Warga Mojokerto Meraup Untung Jutaan Rupiah dari Meracik Gitar Elektri
- Viva Jatim/M Lutfi Hermansyah
Menariknya, bengkel gitar ini memproduksi gitar brand lokal bernama ESA. Sayangnya, brand lokal tersebut bukan milik Frandi pribadi, melainkan milik rekannya. Ia dan karyawannya hanya bertugas memproduksi. Melihat hal ini, Frandi mengaku menyesal belum sempat memberi nama brand untuk gitar buatan bengkelnya.
"Saya pengen buat brand sendiri. Tapi sampai sekarang belum menemukan nama, pola, dan motif ukirannya. Selama ini kita memang kustom," katanya.
Dalam sebulan, bengkel milik Frandi ini mampu memproduksi sekitar 50 gitar elektrik kustom dan meraup cuan Rp 40 juta. Satu unit gitar dibanderol paling murah Rp 1,3 juta dan paling mahal Rp 3,5 juta.
Selama ini, ia melayani pembeli dari berbagai daerah, baik dalam maupun luar jawa. Seperti Kalimantan, Sulawesi, dan Sumatera. Mayoritas pemasannya melalui jaringan seles yang ada di beberapa daerah. Selin itu, ia juga menyupalai salah satu toko alat musik di Surabaya.
"Orang mojokerto ada yang pesan, kebanyakan pemain-pemain. Kalau toko di surabaya pesan setiap bulan paling sedikit 10 gitar. Pemasaran lewat sales dan online," bebernya.
Ia bermimpi bisa menyasar pasar luar negeri. Sebenarnya ia sempat beberapa kali menerima pesanan dari negara Malaysia dan Singapura. Akan tetapi, ia masih terkendala dengan ongkos kirim. Ongkos kirim lebih mahal daripada harga satu unit gitar. Ditambah, ia awam mekanisme pengiriman ke luar negeri.
Oleh sebab itu, ia berharap Pemerintah berperan mendampingi usahanya itu dalam segi pemasaran dan pengirimam ke luar negeri. Disamping itu, bantuan berupa permodalan juga ia butuhkan untuk peningkatan produksi.