Polemik Dualisme Kampus Swasta di Mojokerto, Polisi Tetapkan Tersangka
- M Lutfi Hermansyah/Viva Jatim
Jatim – Polemik dualiasme kampus sempat terjadi di Kampus Swasta Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Raden Wijaya Mojokerto. Akibatnya, menimbulkan ketidakpastian akademis yang merugikan banyak pihak, khususnya mahasiswa.
Polemik itu berujung dilaporkan ke Polres Mojokerto Kota. Akhirnya, salah satu mantan petinggi kampus sekaligus dosen ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menggelapkan aset dan keuangan kampus tersebut.
Data yang dihimpun Viva Jatim, Ketua Badan Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama selaku pengelolah STIT Raden Wijaya, Achmad Wahcid Hasjim melaporkan tersangka bernama Hariris Nur Cahyo (59) itu ke Polres Mojokerto pada 7 November 2022.
Hariris diduga telah menggelapkan sertifikat tanah kampus STIT Raden Wijaya, ijazah alumni, uang kampus, dan melakukan penipuan terhadap mahasiswa dengan mendirikan akta perkumpulan baru. Perbuatan tersebut dinilai merugikan lembaga STIT Raden Wijaya dan para mahasiswa pada khususnya.
Atas laporan tersebut, Pada 6 Januari kasus yang menjerat HN dinaikkan statusnya ke tahap penyidikan. Kemudian, HN ditetapkan sebagai tersangka pada 9 Februari 2023 oleh penyidik Satreskrim Polres Mojokerto Kota. Penetapan tersangka itu berdasarkan hasil gelar perkara yang dilakukan tim penyidik pada 6 Februari 2023.
Hasil gelar perkara, tersangka diduga melakukan tindak pidana menyuruh menempatkan keterangan palsu ke dalam suatu akta otentik atau penggelapan dalam jabatan. Dalam kasus ini, penyidik menerapkan tiga pasal sekaligus terhadap tersangka yang berstatus sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) guru di Kabupaten Mojokerto itu. Yakni pasal 266 KUHP, 374 KUHP, pasal 372 KUHP.
Dualisme kepengurusan di kampus tersebut mulai bergulir sejak awal 2020. Perseturan terjadi antara kubu Hasan Buro dengan Munib dan kawan-kawan yang saling mengklaim sebagai pengurus sah perguruan tinggi tersebut. Ketika itu, STIT Raden Wijaya masih di bawah naungan Perkumpulan Penyelenggara Perguruan Tinggi Raden Wijaya Mojokerto. Sebelum akhirnya diakuisisi oleh PCNU Kota Mojokerto.