Waspada Lonjakan Kasus DBD saat Musim Hujan, Gejala Ini Bisa Berakibat Fatal!

Ilustrasi DBD
Sumber :
  • viva.co.id

Surabaya, VIVA Jatim – Direktur Penyakit Menular, Kementerian Kesehatan RI, dr. Ina Agustina Isturini menegaskan bahwa nyambuk Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah ancaman nyata yang menantikan bagi masyarakat Indonesia. Upaya pencegahan perlu dilakukan, utamanya saat memasuki musim hujan. 

Belajar dari Penyakit Pneominia yang Diderita Barbie Hsu, Ini Gejala dan Cara Cegahnya

Dikutip dari VIVA, Rabu, 19 Februari 2025, menurut data Kementerian Kesehatan, sejak awal tahun sampai 3 Februari 2025, ada 6.050 kasus DBD secara nasional. Dengan Incidence Rate (IR) 2,14/100.000 penduduk, dan kematian akibat dengue sebanyak 28 kasus dengan Case Fatality Rate (CFR) 0,46 persen.

“Masyarakat harus aktif berperan salah satunya dengan menerapkan 3M Plus (menguras-menutup-mendaur ulang-plus berbagai upaya mencegah gigitan nyamuk). Untuk itu, para pemangku kepentingan ini harus saling bersinergi, baik pemerintah, sektor swasta, organisasi medis, perusahaan, sekolah, dan lain sebagainya,” ujar dr Ina.

Cek Kesehatan Gratis Dimulai, Begini Langkah yang Harus Dilakukan

Spesialis Penyakit Anak, dr. I Gusti Ayu Nyoman Partiwi, Sp.A, MARS, juga turut menyoroti potensi kenaikan kasus dengue di Indonesia terutama dalam musim hujan.

“Di musim hujan seperti sekarang, kita harus semakin waspada terhadap dengue. Penyakit ini memang ada sepanjang tahun, tetapi jumlah kasusnya meningkat tajam di musim hujan. Yang sering tidak disadari, dengue bisa menyerang siapa saja, di mana saja—terlepas dari tempat tinggal, usia, atau gaya hidup,” katanya.

Ikan Cupang Bisa Jadi Senjata Ampuh Lawan Jentik Nyamuk

Data menunjukkan bahwa 47 persen kasus dengue terjadi pada anak dan remaja, dengan 12 persen terjadi pada kelompok usia 1-4 tahun dan 35 persen pada usia 5-14 tahun. Lebih mengkhawatirkan lagi, kematian tertinggi juga terjadi pada kelompok usia ini, yaitu 45 persen pada anak usia 5-14 tahun dan 21 persen pada anak usia 1-4 tahun.

“Dengue pada anak sering kali diawali dengan demam tinggi mendadak, nyeri kepala, nyeri otot dan sendi, munculnya bintik merah di kulit, muntah, serta sakit perut yang terus-menerus. Jika terlambat ditangani, anak bisa mengalami syok dengue, yang ditandai dengan tangan dan kaki dingin, napas cepat, hingga penurunan kesadaran—dan kondisi ini bisa berakibat fatal,” ungkapnya.

Menurut dr I Gusti Ayu, hingga saat ini, belum ada obat spesifik untuk menyembuhkan dengue. Pengobatan yang diberikan hanya bertujuan untuk meredakan gejala dan mencegah komplikasi yang lebih parah. Untuk itu, pencegahan menjadi kunci utama, salah satunya bisa melalui vaksinasi.

“Pencegahan dengue melalui vaksinasi sendiri tidak termasuk ke dalam cakupan BPJS. Vaksinasi di Indonesia berada di dalam Program Imunisasi Nasional, bukan BPJS. Program tersebut menargetkan kelompok usia tertentu, yang biasanya adalah anak-anak. Dengue bukan penyakit ringan, dan kita tidak bisa menunggu hingga terlambat untuk bertindak,” jelasnya. 

Mendukung pernyataan yang disampaikan dr. I Gusti Ayu, Spesialis Penyakit Dalam, dr. Suzy Maria, Sp.PD, K-AI, mengemukakan bahwa sebanyak 39 persen kasus dengue terjadi pada kelompok usia 15-44 tahun, dan 13 persen terjadi pada kelompok usia di atas 44 tahun, serta dengue bisa berakibat fatal tidak hanya bagi anak-anak tetapi juga pada orang dewasa.

“Banyak yang mengira dengue hanya berbahaya bagi anak-anak, padahal orang dewasa juga berisiko mengalami infeksi parah, terutama mereka yang memiliki komorbid seperti diabetes, hipertensi, gangguan imun, penyakit jantung, dan penyakit ginjal. Pada kelompok ini, dengue dapat berkembang lebih cepat menjadi dengue berat, yang berisiko menyebabkan kegagalan organ,” paparnya. 

Selain itu, kata dr Suzy, masih banyak orang salah mengerti bahwa apabila sudah terkena dengue, maka mereka akan kebal. Padahal seseorang bisa terinfeksi dengue lebih dari satu kali, dan infeksi yang berikutnya berisiko lebih parah. Sistem imun yang sudah pernah terpapar virus dengue dapat bereaksi lebih kuat terhadap infeksi berikutnya, meningkatkan risiko komplikasi serius seperti perdarahan hebat atau syok dengue.

“Oleh karena itu, pendekatan yang terintegrasi sangat diperlukan dalam menangani dengue. Penerapan 3M Plus harus menjadi kebiasaan yang terus dilakukan, bukan hanya saat musim hujan. Masyarakat juga perlu mempertimbangkan langkah pencegahan dari dalam tubuh, seperti vaksinasi, yang kini telah direkomendasikan penggunaannya oleh asosiasi medis bagi anak-anak dan orang dewasa,” pungkasnya. 

“Namun demikian, untuk mendapatkan perlindungan yang optimal, vaksinasi harus dilakukan secara lengkap sesuai dosis yang dianjurkan. Dengue tidak boleh dianggap remeh. Pencegahan harus dilakukan secara konsisten dan menyeluruh, karena kita tidak pernah tahu kapan atau seberapa parah infeksi akan menyerang. Dengan langkah pencegahan yang tepat, kita bisa mengurangi risiko dengue berat dan melindungi diri serta orang-orang di sekitar kita,” imbuh dr Suzy. 

Sementara itu, Andreas Gutknecht, Presiden Direktur PT Takeda Innovative Medicines, menyampaikan bahwa perjuangan melawan dengue merupakan sebuah komitmen jangka panjang. Ini bukan sekadar inisiatif sesaat, tetapi perjalanan berkelanjutan yang membutuhkan konsistensi dari semua pihak. 

“Oleh karena itu, kami terus berupaya menjadi mitra yang dapat diandalkan bagi pemerintah, tenaga kesehatan, komunitas, serta masyarakat luas dalam membangun kesadaran dan mendorong langkah-langkah pencegahan yang efektif,” tuturnya.

“Namun, keberhasilan hanya dapat dicapai jika kita bergerak bersama. Tidak cukup mengandalkan satu solusi—kita perlu disiplin menerapkan 3M Plus, terus meningkatkan kesadaran, serta mempertimbangkan pendekatan yang inovatif untuk pencegahan. Dengan aksi kolektif yang kuat, kita dapat mengurangi dampaknya dan mencapai tujuan bersama: Nol Kematian Akibat Dengue pada Tahun 2030,” tambahnya. 

Artikel ini telah tayang di VIVA.co.id dengan judul Kasus Dengue Meningkat Tajam saat Musim Hujan, Bisa Berakibat Fatal Jika Rasakan Gejala Ini