saat ini berjumlah 3 keramba. Dua keramba atas dijadikan 8 petak. Dan satu keramba bawah ada 1 dengan dibuat 4 petak. Dimana ukuran satu keramba berukuran persegi 7x7 meter.
"Keramba dasar untuk budidaya saya pakai 160 cm kotak. Panjangnya 160 cm lebarnya 160 cm tingginya 100 cm. Yang sebagian untuk lantai dibuat tiga ruang," jelasnya.
Ia berharap dari pemerintah ada dukungan secara material, pengadaan keramba besi, atau lainnya. Sebab, selama ini dia berulangkali menjadi pemateri kepada nelayan lain oleh Dinas Perikanan Provinsi Jawa Timur. Tetapi, dirinya sendiri masih belum diperhatikan.
"Setelah saya jelaskan, Pemerintah Provinsi dan Pemkab mau ikut kerjasama budi daya. Tapi saya sarankan, saya bisa menjadi narasumber ke nelayan lain, apabila saya diperhatikan saya," tandasnya.
Dari sekelumit jerih payah Subendi, masihkah kalian tidak tertarik budi daya lobster? Ekonomis bukan, pun jadi kampanye pelestarian #Sahabatbahari.