Kisah Cicit Rasulullah SAW yang Miliki Julukan Lautan Ilmu

Ilustrasi Ilmuwan Muslim
Sumber :
  • Istimewa

Jatim – Dalam khazanah keilmuan Islam, ada banyak tokoh-tokoh inspiratif yang menginspirasi umat Islam. Tak dapat dipungkiri, kiprah mereka sebagai lentera peradaban Islam hingga saat ini masih dijadikan rujukan sepanjang masa. Imam Muhammad Al Baqir salah satunya, cicit Rasulullah SAW yang memiliki julukan lautan ilmu

Diterpa Masalah Besar dalam Hidup? Atasi dengan Salat Hajat Ala Rasulullah

Namun sebelum lebih jauh membahas keluasan ilmunya, mari mengenal terlebih dahulu latar belakang kehidupan, mulai dari silsilah hingga alasan mengapa dijuluki lautan ilmu. 

Imam Muhammad Al Baqir adalah seorang cicit Nabi Muhammad SAW. Ia adalah Putra dari Imam Ali Zainal Abidin. Imam Ali Zainal Abidin putra Sayyidina Husein. Sayyidina Husein adalah putra dari pasangan Sayyidina Ali bin Abi Thalib dan Siti Fatimah. Sedangkan Siti Fatimah adalah putri Rasulullah SAW. 

Kondisi Umat Islam di Akhir Zaman yang Digambarkan dalam Hadits Nabi

Sang cicit Rasulullah SAW yang dijuluki lautan ilmu ini dilahirkan di Kota Madinah, tepatnya pada bulan Rajab tahun 57 Hijriyah. Ayahnya sendiri, yakni Imam Ali Zainal Abidin memiliki julukan As-Sajjad, karena ia setiap hari istiqamah bersujud 1000 rakaat. 

Menurut Habib Abdul Qadir bin Zaid Ba’abud, julukan lautan ilmu yang disematkan kepada Imam Muhammad Al Baqir memiliki 5 makna yang berbeda dari para ulama. Pertama, Al Baqir bermakna meledakkan ilmu. Kedua, ilmu yang dibelah dengan sebaik-baiknya dibelah. Dalam artian ilmu-ilmu Allah SWT bisa diajarkan dengan sangat luas hingga saat ini. Karena telah disingkap dan dibelah oleh Imam Muhammad Al Baqir.

Simak Cerita Rasulullah SAW Lakukan 3 Kali Salat Tarawih saat Ramadan

Kemudian yang ketiga, menampakkan ilmu dengan jelas dan detail. Sehingga ilmu-ilmu Allah SWT bisa dipelajari dengan sangat detail dan jelas hingga ke hal-hal yang paling kecil. Makna Al Baqir yang keempat yakni luas ilmunya. Dan yang kelima luasnya ilmu seperti lautan. 

Diceritakan Habib Abdul Qadir bin Zaid Ba’abud, bahwa suatu ketika, ada seorang dari Yaman bernama Thous yang meragukan akan keluasan ilmu Imam Muhammad Al Baqir. Sampai ia memberanikan diri mendatangi Imam Muhammad Al Baqir untuk menguji kebenaran julukan yang disematkan itu. 

“Apa sih keistimewaan Muhammad Al Baqir, sampai dijuluki lautan ilmu. Akan saya uji keluasan ilmunya,” kata Thous, seperti diceritakan Habib Abdul Qadir bin Zain Ba’abud saat mengisi Pengajian Umum di Prenduan, Pragaan, Sumenep, Jawa Timur, pada 21 November 2021 lalu.

Sesampainya di hadapan Imam Muhammad Al Baqir, seorang pria dari Yaman ini terlebih dahulu meminta izin untuk bertanya banyak hal untuk membuktikan kebenaran dari keluasan ilmu cicit Nabi Muhammad SAW itu. 

“Ya Imam, apa kau izinkan aku bertanya padamu?,” kata Thous.

“Aku mengizinkan kepada kamu. Tanyalah apa yang menjadi uneg-unegmu,” kata Imam Muhammad Al Baqir.

Pertanyaan pertanya yang dilontarkan Thous adalah mengenai asal usul Nabi Adam. Ia meminta Imam Muhammad Al Baqir untuk menjawab dan menjelaskan mengapa oleh Allah SWT diberi nama Adam.

“Imam, kenapa Nabi Adam diberi nama Adam?” demikian Tanya Thous.

Karena Imam Muhammad Al Baqir adalah seorang cicit Nabi yang mengarungi lautan ilmu, ia pun menjawab pertanyaan Thous dengan mudah. Imam Muhammad Al Baqir menjawab bahwa nama Adam berasal dari kata Adimil-ardhi yang bermakna lapisan bumi yang paling bawah. Sebab Nabi Adam diciptakan oleh Allah SWT dari tanah yang diambil dari lapisan bumi paling bawah.

“Karena Adam itu diciptakan dari tanah yang paling bawah di lapisan bumi, Adimil-ardhi. Sehingga dijuluki Adam,” jawab Imam Muhammad Al Baqir.

Thous pun melanjutkan pertanyaan kedua. Kali ini ia menanyakan asal usul pemberian nama Hawa, yang kemudian menjadi manusia yang pertama kali menduduki bumi bersama Adam. 

“Mengapa Hawa diberi nama Hawa, kenapa,?” tanya Thous.

Tanpa berpikir panjang, Imam Muhammad Al Baqir pun menjawab bahwa nama Hawa diberikan kepada perempuan yang mendampingi Adam, karena diciptakan dari tulang rusuk benda hidup, yakni Adam.

“Karena Hawa itu diciptakan dari tulang rusuk benda hidup, yakni manusia atau Adam, menjadi Hawa,” jawabnya. 

Pertanyaan ketiga kembali dilontarkan Thous, seakan masih belum puas dengan kebenaran akan keluasan ilmu Imam Muhammad Al Baqir. Kali ini ia menanyakan perihal asal usul iblis.

“Iblis kenapa mendapatkan julukan iblis?” tanya Thous.

“Karena iblis itu Ablasa (putus asa) dari rahmatnya Allah. Julukan iblis karena diputus rahmatnya oleh Allah SWT,” Jawab Imam Muhammad Al Baqir. 

Masih belum puas, Imam Muhammad Al Baqir pun terus dicecar pertanyaan oleh Thous. Setelah bertanya iblis, pria Yaman itu kemudian menanyakan perihal jin. 

“Kenapa dinamakan Jin?,” kata Thous bertanya untuk keempat kalinya.

“Karena jin itu Istajannu (sembunyi). Makanya mendapat julukan Jin. Tidak dilihat manusia,” jawab Imam Muhammad Al Baqir.

“Imam sebutkan kepadaku siapa makhluk yang pertama kali berdusta atau berbohong?”

“Ia adalah setan,” jawab Imam Muhammad Al Baqir. 

Sebagaimana dikisahkan dalam Al-Quran, bahwa setan adalah makhluk Allah SWT yang enggan untuk menghormati Nabi Adam AS. Lantaran ia merasa lebih baik dari Adam yang hanya diciptakan dengan tanah, sedang setan dari api. Setan pun berkata ‘ana khairun minnhu khalaqtani minna wa khalaqtahu min thin’. (Aku lebih mulia dari dia). 

Semakin lama pertanyaan yang dilontarkan Thous semakin berat. Meski begitu Imam Muhammad Al Baqir tidak menyerah dan menjawab satu persatu pertanyaan Thous dengan lugas dan cepat. 

“Wahai Imam, sebutkan pendakwah yang memperingatkan kaumnya tetapi bukan dari bangsa manusia, jin dan malaikat,” tanya Thous.

“Ia adalah an-Namla (semut),” Jawab Imam Muhammad Al Baqir. 

Imam Muhammad Al Baqir menjawab semut karena didasari dari peristiwa saat semut bertemu Nabi Sulaiman. Saat Nabi Sulaiman lewat di suatu jalan, salah satu semut meminta kepada para rombongan semut lainnya:

“Hai para semut ayo cepat lewat. Karena Sulaiman akan segera lewat. Agar kalian tidak kena injak,” ujar pimpinan semut kepada para pasukannya. 

Sehingga Imam Muhammad Al Baqir, sang cicit Nabi menyimpulkan bahwa semut tersebut adalah pendakwah atau kiai dari bangsa binatang. 

Thous kembali bertanya, dengan pertanyaan yang semakin sulit.

“Imam, perihal apa yang bisa berkurang bisa bertambah. Bertambah namun tidak berkurang. Berkurang tapi tidak bertambah,” tanya Thous yang bilamana dijawab manusia biasa tidak akan mampu.

“Bulan,” jawab Imam Muhammad Al Baqir dengan mudah.

Sebab bulan setiap waktu terus berputar dengan semburat cahaya yang berkurang dan bertambah. Sedangkan sesuatu yang bertambah namun tidak pernah kurang, kata Imam Muhammad Al Baqir adalah air laut. Meskipun seluruh sungai berhilir ke laut, tapi tidak pernah berkurang. Sedangkan sesuatu yang kurang tapi tidak bertambah adalah umur. Tidak akan pernah ada istilah bertambah umur, justru yang ada umur semakin dikurangi.

Thous pun masih belum puas, hingga ia kembali melontar pertanyaan. 

“Imam, sebutkan utusan Allah yang bukan dari bangsa jin, manusia dan malaikat. Tapi jangan dibuat-buat jawabannya. Sesuaikan dengan isi Al-Qur’an,” tanya Thous. 

“Ada. Dia adalah burung gagak,” jawab Imam Muhammad Al Baqir.

Jawaban itu didasarkan kepada peristiwa saat Qabil membunuh Habil. Kemudian mayatnya dibuang. Ketika itu Allah SWT mengutus burung gagak untuk menguburkan mayat burung gagak lain yang mati. Burung gagak itu menggali, mengubur dan menutup tanah dengan paruhnya yang sangat tajam. 

Peristiwa itu hakikatnya memberikan pesan kepada Qabil agar tidak terlalu kasar dan kejam kepada orang. Seekor burung gagak saja masih menguburkan bangsanya sendiri dengan layak. Apalagi manusia yang justru penciptaannya jauh lebih sempurna dari pada hewan. 

Qabil pun berkata “Celakalah aku karena tidak bisa seperti burung gagak,”. 

Ditanya lagi Imam Muhammad Al Baqir oleh Thous, rupanya ia belum puas meski mencecar banyak pertanyaan yang sulit. 

“Sebutkan makhluk Allah yang pernah difitnah. Bukan dari bangsa jin, manusia dan malaikat. Dan siapa ia yang menfitnah,” tanya Thous.

“Ia adalah serigala, dan yang mempermainkan adalah saudara Nabi Yusuf AS,” jawab Imam Muhammad Al Baqir. 

Jawaban Imam Muhammad Al Baqir itu didasari suatu peristiwa saat saudaranya Nabi Yusuf membuang Nabi Yusuf ke sumur. Ia lantas melepas baju dan membercakkan darah ke baju tersebut. Seraya bilang kepada Nabi Ya’qub bahwa semua itu kelakuan si serigala yang telah memakan Nabi Yusuf. Padahal faktanya kelakuan dirinya sendiri. 

Di situlah Thous mengakui keluasan ilmu Imam Muhammad Al Baqir, sang cicit Rasulullah SAW. Sehingga pantas dijuluki Al Baqir atau lautan ilmu.