Transformasi Digital bagi Pedagang Kecil Bak Abnormal

Tangkapan layar web e-commerce pedagang sayur.
Sumber :
  • Madchan Jazuli/Viva Jatim

Jatim – Indonesia telah berhasil melewati masa pandemi yang menghentikan sementara aktivitas fisik. Namun, juga sebagai titik balik untuk semakin menjamurnya e-commerce sebagai transformasi digital.

Pj Gubernur Jatim Tanggapi Polemik Warung Madura di Bali : Ekonomi Sekarang 24 Jam

Adalah Nova Siregar salah satu Web Developer yang telah menerima orderan beberapa penjual pedagang kecil offline. Masa pandemi, ia telah menerima 3 buah project berupa aplikasi dan software e-commerce. Masyarakat yang sadar pentingnya digital membuka lebar-lebar untuk ikut menjaja pasar dunia maya.

"Jadi aplikasi e-commerce atau bisa dibilang marketplace. Ketiganya tersebut berbeda-beda, pertama Mlijoku Indonesia yang bergerak penjualan sayuran, bumbu- bumbu. Di aplikasi tersebut saya sediakan marketplace," ujar Niva Siregar Nova Siregar saat dikonfirmasi Viva Jatim Minggu, 23 Oktober 2022.

Pedagang Tikar hingga Topi Ketiban Berkah Sidang Putusan Sengketa Pilpres di MK

Menurutnya, dengan e-commerce buatannya, pembeli bisa memilih dan membeli sesuai kebutuhan mereka. Ketika kebutuhan sudah di pilih dan dimasukkan keranjang belanja, pembeliannya dari aplikasi dilanjutkan ke Whatsapp dan langsung di follow up.

"Barang yang sudah dipilih, bakalan dilihat oleh customer servicenya dan langsung diantarkan ke pembelinya," ungkapnya.

Pemprov Jatim Target Deviden Bank UMKM Naik 200 Persen

Alumnus Stimata Pradnya Paramita Kota Malang ini menambahkan traffic viewer e-commerce buatannya itu rata-rata perbulan menembus diangka 50 ribu. Sehingga bisa dibilang cukup memberikan impact kepada penjual maupun pebeli dengan segala kemudahan yang ditawarkan.

"Jadi sehari itu untuk pendapatannya di Mlijoku termasuk tinggi. Jadi diangka berapa perhari pendapatan bisa dibilang Rp 3 juta sampai Rp 4 juta pembelian. Karena memang dari Mlijoku disokong diantar take a way pembelian dan banyak diskon juga," ungkapnya.

Pria yang hobi futsal tersebut mengaku proses pembuatan hingga jadi, membutuhkan waktu selama 3 bulan, karena harus melakukan step by step. Bulan pertama, Nova akan menganalisis kebutuhan pasar yang diinginkan customer.

Karena dalam aplikasi tersebut banyak barang, fitur, sekaligus kebutuhan tambahan yang membikin lebih menarik. Dirinya menjelaskan proses selanjutnya juga disiapkan roadmapnya. Pasca aplikasi itu launching, seperti ada voucher, hingga dibuat sistem yang diinginkan.

"Satu bulan pertama kita analisis, bulan kedua kita baru bikin aplikasinya, bulan ketiga kita tester dari sisi pengguna," urainya.

Ditanya perihal harapan dari pemerintah, Nova lebih ke bisa mengedukasi dan meliterasi masyarakat. Karena memang di masyarakat masih bisa dibilang, kebanyakan belum faham benar tentang produk digital.

Tidak hanya itu, kira dari pemerintah lebih terstruktur dan diberikan program-program yang memang sekiranya membantu UMKM UMKM yang ada di Indonesia. Supaya pedagang lebih semangat lagi.

"UMKM banyak tapi dari sisi masyarakatnya masih wegah. Mereka masih nyaman dengan kegiatan kegiatan di pasar dan lain-lain. Sebetulnya tidak apa-apa," tutup pemuda yang bekerja di salah satu koran harian di Kota Malang.

Web e-commerce yang telah dibuat adalah https://mlijokuindonesia.com dan satunya lagi https://sayurmalang.com/

Sementara Pengajar Departemen Ilmu Ekonomi Universitas Brawijaya, Setyo Tri Wahyudi PhD menjelaskan mengacu pada hasil penelitian di Katadata di wilayah sampel dekat dengan kota metropolitan (Jabodetabek), hanya memiliki rata-rata indeks kesiapan digital sebesar 3.6 (skala 5).

"Artinya bahwa masih banyak yang belum melek digital, apalagi jika melihat daerah yang notabene lebih 'tidak maju' dibanding Jabodetabek. Tentunya nilainya masih jauh di bawah angka rata-rata tersebut," ungkap Setyo Tri Wahyudi saat dikonfirmasi.

Sehingga memang realitanya, sebagian besar masyarakat di Indonesia, termasuk pengusaha masih belum familiar dengan teknologi. Dibalik bencana pandemi, menurut pria yang hobi travelling ini sebenarnya diuntungkan dengan adanya keterpaksaan, yang mengharuskan belajar menggunakan teknologi.

"Meskipun penggunaan tersebut masih sebatas untuk promosi secara sederhana baik foto, upload dan share ke jaringan pertemanan maupun medsos lainnya. Namun itu juga menjadi bagian dari 'melek' teknologi," paparnya.

Melihat realita tersebut, pria yang juga sebagai konsultan bidang ekonomi bagi beberapa instansi pemerintah daerah ini mengaku upaya pemerintah dapat dikatakan efektif. Jika jargon digitalisasi UMKM diikuti dengan aksi nyata. Yaitu dukungan sarana prasarana yang berkelanjutan.

"Jika tidak, maka tentunya tidak akan efektif, karena digitalisytidak dapat diterapkan secara instan, cepat, namun harus berproses. Dan proses tersebut perlu ada pendampingnya pemerintah, dalam bentuk dana maupun bentuk lainnya," tandasnya.