Pemerintah Didesak Bantu Hentikan Genosida di Gaza, Perang Timur Tengah Ancam Ekonomi Indonesia
- Viva
Jakarta, VIVA Jatim – Eskalasi konflik di Timur Tengah, yang disulut pembantaian di Gaza, akan mencekik perekonomian global yang ujungnya akan menekan ekonomi Indonesia. Oleh karenanya, Pusat Studi Kota dan Dunia (PSKD) mendesak pemerintah Indonesia untuk mengoptimalkan seluruh upaya diplomatik demi menghentikan genosida Israel di Gaza.
Serangan Amerika Serikat (AS) dan Inggris terhadap milisi Houthi di Yaman akhir pekan lalu akan mengeskalasi konflik di Laut Merah. Serangan AS tersebut, yang dipicu penghadangan Houthi terhadap kapal-kapal yang berlayar ke Israel, akan memunculkan dampak negatif ke perdagangan global. Hal ini disampaikan Ketua Dewan Pengurus PSKD Dedi Supriadi
"Dan Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang bisa terkena dampaknya," katanya, Senin 15 Januari 2024.
Dedi mengungkapkan, Laut Merah merupakan jalur pelayaran dunia yang sangat penting, memfasilitasi sekitar 12 persen perdagangan global dan sekitar 30 persen lalu lintas peti kemas global. Laut yang menghubungkan Laut Mediteriania dan Samudera Hindia itu juga merupakan urat nadi perdagangan Asia dan Eropa, dengan 40 persen aktivitas perdagangan antara dua benua melewati laut tersebut.
Meningkatnya konflik di laut sempit yang memisahkan Semenanjung Arab dan Benua Afrika itu sudah menyebabkan gangguan pada pelayaran dunia. Perusahaan pelayaran Maersk, Hapag-Lloyd, dan MSC misalnya, sudah mengumumkan untuk menghentikan pelayaran di Laut Merah dan mengubah rute pelayaran menjadi memutari Benua Afrika, yang memperpanjang jarak perjalanan hingga 6.000 km, menambah waktu pelayaran 10 hari, dan meninggikan biaya pelayaran hingga $1 juta.
Premi asuransi pelayaran yang melewati Laut Merah saat ini sudah melejit 10 kali lipat. CMA CGM, perusahaan pelayaran terbesar ketiga di dunia, sudah menaikkan tarif kargo mereka dari Asia ke Eropa hingga dua kali lipat. Sementara perusahaan minyak BP telah menghentikan semua pengiriman minyak dan gas melalui wilayah tersebut.
Biaya pelayaran punya kontribusi yang besar dalam inflasi global. Selama pandemi Covid-19, Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan kemacetan rantai pasokan global menambah sekitar 1 poin persentase terhadap inflasi dunia. Pada masa normal, biaya pengapalan menyumbang sekitar 7 persen terhadap biaya impor jarak jauh. Angka ini melonjak hingga 25 persen selama gangguan akibat Covid.