Pakai Unair Sebut RUU Penyiaran Berpotensi Bangkitkan Orba

Poster tolak RUU Penyiaran.
Sumber :
  • Medsos

Surabaya, VIVA Jatim – Pakar Media dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Irfan Wahyudi, mengatakan bahwa draf Rancangan Undang-undang Nomor 32/2022 tentang Penyiaran (RUU Penyiaran) yang tengah dibahas di badan legislatif (Baleg) DPR berpotensi bisa menjadi alat mengkriminalisasi jurnalis dan membangkitkan ruh Orde Baru (Orba).

DPD Golkar Jatim Dorong Soeharto Dapat Gelar Pahlawan Nasional

"[Bila RUU itu disahkan dan jadi UU] Media harus berhati-hati untuk tidak kembali ke masa pembredelan pers seperti era Orde Baru. Ketika mengkritik pemerintah, media harus bertanggung jawab dalam menjaga integritas dan independensi institusi,” kata Irfan dikonfirmasi wartawan pada Kamis, 16 Mei 2024.

Dia mengambil contoh salah satu pasal di draft RUU Penyiaran tersebut yang berpotensi membungkam kebebasan pers, yakni pada Pasal 56 Ayah (2) huruf C. Pasal tersebut menyuratkan tentang larangan penayangan eksklusif karya jurnalistik investigatif. 

Kronologi Pembekuan BEM Fisip Unair Usai Kritik Pelantikan Prabowo-Gibran Lewat Karangan Bunga

Menurut Irfan, pasal tersebut menjadi kontroversial karena berdampak serius pada fungsi pers sebagai pengawas atau kontrol sosial, termasuk di dalamnya pemerintah. "Sebab, jurnalisme investigatif telah memberi nuansa yang kuat pada proses politik maupun sosial di Indonesia,” ujarnya. 

Menurut Irfan, pasal tersebut mengandung upaya pada tindakan pembungkaman pers. Jika itu diterapkan, maka RUU Penyiaran tersebut merupakan sebuah kemunduran di demokrasi di Indonesia. Pasal tersebut tentu saja memunculkan kebingungan dan keresahan publik. 

Khofifah Nilai AHY Sosok Politisi dan Akademisi yang Berkarakter Transformational Leader

Kebingungan dimaksud ialah adanya ketumpangtindihan dengan peraturan lainnya yang ada di paket keputusan presiden tentang Omnibus Law, yang mengatur tentang penyelenggaraan penyiaran. RUU Penyiaran itu juga tumpang tindih dengan UU ITE. Sebab, di RUU Penyiaran juga diatur tentang penyelesaian sengketa jurnalistik.

Dampak lainnya, RUU Penyiaran berpotensi memudahkan pemerintah untuk membatasi ekspresi media dan kerja-kerja jurnalistik, bahkan bisa memidanakan jurnalis, hanya gara-gara sebuah konten berita yang dianggap meresahkan. Itu mengancam kebebasan pers.

Menurut Irfan, pers merupakan pilar demokrasi. Salah satu fungsinya ialah sebagai pengontrol. Adalah wajar jika di antara karya jurnalistik mengandung pesan sebuah kritik, di antaranya melalui konten-konten investigatif.

“Kritik itu hal yang wajar, tapi kemudian jangan sampai malah shoot the messenger gitu," kata Irfan.