Warga Menolak Bangunan Ditertibkan di JLS Tulungagung

Pengumuman larangan dirikan bangunan di JLS Tulungagung.
Sumber :
  • Viva Jatim/Madchan Jazuli

Tulungagung, VIVA JatimBangunan lapak-lapak yang berada di sepanjang Jalur Lintas Selatan (JLS) Tulungagung bakal ditertibkan tanpa terkecuali. Namun, warga bersikukuh menolak ditertibkan bangunan yang sudah semi permanen dan permanen sebelum ada kepastian tempat relokasi.

Pemprov Jatim Targetkan Kepastian Relokasi Warga Tanah Gerak Trenggalek pada Akhir Januari 2025

Kepala Desa Keboireng Kecamatan Besuki Tulungagung, Supirin mengungkapkan bahwa dirinya mewakili masyarakat saat diminta untuk pembersihan atau penertiban bangunan tidak memperbolehkan. Alasannya sementara ini, banyak warga perekonomiannya menjadi meningkat setelah mendapatkan pemasukan berjualan di dekat JLS Tulungagung.

Selain itu, penolakan dirinya berangkat dari wilayah administrasi tanah milik Perhutani bukan tanah Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Tulungagung. Supirin mengaku jumlah yang mempunyai lapak-lapak ada 53 orang, telah berkumpul membahas kaitannya tidak mau kalau direlokasi.

Pembebasan Lahan JLS Masih Terkendala, Ini Langkah DPRD Jatim

"Kita menolak mas. Akhirnya akan ada relokasi, cuma kita menanyakan tempat yang mana sebenarnya, sebelum relokasi kan harus disiapkan lokasinya," terang Supirin saat dikonfirmasi VIVA Jatim, Minggu, 14 Januari 2024.

Disinggung legalitas, pihaknya mengakui bahwa telah mengakomodir pemilik-pemilik lapak untuk memiliki payung hukum. Untuk itu, perihal hitam diatas putih pada Oktober 2023 silam Supirin sudah mengajukan Perjanjian Kerjasama (PKS) antara Lembaga Masyarakat Desa Hutan LMDH bersama Perhutani.

Pembangunan JLS, DPRD Jatim: Upaya Dongkrak Ekonomi, Kurangi Disparitas Utara-Selatan

"Tujuan saya untuk PKS itu supaya ada payung hukumnya. Kedua, saling menguntungkan, sehingga dari Perhutani, Dinas Pariwisata, Desa dan pengguna lapak itu yang jualan di situ sangat diuntungkan," ujarnya.

Sementara alasan mengganggu pemandangan ke arah pantai lepas, Supirin mengaku hal itu tidak berdasar. Sebab, pihaknya juga bersama stakeholder terkait beberapa waktu lalu telah menanam pohon di pinggir JLS supaya rindang. Jika sudah besar ia pertanyakan apakah juga tidak akan menganggu pemandangan.

Tak hanya itu, dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Tulungagung menyinggung jika ditempati akan rawan dari sisi keamanan yakni longsor. Namun, Supirin bersitegas bahwa warga yang menempati lapak di JLS justru saat terjadi tanda-tanda longsor sedikit, malah akan dibenahi tidak menunggu dari anggaran pemerintah. 

Sementara jika tetap dieksekusi penertiban, Supirin tetap tidak akan memperbolehkan dan mempertahankan, sebab tanah tersebut bukan tanah Pemerintah Kabupaten Tulungagung, melainkan tanah Perhutani. Namun dengan catatan jika milik Dinas PUPR sekalipun tidak menggunakan pelebaran jalan.

"Kalau masuk tanah PUPR atau orang-orang itu ya mungkin sedikit legowo. Tapi itupun dengan catatan kalau PUPR mengembangkan melebarkan jalan-jalan. Itu baru yang mungkin orang-orang akan toleransi di bener. Tapi sementara itu belum menggunakan karena bahasanya tidak mengganggu," imbuhnya. 

Terpisah, Pj Bupati Tulungagung, Heru Suseno mengaku pemerintah beralasan penertiban tersebut selain untuk mensterilkan kawasan JLS Tulungagung sekaligus menghilangkan kesan kumuh. Bangunan yang ditertibkan tanpa terkecuali sehingga masih dalam proses sosialisasi.   

 "Kalau bangunan tidak permanen langsung dibongkar, tetapi yang permanen diminta di bongkar oleh yang punya sendiri. Iya semuanya," terang Heru Suseno, Sabtu, 13 Januari 2024.

Untuk solusi yang ditawarkan Pemkab Tulungagung yaitu dengan bakal membangun beberapa rest area. Dengan lokasi luas dan bangunan representatif akan lebih tertata dan tidak mengganggu pemandangan ke laut lepas. Namun mekanisme yang belum jelas dan titik rest area masih dalam proses kepengurusan legalitas izin membuat warga menolak.