Permintaan Eksportir Ikan Mas Koki Capai 60 Ribu Ekor di DSA Wajak Lor Tulungagung

Minto (46) bersama Ikan Mas Koki yang berkualitas ekspor.
Sumber :
  • Viva Jatim/Madchan Jazuli

Minto yang mulai mengawali budidaya mandiri sejak 2004 silam mengalami jatuh bangun. Jatuh bangun usaha yang ia bangun saat berkirim sendiri di pasar kios Jakarta. Harga di Jakarta lebih tinggi bila dibandingkan di Gunungsari, Surabaya.

Kripik Radja Hasil Pondok Pesantren Mambaul Ulum Malang Capai 1 Ton Per Bulan

Pernah suatu ketika pengiriman di 2008, total harga ikan hias Rp 100 juta, namun saat ditagih tidak keluar. Akhirnya, ia menyerah dan mengalah jika memang bukan rezeki Minto dalam pengiriman ikan hias kala itu.

Proses pengiriman sendiri, pihaknya menyesuaikan jumlah ikan yang berada di dalam plastik. Semakin sedikit ikan di dalam air yang dibungkus dengan plastik besar akan semain tahan lama.

Anjani Lestarikan Budaya Lewat Batik Banteng Agung

Dirinya pernah mengirim ke Palembang ditempuh 36 jam melalui jalur darat kendaraan bus. Sampai sana, ikan masih hidup dan tida mengalami mabuk. Sekantong hanya diisi ikan 15 sampai 20 ekor.

"Kalau jarak tempuh pendek, isi ikan bisa ditambahi," imbuhnya.

Teruskan Sang Bapak, Begini Cerita Agung Triono Hapus Perusakan Ekosistem Laut Lenggoksono

Kelompoknya mengeluhkan harga pelet ikan hias. Sehari bisa menghabiskan beberapa Kg untuk pembibitan hingga pembesaran. Alternatif lain yang dipilih yaitu dengan membuat pakan secara mandiri. 

Pakan mandiri yang kelompoknya buat dengan cara tepung jagung, tepung ikan dan diberi tambahan makan gizi lain. Cara tersebut dirasa Minto lebih dalam mengurangi coast harga selama pembesaran, tanpa mengurangi kualitas ikan hias dengan pakan pelet ikan.

"Dana yang dikeluarkan akan lebih ringan. Bila pelet 1 karung seharga Rp 400 ribu habis dalam seminggu. Tapi seharga Rp 400 ribu bisa dibelikan bahan tepung ikan, tepung jagung, daun kelor itu bagus bisa jadi 3 minggu. Kualitasnya tak kalah dengan pabrikan," ulasnya.

Halaman Selanjutnya
img_title