Surabaya Dinilai Gagal Jadi Kota Layak Anak gegara Izinkan Pameran Rokok Internasional

Penolakan pameran rokok internasional di Surabaya
Sumber :
  • Viva.co.id

Surabaya, VIVA Jatim – Indonesia kembali menjadi sorotan internasional dengan mengizinkan penyelenggaraan World Tobacco Asia (WTA) 2024. Hal itu menyusul polemik batalanya kenaikan cukai rokok yang sempat terjadi sebelumnya. 

Tiga Tersangka Kredit Fiktif Ratusan Miliar Ditahan Kejati Jatim

Acara pameran rokok internasional ini dijadwalkan berlangsung di Surabaya pada 9-10 Oktober 2024, di tengah gelombang protes dari berbagai koalisi pemuda dan elemen masyarakat yang menilai pameran ini merupakan ancaman nyata yang berisiko besar terhadap kesehatan jutaan anak dan remaja di Indonesia.

Penyelenggaraan acara ini juga dinilai sangat bertentangan dengan visi Surabaya yang telah dinobatkan sebagai Kota Layak Anak (KLA) dengan predikat Utama sebanyak 6 kali dan resmi menjadi Kota Layak Anak Dunia pertama di Indonesia dengan akreditasi United Nations Children's Fund (UNICEF). 

Ditahan Kejati Jatim, Pasutri Jadi Tersangka Baru Kasus PT INKA

Indonesian Youth Council for Tactical Changes (IYCTC) bersama Ikatan Senat Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Indonesia (ISMKMI) menyatakan penolakan keras terhadap acara ini dan telah mengirim surat resmi terkait pembatalan WTA kepada PJ Gubernur Jawa Timur, PJ Walikota Surabaya, serta Kementerian terkait. 

“Dalam surat tersebut, kami menyoroti dampak destruktif yang dapat ditimbulkan dari acara yang mempromosikan industri rokok, terutama terhadap generasi muda yang menjadi target pasar utama produk tembakau, termasuk rokok elektronik dan hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL),” ujar Manik Marganamahendra, Ketua Umum IYCTC, dalam keterangannya, dikutip Kamis 10 Oktober 2024.

Tiga Anggota Gangster di Mojokerto Ditangkap Polisi Usai Viral Hendak Tawuran

“Mengizinkan WTA diadakan di Surabaya adalah ironi besar. Surabaya, yang sudah mendapat predikat sebagai Kota Layak Anak tingkat internasional dan nasional, tidak seharusnya menjadi tuan rumah bagi acara yang mempromosikan produk tembakau dan justru jelas berbahaya bagi anak-anak,” sambungnya.

Pameran ini juga dinilai melanggar sejumlah regulasi penting, termasuk Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 yang telah mengatur pelarangan promosi produk tembakau di ruang publik, Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2019 dan Peraturan Walikota Nomor 110 Tahun 2021 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR), yang dirancang untuk melindungi anak-anak dan remaja dari paparan rokok.

Selain itu, pelaksanaan WTA ini justru dinilai akan meningkatkan prevalensi perokok elektronik muda. Data di Riskesdas 2018 menunjukkan bahwa prevalensi penggunaan rokok elektronik di kalangan remaja Indonesia mencapai 2,8 persen. Sedangkan Global Adult Tobacco Survey (GATS) 2021 juga menunjukkan bahwa prevalensi perokok elektronik melonjak hingga 3 persen, naik sepuluh kali lipat sejak 2011. 

“Terselenggaranya WTA adalah pelanggaran terhadap indikator nomor 17 Kota Layak Anak yang melarang adanya iklan, promosi dan sponsorship rokok. Tak hanya itu, WTA justru akan membuka peluang perluasan market yang bisa mengancam anak-anak terlebih dengan hadirnya rokok elektronik dalam World Vape Asia yang diselenggarakan bersamaan dan hal ini mengancam Kota Surabaya bisa gagal mencapai Kota Layak Anak Paripurna,” tambah Manik. 

Menghadapi ancaman yang ditimbulkan oleh pameran tersebut, IYCTC dan ISMKMI, mendesak Gubernur Jawa Timur dan pemerintah daerah untuk segera membatalkan penyelenggaraan WTA 2024

Surabaya harus kembali berkomitmen sebagai Kota Layak Anak, berfungsi sebagai garda terdepan dalam melawan promosi produk tembakau dan melindungi generasi muda dari risiko adiksi nikotin.

“Keputusan ini lebih dari sekadar menolak pameran, ini adalah langkah strategis untuk menjaga masa depan bangsa kita. WTA tidak boleh dibiarkan berlangsung dan bahkan datang lagi ke Indonesia karena dampak destruktifnya akan mengancam tumbuh kembang anak," tutup Manik.

Artikel ini telah tayang di VIVA.co.id dengan judul Izinkan Pameran Rokok Internasional, Surabaya Dinilai Gagal Sebagai Kota Layak Anak