Alasannya Dinilai Tak Berdasar, Larangan Mudik dengan Sepeda Motor Dikritik

Bambang Haryo Soekartono
Sumber :
  • Dokumen Bambang Haryo Soekartono

Jatim – Pengamat kebijakan publik Bambang Haryo Soekartono atau BHS mengkritik kebijakan pemerintah yang melarang mayarakat mudik pada Idul Fitri 1444 Hijriah dengan menggunakan sepeda motor. Ketua Umum Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Jatim itu menilai alasan risiko kecekalaan yang dijadikan pertimbangan pada larangan tersebut tidak berdasar.

Minim Pendonor, Stok Darah di PMI Tuban Menipis

Setidaknya ada dua alasan kenapa BHS mengkritik kebijakan tersebut. Pertama, motor bukanlah moda transportasi yang paling berisiko mengalami kecelakaan. Berdasarkan data Polri tahun 2022, BHS menyebutkan jumlah sepeda motor di Indonesia sebanyak 125,3 juta unit. “Bila dalam satu hari mereka berjalan lima kali perjalanan, berarti ada 625 juta trip tiap hari atau 225 miliar trip setiap tahun,” katanya dalam keterangan tertulis diterima Viva Jatim, Rabu, 12 April 2023.

Di sisi lain, lanjut anggota DPR RI periode 2014-2019 itu, berdasarkan data BPS, terdapat 6.700 kasus kecelakaan dengan 452 korban meninggal dunia pada tahun 2022. Bila mengacu pada data tersebut, bila diasumsikan 70 persen kecelakaan melibatkan motor, berarti sepeda motor hanya menyumbangkan 4.200 kecelakaan dalam setahun dan 316 korban meninggal dunia. 

Satlantas Polres Lamongan Klaim Angka Kecelakaan Minim di Jalur Mudik Lebaran

BHS menyebut risiko kecelakaan tersebut relatif kecil bila dibandingkan dengan jumlah sepeda  motor dan total perjalanannya dalam setahun, yakni 225 miliar trip.

Kedua, papar BHS, saat ini tarif moda transportasi publik untuk jalur darat terbilang mahal. Sehingga masyarakat biasanya lebih memilih menggunakan sepeda motor untuk penghematan. Belum lagi soal ketersediaan tempat duduk saat musim mudik. 

Menilik Sejarah dan Makna Lebaran Ketupat, Sudah Ada Sejak Era Wali Songo

“Bahkan keselamatan transportasi publik pun masih belum terjamin dengan baik, terbukti masih banyaknya kecelakaan transportasi publik di jalan raya,” tandasnya.

Tarif mahal, tambah BHS, imbas dari tingginya harga BBM dan pajak sparepart yang sangat tinggi dibanding dengan negara negara di Asean dan bahkan di dunia. “Termasuk juga karena  iklim usaha yang kurang kondusif,” kata BHS.

Halaman Selanjutnya
img_title