Menilik Pandai Besi di Mojokerto Warisan Mpu Supo yang Nyaris Punah
- M. Lutfi Hermansyah
“Dulu satu dusun hampir semua pandai besi. Sekarang tinggal saya,” tandasnya.
Pada era 1970-an ke bawah, ada sekitar 53 orang yang menggantungkan hidupnya dari kerajinan besi. Mulai tahun 1990 ke atas, banyak yang beralih ke pembuatan patung.
“Anak-anak muda itu nggak mau belajar begini (pandai besi). Belajar ke patung semua, mungkin karena penghasilannya,” ujar Sulton.
Menurut dia, keahlian pandai besi di Dusun Jatisumber ini warisan leluhur. Sebab, di Desa Watesumpak dulu terdapat Mpu Supo. Mpu supo dipercaya sebagai pembuat keris kelas wahid pada era Kerajaan Majapahit. Itu dibuktikan dengan adannya petilasan Mpu Supo di belakang Balai Desa Watesumpak.
“(Keahlian pandai besi) Dari turun temurun, bapak saya dulu juga pandai besi, bukan saya yang mulai. Berdasarkan cerita, Mpu Supo dulu memang pandai besi. Lalu, mungkin ilmunya diwariskan ke masyarakat sini,” tuturnya.
Sehari-hari Sulton dibantu adiknya Suyopo dan keponakannya, Jumain untuk menyelesaikan pesanan. Mereka bekerja mulai pukul 08.00-14.00 WIB. Meski sudah tak lagi muda, Sulton terlihat masih bertenaga.
Prosesnya diawali dengan memotong bahan baku besi dan baja bekas, yang diperoleh dari pasar loak seharga Rp 11-12 ribu per kilogram. Setelah dipotong sesuai dengan ukuran, lempengan besi dan baja itu dibakar di tungku dan ditempa menggunakan palu gada.