Kunker DPR RI ke Mojokerto, Cari Solusi Konflik Pertambangan
- VIVA Jatim/M Luthfi Hermansyah
Mojokerto, VIVA Jatim - Komisi XII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI melakukan kunjungan kerja (kunker) di Mojokerto. Kunker ini dalam rangka mencari solusi terkait maraknya konflik pertambangan galian C.
Rombongan yang dipimpin Wakil Ketua Komisi XII DPR RI, Sugeng Suparwoto ini meninjau lokasi pertambangan di Desa Sawo, Kecamatan Kutorejo, Mojokerto, Jumat, 29 November 2024. Mereka didampingi Tim Direktorat Jenderal Gakkum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Bupati Mojokerto Ikfina Fahmawati.
Kedatangan mereka disambut sejumlah warga setempat yang menolak aktivitas tambang galian sirtu. Warga khawatir aktivitas tambang itu merusak lingkungan dan mengganggu mata pencaharian warga sebagai perajin batu bata.
Ditambah lagi, titik galian tersebut belum mengantongi izin alias ilegal.
“Ada perusahaan yang ingin mengelola andesit di lahan ini melalui proses perizinan di provinsi, masih dalam tahap perizinan eksplorasi. Lantas ditolak oleh sebagian warga,” kata Sugeng.
Setelah turun ke lapangan, rombongan Komisi XII DPR RI menggelar audensi di Kantor Pemkab Mojokerto. Hasilnya, diperoleh data 12 titik galian di Kabupaten Mojokerto yang menimbulkan konflik sosial.
Menurut Sugeng, akar persoalan disebabkan tak ada kompensasi bagi masyarakat yang terdampak. Oleh karena itu, pihaknya mendorong Pemkab Mojokerto segara menindaklanjuti dengan mempertemukan antara pengelola dan warga.
“Ada 12 titik setidaknya (tambang galian situ berkonflik sosial. Inti persoalannya adalah terkait kompensasi. Kalau itu masalahnya harus diselesaikan. Bupati akan mempertemukan warga yang belum menerima kompensasi dengan korporasi,” ungkap politisi Partai NasDem ini.
Selain itu, ia juga menyoroti penyempitan lahan pertanian dan produktif di Mojokerto yang salah satunya akibat alih fungsi menjadi area tambang.
Dengan demikian, persoalan ini menjadi bekal dirinya untuk merumuskan kebijakan nasional berkaitan UU nomor 3 tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba).
“Ini akan terus kita cermati, kita akan cari skema. Memang pemberdayaan alam semakin hari semakin sampai keraknya. Penduduk bertambah tapi area pertanian tidak bertambah. Inilah yang menjadi problem (permasalahan). Lahan produktif terus menyempit dan lahan pertanian terus menurun,” terang Sugeng.
Selain korporasi, tambang juga harus bisa dikelola oleh koperasi atau bahkan Badan Usaha Milik Desa (Bumdes). Ia berharap tambang tak dikelola oleh perorangan.
“(Tambang) yang dikelola individual inilah yang coba kita tertibkan. kita akan cari formulasi dan penataan. Sehingga kalau semua ditata, negara juga dapat pemasukan dari pajak, pemda dari PAD, warga yang disitu harus ikut terlibat, kalau bisa dimiliki kooperasi,” pungkasnya.