DPRD Jatim Soroti Zonasi PPDB, Minta Pemerintah Kembangkan Sekolah Swasta

Wakil Ketua Komisi E  DPRD Jatim Hikmah Bafaqih
Sumber :
  • Thoriq/Viva Jatim

Jatim – Wakil Ketua Komisi E DPRD Jatim Hikmah Bafaqih menyoroti sistem zonasi pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) jenjang SMA Negeri sederajat di Jawa Timur yang acapkali diwarnai tindakan penyiasatan. Agar semua tertampung dengan jaminan mutu yang baik, ada baiknya pemerintah mengembangkan sekolah swasta.

DPRD Jatim Desak Pemprov Tak Lepas Tangan soal Sengketa 13 Pulau di Selatan Jawa Timur

Hikmah mengungkapkan, penyiasatan yang terjadi pada penerapan zonasi PPDB di antaranya dengan cara pindah domisili dan pindah KK. Itu terjadi biasanya menjelang pelaksanaan PPDB. Menurut politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tersebut, itu adalah salah satu kelemahan sistem zonasi yang perlu dievaluasi.

Hikmah menuturkan, sebagai antisipasi, semestinya pemerintah daerah setempat melalui dinas pendidikan betul-betul harus memastikan data dan keakuratan informasi tentang domisili pendaftar. Hal itu bisa dilakukan dengan cara berkoordinasi dengan dinas terkait. 

Ketua Komisi E DPRD Jatim Dorong Pengembangan Kebudayaan dan Apresiasi Seniman

Misalnya, peserta yang bisa mendaftar adalah mereka yang sudah berdomisili di satu daerah atau kecamatan minimal satu tahun. “Kalau kemudian masih disiasati dengan cara-cara itu (pindah domisili) kan itu tidak sesuai target dan harapan,” kata Hikmah di kantor DPRD Jatim Jalan Indrapura Surabaya, Jumat, 3 Mei 2024.

Sebetulnya, lanjut dia, sistem zonasi diterapkan dengan tujuan pemerataan pendidikan. Tapi dengan kondisi seperti itu, maka tujuan yang diharapkan bisa jadi tidak akan tercapai. Dengan demikian, terpaku pada pengembangan sekolah negeri bukan satu-satunya solusi. Membangun sekolah negeri yang baru pun kurang tepat karena membutuhkan biaya yang besar.

DPRD Jatim dan Kejati Jalin Kerjasama Awasi Tata Kelola Pemerintahan

Nah, sebagai alternatif, Hikmah berpendapat pemerintah juga perlu melakukan pengembangan terhadap sekolah swasta. "Membangun Unit Sekolah Baru (USB) itu biayanya besar. (Butuh) gedung, penyediaan guru, saran prasarana, terus BOS (Bantuan Operasional Sekolah) dan sebagainya," ucapnya. 

"Kenapa tidak menguatkan saja lembaga-lembaga pendidikan swasta yang sudah ada untuk memiliki kompetensi dan kapasitas yang baik dan bisa menjadi lembaga pendidikan terstandar untuk bisa mendidik karakter," tandas Hikmah. 

Politikus asal Malang itu menegaskan, baik sekolah swasta maupun negeri mempunyai orientasi yang sama, yakni mencerdaskan anak bangsa. Oleh sebab itu, pemerataan fasilitas pendidikan harus dilakukan dan tidak lagi ada pembedaan. 

Menurutnya, sumbangsih sekolah swasta dalam menampung siswa sangat tinggi. Bahkan, sekitar 66 persen jumlah siswa yang ada menempuh pendidikan di sekolah swasta. 

"Karena yang bisa ditampung ke (SMA/SMK) negeri, kan, sekitar 34 persen untuk lulusan SMP, sisanya di sekolah swasta," ujar Hikmah. 

Ia memahami bahwa Pemprov Jatim memiliki keterbatasan anggaran pendidikan, terutama untuk sekolah swasta. "Tapi, kan ada respons-respons lain yang juga bisa diberikan. [Misalnya] Pembinaan, pengawasan, koordinasi, pelatihan-pelatihan peningkatan kompetensi. Itu, kan, tidak memerlukan biaya banyak," tutur Hikmah.